6 Nov 2013

Cincin Lelaki



Tak apalah saya posting curcolan geje yang masuk dalam kategori “Khusus Dewasa” ini. Semoga tidak salah tafsir saja (bagi yang mau baca aja,hehe). Harap maklum kalau over-melankolis isinya.

Ada suatu gejala tak terdefinisikan setiap kali saya melihat cincin melingkar di tangan seorang lelaki. Ini bukan tentang akik atau cincin jimat lho ya. Ini tentang cincin komitmen sehidup semati. You Know What.

Saya tak hendak membahas berapa harga cincin atau pun harganya, tapi si pemiliknya. Mereka itu memiliki aura yang tak tampak namun bisa dirasakan orang sekitarnya. Rata-rata, dari enam orang pemilik cincin yang setiap hari saya temui itu, selalu memancarkan wajah sumringah sekali. Bahkan, dalam kondisi penat sehabis lembur dari pagi sampai jam 12 pun, wajah mereka berbeda dengan wajah para jomblowan #ngacadirisendiri

Sebagai Jomblowan, mereka sering sekali berkoar-koar kepada saya dengan slogan “menikah membuat mereka jauh lebih baik dan bahagia”. Tak lupa mereka memamerkan hal-hal so sweet yang membuat para jomblowan cuman bisa bilang “seneng banget pamer”, hahaha.

Yang paling “sok pamer” adalah Bapak senior pembimbing saya yang hampir setiap hari membahas tentang hal ini. Mulai dari iseng-iseng tanya hal-hal menyerempet ke sini, atau terang-terangan pamer betapa indahnya pernikahannya, atau yang paling sering lagi adalah macok-macokin saya dengan yang lain. Dan, yang terakhir ini selalu berakhir geje dan garing karena saya tidak begitu faham dengan logika orang Barat (Jakarta-Bandung). Ujungnya, saya cuman ditertawakan bersama.

Pernah suatu hari, saya curcol soal berat badan yang sangat susah sekali naik. Bahkan seumur hidup, saya hidup dengan berat badan kurang dari normal alias kerempeng. Berikut komentar mereka.

Bapak 1 “Saya bisa gemuk seperti ini itu setelah menikah”

Bapak 2 “Setelah Bapak menikah nanti, pasti bisa gemuk”

Bapak 3 “Iya, pernikahan sangat mempengaruhi kondisi fisiologis. Dan hati menjadi lebih tenang”

Saya “Jadi saya harus menikah dengan segera supaya gemuk?”

Dan mereka mulai memacok-macokan lagi dengan ujungnya garing krik krik krik.

Positifnya, saya banyak belajar dari mereka yang sudah berpengalaman. Terkadang saya ngiri juga sama mereka, hehe. Misalnya, Bapak 3 yang mengidap sakit mag, setiap hari dibawakan bekal makanan oleh istrinya dengan ditulisi “pagi, siang, malam” dan setiap jam makan selalu ditelpon! Dan tahukan apa ringtone handphone Bapaknya? “Cinta Pertama dan Terakhir”-nya Sherina, romantis gak?

Yang paling so sweet tentu Bapak 2 yang barusan kemarin memamerkan foto anak pertamanya. “Berapa usianya, Mas?” tanya saya. “Baru satu bulan, namanya Fahri dari Bahasa Arab yang artinya Membanggakan. Anak yang membanggakan orang tuanya,” jawabnya dengan wajah yang bener-bener bahagiaaaaaaaaaaaa. #lebaykumat

Terakhir, dari curcol edisi dewasa ini, saya akhiri dengan pertanyaan yang sering dilontarkan oleh mereka “Kapan Menikah?”. Dan saya cuman tersenyum dengan jawaban diplomatis alias ngeles. Hehe


Sekian.

1 Nov 2013

Memilih Usia



Ini mungkin sebuah refleksi saya yang agak serius levelnya. 

Beberapa hari terakhir ini, saya hampir setiap hari berada dalam posisi sebagai orang baru dan unyu dalam satu komunitas para "tetua". Beruntungnya bagi saya, secara pribadi saya merasa paling muda dan paling menggemaskan #toyorsendal. Selalu merasa sebagai junior, yang diperhatikan, dibimbing dan di-adik-kan. Jadinya saya tersugesti untuk menjadi adik yang ingin selalu diperhatikan dan diajari oleh sang kakak-kakaknya. Kesannya saya menjadi lebih manja dan santai.

