Inilah pengalaman pribadiku “tinggal” paling lama di rumah sakit. Enam hari aku harus bolak-balik ke rumahnya orang sakit ini. Bahkan, tiga hari diantaranya aku harus i’tikaf di sini. Ingat, ini masih bulan Ramadhan dan sebentar lagi akan segera selesai. Nasib target amal yaumi pun harus bekejar-kejaran dengan jatahku tidur sambil duduk.
Tilawahku terkadang diselingi aksi “mendadak teler”. Juga sholat tarawih yang selalu menemani jam kuntilanak beraksi, lewat tengah malam. Bukan persoalan waktu tengah malamnya itu, tapi AC Mushola di RS itu yang dipasang entah pada suhu minus berapa, dingin sekali. Dengan ukuran AC tiga kali lebih gedhe dari AC ruangan biasa ini, sukses menusuk kulit tipisku yang kehilangan lemak selama puasa.
Jatah tidurku tidak menentu, tergantung angin, kemana kamu membawa. Fisikku berlomba antara ke kampus, pulang ke rumah dan RS. Hari pertama, aku berhasil memarkirkan tubuhku 24 jam di RS, lengkap dengan kuda besi tercinta. Terjaga hingga menjelang sahur atau hanya sekedar menunggu, menunggu dan menunggu.