Pada kenyataannya, mayoritas hidup[ yang saya alami, saya selalu berada di atas usia saya. Menjadi pendengar, penengah, 'menasehati' atau sekedar menjadi pihak yang selalu mengalah demi sang junior. Dan, inilah letak paradoksnya.

Menjadi orang dengan pikiran sebagai 'adik', menjadikan saya merasa lebih muda daripada usia sendiri. Ini murni sugesti, tapi saya rasakan lebih membahagiakan dari pada merasa lebih tua dari usia sendiri #pengalamanpribadi

Namun, dalam waktu bersamaan, saya juga merasa bahwa saya amat kerdil. Pengalaman saya, kedewasaan saya, kepintaran saya, keterampilan personal saya, semua mendadak lenyap ketika saya berada di tengah mereka. Saya mengerut menjadi seorang Hobit berpikiran manusia seperempat abad. Menyedihkan memang.

Tapi positifnya, di depan orang dengan usia dan pengalaman hidup yang jauh menjulang itu, saya menjadi pembelajar hiperaktif. Setiap senti jejak kehidupan para senior itu menjadi setetes demi tetes ilmu kehidupan yang membangun saya. Kelak. saya pasti akan menjadi mereka, pikir saya singkat. 

Walaupun kadang saya lebih suka dibully sama mereka, tapi saya mengamati setiap sisi lain dari mereka yang saya kagumi. Everyman is special, mereka menjadi diri sendiri dengan umurnya dan juga dengan perbedaannya dengan saya -yang merasa masih muda.

Usia bertambah bukan soal keniscayaan, namun juga sebuah pilihan untuk menentukan letak usia kedewasaan mana yang kita pilih untuk melewati jalan kehidupan di depannya.

18 Oct 2013

Ketemu Lagi di Zaman Pra-Sejarah



“Menulis membuat anda tetap waras”  begitu kata orang bijak. Saya sepenuhnya setuju dengan kalimat itu, dan kesimpulan yang bisa saya ambil adalah “saya sudah tidak waras lagi. Titik”

Tidak gampang menjaga konsistensi menulis, jika tidak ada ‘sesuatu’ yang membuat anda harus menulis. Jika bicara tentang diri sendiri, zaman dahulu kala saya terperangkap dalam satu lingkaran yang aturan utamanya mewajibkan saya untuk menulis. Sekarang tidak ada, jadinya saya kembali ke zaman pra sejarah lagi yang tak mengenal tulisan sama sekali.

Bicara tentang zaman pra sejarah, saya sudah tidak menulis hampir dua bulan! Itu rekor saya sejak saya percaya bahwa menulis adalah bentuk lain dari kewarasan itu sendiri. Mengapa? Mungkin saya merasa diri sendiri sudah tidak waras, sehingga saya tidak menulis. Atau karena saya tidak pernah menulis, sehingga saya merasa tidak waras. Keduanya. Mungkin.

Sudahlah, saya tidak mau memperpanjang durasi ketidakwarasan saya melebih zona merah alias gila beneran. Biarkan saya memulai untuk menulis. Dari sini.

Langsung saja ya, saya sudah mulai kaku untuk memberikan sebuah pengantar tulisan. Jadi ya ini dia, isinya curhatan saja. hehehe

Entah dimulai darimana, selama periode itu saya ditarik oleh gaya tak kasat mata yang menbuat saya berjalan dengan percepatan positif menuju satu titik. Pikiran saya bereaksi atas aksi yang tak bisa dianggap logis itu. Mungkin karena terlalu emosional memaknainya atau karena saya sendiri bingung mengapa dengan tiba-tiba saya merasa diri saya baru melek akan hal ini.

Titik itu adalah titik asal dimana saya memulai langkah pertama, dunia pertama dan kehidupan pertama saya. Titik itu bernama keluarga.

Sudah hampir sepuluh tahun saya berada di Surabaya, dengan semua hal yang pernah saya alami di sini, baik buruknya telah membuat saya melangkah mundur pelan-pelan dari keluarga. Setelah sekian lama mundur, tiba-tiba saya berlari maju menuju mereka. Ada sesuatu yang mendorong saya untuk berada di tengah-tengah mereka.

Selama dua bulan, saya terlah menemukan hal-hal baru yang tidak pernah saya temukan seumur hidup dalam keluarga saya.

Sebelum titik kulminasi itu terjadi, selama ini saya merasa (subjektif) bahwa saya selalu dianggap seperti anak kecil. Walaupun ketika saya sudah berusia 20 awal, walaupun saya sudah bisa kuliah mandiri tanpa minta uang sama sekai, bahkan sampai saat saya sudah kerja, saya masih diperlakukan seperti anak kecil.

Apa definisi anak kecil versi saya?

19 Jul 2013

Melihat ke Bawah



Kemarin saya bertemu senior jurusan saya, panggil saja Mr. George. Kita ngobrol banyak hal hampir empat jam. Di sela-sela obrolan yang sangat amat sungguh terlalu panjang itu, ada bagian 'menyedihkan' yang justru menjadi bagian untuk tertawa. Ya, soal nasib dan takdir yang telah dilalui masnya.

26 Jun 2013

Globalisasi Itu...

Globalisasi adalah ketika saat ada lagu yang judulnya berbahasa Inggris, liriknya berbahasa Jepang, dinyanyikan oleh penyanyi Korea, ditonton oleh orang Indonesia dengan menggunkan laptop pabrikan China.

Lagunya: PromiseYou
Penyanyi: Super Junior K.R.Y
Dan, penontonnya adalah saya dengan Axio-nya

22 May 2013

Dialog Ramdom

#1 (selesai menjelaskan panjang lebar)

Aku: Sudah sampai di sini ada yang ditanyakan?

A: Ada Mas.

Aku: Apa? Silahkan ditanyakan saja.

A: Tahu gak sih Mas, barusan aku tidur gak nyimak penjelasan dari Mas.

B: Itu bukan Tanya, tapi curhaaatttt!

Aku: (campur ngakak dan dongkol)



#2 (di atas motor, telephone bordering berkali-kali)

Aku: Halo? (tanpa melihat siapa pemanggilnya sambil terus jalan)

Dia: Bos, lagi santai gak?

Aku: Iya, santai kok. (santai nyetir batinku)

Dia: Bisa minta tolong? Bantu kerjain soal UTS-ku. Aku jarang masuk jadi gak ngerti.

Aku: Mata kuliahnya apa? Bbm aja soalnya.

Dia: Pompa.
Aku: *skak mat di tempat* hehehe..sori kalau Pompa aku gak bias, dulu aku dapet jeleeek.

Ceritanya, dia adalah teman SMP yang sedang kuliah LJ tapi tidak di ITS.
 

The Power of PELET

Mana ada sih orang kepelet ngaku kalau dirinya kepelet? Kalau memang ada, pasti Partai Dukun Indonesia tahun depan laris manis jadi caleg, bisa kalah tuh semua caleg professional atau pun yang abal-abal macam artis. Wanda Hamidah, Rieke Dyah Pitaloka, Jokowi, Farhat Abas sampai Dede Yusuf lewat dah semuanya.

Tapi ya itu tadi, mana ada orang pelet ngalahin dukun pelet? Bisa-bisa, para dukun duduk di kursi DPR menggantikan para legislative yang lagi sibu merumuskan UU anti pellet-memelet. Lalu, apa jadinya jika para dukun itu membentuk kabinet yang dimana presidennya juga seorang dukun?

Katanya sih, kekuatan pelet itu menyeberangi lautan segala. Dulu, pas ada tragedy Sampit, katanya ada pelet dari Madura yang menyerang sampai ke suku Dayak di pedalaman Kalimantan. Keren ya pelet itu? Ngalah-ngalahi rudal balistiknya Korea Utara.

 Melet pun banyak caranya, dari yang “hanya” menggunakan jampi-jampi, meminjam organ tubuh yang mati misalkan kuku, rambut, dsb, ada juga yang hanya dengan menggunakan kedipan mata. Ah masak dengan kedipan mata bisa melet? Coba tanyakan pada Eyang Subur.

Dan, ada yang lebih canggih lagi metode pelaksanaan pelet yang baik dan benar tanpa meninggalkan secuil sidik jari pun! Caranya gimana? Hanya dengan modal kebaikan dan kebijaksanaa, begitulah kalimat yang tertera dalam jimatnya.

Gak percaya? Ini buktinya.






Oh yah, ini bukan pelet untuk memancing lho ya. Bukan!

9 May 2013

Opposite



Bagi saya, laki-laki yang memiliki kepribadian untuk "berpartisi hati" adalah hal yang lumrah, walaupun bukan hal yang harus dimaklumi. Hal itu wajar, tapi bukan berarti saya setuju. Jadinya, saya sendiri tidak kaget saat menemukan beberapa teman saya yang tiba-tiba putus-nyambung dengan pasangannya bak main layangan, atau yang gonta-ganti cewek setiap ganti tahun. Cowok playboy, istilah gaulnya. 

Fenomena itu bagi saya adalah hal biasa, karena sering saya temui walaupun berkebalikan dengan prinsip hidup saya. Namun, seminggu yang lalu saya mendapati hal yang lebih dari sekedar berkebalikan biasa. Saya mendapati seorang palygirl, yang justru dengan ringannya bercerita tentang mantan-mantannya yang seperti gerbong kereta api. Ia bercerita dengan nada memelas, meratapi jalannya, mengeluhkan dirinya sendiri dan terkadang tertawa riang. Membuat pikirian saya menyinyir ria.
Segampang itu kah menempatkan hati orang? Itu hati apa siomay?

Pernah di suatu hari, dia bertanya "Apakah menurutmu Luna Maya melakukan kesalahan saat merebut Ariel yang sudah berumah tangga". Pertanyaan ini diajukan saat dua artis itu belum terjangkit kasus "itu". Dia mempertanyakan soal perselingkuhan yang bagi saya seharusnya tidak patut ditanyakan!

Bagaimana saya harus menjawab? Mendadak saya menjadi emak-emak biang gosip.

Pernah juga ada seorang teman dengan lantang dan pede banged berkelakar seperti ini, "Hari gini masih mikirin keperjakaan?" #makinmupeng


10 Apr 2013

Behind The Djoeang (2-end)

“Mau ngapain?”

“Wawancara narasumber”

“Narasumber apa?”

“Buat buku”

“Buku apa?”

“Buku Djoeang”

“Hah? Bukannya kamu sudah sejak wawancara setahun yang lalu”

Saya pun terdiam, seperti seorang tikus yang tertangkap basah sedang mencuri jemuran baju. Ya, setahun lalu saya sudah wawancara ke sana kemari. Hingga saat itu pun saya masih harus wira-wiri wawancara. Lalu, dari sekian lama itu, hasilnya apa? Atau jangan-jangan gak ada hasilnya? Mungkin iya sih.

Dan tahu gak sih loe mengapa buku ini lama sekali proses pembuatannya?

Pertama, karena soal birokrasi yang menggantungkan nasib kita pada ujung ombak yang mengombang-ambing nasib kita. Ujung dari ini semua adalah soal duwid, dana untuk mencetak buku ini. Jangan mikir gaji kalau sudah urusannya memiliki label “demi almamater”. Ombak itu datang dari satu pengurusan Rektor hingga ke rektor selanjutnya.

Kedua, kepemimpinan yang mbalelo bin mbambet. Jujur saya bukan tipe pemimpin yang baik untuk sebuah aktivitas semi-sosial begini. Kegiatan yang manfaatnya tidak bisa dirasakan langsung, namun perjuangannya sampai berdarah-darah dari awal start. Inginnya menjadi garang, tapi akan sangat lucu jika saya melakukan pilihan ini. Jadilah saya menjadi pekerja/bawahan yang baik, bukan pemimpin.

19 Mar 2013

Aneh-Tabu




One upon a time, terhenduslah sebuah percakapan nyeleneh pukul sebelas siang. Di atas bis yang tengah merayapi aspal hitam.

Dia      : Ane jual obat kuat bro.

Saya    : Wah boleh, berapaan boi?

Dia      : (menyebutkan semua jenis obatnya berserta harga per satuannya)

Saya    : Jenisnya banyak sekali boi. Mana yang paling maknyus?

Dia      : Gak pernah nyoba bro, hahaha

Saya    : Hahaha. Iya dink. Yang paling laris apa saja?

22 Feb 2013

Mall Mewah Di Atas Pondok Pesantren

 
Saya jadi teringat film “Doraemon dan Simbad”. Dikisahkan dalam petualangannya, Nobita dkk bertemu seorang Raja dari kerajaan yang telah lama menjadi legenda. Diajaklah mereka ke istana emas, kediaman sang Raja. Jalan menuju istana sangat rahasia, berada di tengah-tengah padang gurun pasir dan harus melewati goa yang hanya bisa dibuka dengan mantra ajaib. Sampailah mereka di istana besar berkemilau emas mirip kastilnya Aladin atau Disney World.

Yaaa...Saya memang tidak menemukan istana emas di gurun, bukan pula di tengah hutan, apalagi tengah kampus. Tapi ini adalah kesan pertama saya saat memandang Ponpes Salafiyah “Bihaaru Bahri Fadlailir Rahmah” yang terletak di desa Sananejo, Turen, Malang.

Bagunannya menjulang sampai 10 lantai, hingga bisa terlihat dari sudut mana punlantai. Yang membuat mata terculek adalah warna cat yang sangat kontras, adanya menara yang menjulang tinggi, serta ramainya pengunjung sampai puluhan bis/mobil antre terlihat menyemut di mulut jalan.

Ini pondok apa objek wisata, guys?

Eksotisme Air Terjun Niagara Versi Lumajang


Dugaan saya tentang Gua Tetes adalah Gua kecil dengan lorong pendek dan minim batuan stalaktit yang biasanya memenuhi Gua-Gua di Tuban. Maklum, saya kenyang wisata ke Gua. Dari Gua yang banyak kelelawar, banyak ikannya seperti sungai, yang panjang sampai satu kilometer, yang batuannya mirip berlian warna-warni, sampai Gua yang banyak monyetnya. Saya khatam semua.

Hasilnya, saya pun melangkah gontai menuju tempat wisata terdekat dari rumah Bang Ali ini. Terlebih, di bagian depan pintu masuk, hanya ada papan 50x10 cm bertuliskan tangan (jelek) yang menunjukkan informasi bahwa di sini ada Gua. Jalanan berbatu tak beraturan. Parkiran pun sepi. Lengkap sudah pesimisme saya.

Yang agak menghibur dari perjalan ini adalah jalanan curam ke bawah yang sangat menantang kaki. Semakin ke bawah, nampak pula hamparan lanskap yang sedang kita lewati, pertemuan dua buah bukit dengan dasar jurang yang berupa sungai. Saking tinggi dan saking dalamnya jurang di bawahnya, membuat saya takjub sekaligus ngeri.

19 Feb 2013

Semeru yang Tertidur Nyenyak

 Semeru dari desa Sumber Urip :)

"Semeru terlelap tidur nyenyak. Tubuhnya yang menjulur tinggi hampir menyentuh langit, nampak seperti seorang raksasa bertaring tajam yang siap menggigit apapun di bawahnya sesuka dia. Kapan saja.Ya, kapan saja sesuka dia"

Bayangan tentang indahnya Gunung Semeru yang membumbung tinggi di dalam benak otak saya terbayarkan dengan melihat sekelimut puncak Semeru yang tertutup awan sore itu. Perjalanan enam jam dari kota Surabaya menuju Kabupaten Lumajang sedikit terobati dengan melihat pemandangan menakjubkan itu.

Saya, yang dibesarkan di desa tanpa gunung, tanpa air terjun, tanpa pohon kelapa menjulang tinggi, tanpa bentang alam hijau nan asri, sungguh takjub melihat puncak Semeru dari jarak sedekat ini. Hanya 13 kilometer dari puncak (estimasi kasar). Puncaknya sangat tinggi, melebihi tinggi semua gunung yang pernah saya lihat. Dan memang dari ukuran resmi, Semeru itu gunung tertinggi se-Pulau Jawa, sekitar 3676 mdpl.

Gunung Semeru semakin mendekat saat kami memasuki desa Sumberurip, kecamatan Pronojiwo, kediaman Ali, teman saya yang menjadi penunjuk jalan sekaligus tempat penginapan gratis. Saya berkelana sejauh ini bukan dalam rangka rekreasi, apalagi untuk mendaki gunung. Tidak!

Alasan utamanya adalah karena saya tidak kuat suhu yang terlampau rendah bagi tubuh minim lemak macam saya. Maklum, saya dibesarkan di daerah Tuban-Surabaya yang merupakan daerah pesisir dengan suhu panas khas dari lautan.

Kekayaan Semeru
Lanskap desa ini secara umum bisa dianalogikan seperti wajan. Dari titik terendah desa, bisa dilihat bukit menjulang mengelilinya dengan ujung titik temunya adalah gunung Semeru. Dari kejauhan juga nampak gunung Bromo yang puncaknya ternyata gak ada apa-apanya dibandingin puncak Semeru.

23 Jan 2013

Dear My Family


 
naega seol koseul ch'ajeul suga eobseul ttae
p'okp'ung sogeseo kireul ireobeoryeoseul ttae
eonjena pyeonaji anneun saranggwa
yonggireul chusheodeon

keudeurege kamsareul ponaeyo
ttaeron honjarago neuggyeoseul ttaega iseojyo
mani ureodeon chinannare nae moseupe
eolmana maeumi a'paseulggayo
himdeureoseulggayo

ijeseoya nan al keotman kat'ayo
nae insaengi kkeut'nal ttaeggaji
i sesangi kkeut'nal ttaeggaji
urin yeongweoni hamgge iseul keoyeyo
chageun maeum moa k'eun him twedeut
urin hanaran keoseul mitgo iseoyo
urihamgge haengbok mandeureoyo
memareun sesang soge

pij'i tweneun nalggaji saranghaeyo nawa kat'eun kkumeul kkugo inayo
cheongmal nawa kat'eun koseul parabogo inayo
keugeotmani sesangye meongdeun ap'eu meul

ch'iryohal su iseoyo
seoro aggyeo chul suman idamyeon
nae insaengi kkeut'nal ttaeggaji
i sesangi kkeut'nal ttaeggaji
urin yeongweoni hamgge iseul keoyeyo
uri ap'eseo
cheolmanghaebeorin saramdeuri idamyeon
tashi ireonal k'eun himi twae chweoyahae

nawa kat'eun kajoke songiri p'iryohal t'enigga
chageun maeum moa k'eun him twedeut
urin hanaran keoseul mitgo iseoyo

urihamgge haengbok mandeureoyo
memareun sesang soge
pij'i tweneun nalggaji saranghaeyo



Artinya: 

Candi, Gunung dan Air Terjun


Kembali ke pertanyaan kuno, mengapa kita harus menulis? Karena pembeda masyarakat sejarah dengan pra-sejarah ada TULISAN! Lewat sebuah tulisan di atas batu, manusia kini bisa tahu bagaimana hidup ribuan tahun lalu. Dalam sebuah prasasti, seorang bisa tahu peradaban asal mula negeri ini. Dan di zaman milenium ini, lewat sebuah buku, nama anda akan dikenang sepanjang hayat hidup hingga nama dikubang tanah.



Ia terdiam selama ratusan tahun lalu. Kakinya kokoh memangku peradaban kaumnya yang telah musnah.Tumpukan batu alamnya melahirkan kehidupan di sekitarnya. Dari ratusan tahun lalu, hingga kini. Inilah sejarah kerajaan Majapahit, cikal bakal negara Indonesia. 



Mengapa wilayah Indonesia pasca penjajahan bisa seluas itu? Bandingkan semua negara di kawasan Asia Tenggara, Indonesia adalah negara dengan luas wilayah sangat luas, bahkan terluas. Dasar penentuan batas wilayah Indonesia adalah wilayah bekas jajahan Belanda. Dan wilayah itu adalah (diklaim para Sejarawan yang saya pun meragukan) adalah wilayah bekas Kerajaan Majapahit. Mungkin, candi di atas adalah satu bekas peninggalan "besar" yang tersisa hingga kini.


Namanya candi Tikus, bener nggak? Mengapa disebut Tikus? Saya tidak tahu ceritanya. Sebuah nostagia dari naskah buku IPS waktu SD. Seperti sebuah de javu, menghadirkan gambar dalam buku menjadi kenyataan. Mungkin akan sangat menarik jika pelajaran Sejarah bisa ditemui dalam kenyataan, bukan sekadar menghafalkan sejarah Kerajaan dari buku saja.



Dahulu kala, gunung ini hanyalah sebuah hamparan tanah datar saja. Hingga sembulan magma di dalam perut bumi menyeruak lapisan batuan di atasnya hingga menjadi sebuah gunung. Dari masa ke masa, gunung tumbuh berkembang layaknya manusia. Hingga suatu saat nanti ia akan mati menjadi hamparan tanah datar saja. Manusia juga.

Meluncur bebas dari atas 70 meter, setiap detik dari puluhan tahun lalu sampai entah kapan. Terus meluncurkan air yang berbeda setiap detik, dari silih pergantian manusia demi manusia yang menantinya di bawah. Mengalir terusa dan selalu, tanpa mempedulikan pergantian peradaban satu demi peradaban lainnya. Sampai kapan?
 



Alam menduduki bumi dalam sunyi. Manusia mengisi bumi dengan peradaban yang melahirkan kebudayaan, perubahan dan bencana. Lalu, dimanakah kita?

21 Jan 2013

Behind The Djoeang (1)

Perhatian Sebelum Membaca!
1. Awas, Bacaan 17+! Jjika anda belum cukup umur dipastikan anda akan mengantuk atau sakit perut.
2. Tokoh di dalam sini tidak fiktif, jika ada kesamaan nama dan kejadian, itu adalah kesengajaan mutlak!
3. Baca aturan pakai, jika sakit berlanjut, hubungi orang pintar terdekat :)


Inilah sebuah kisah atas di bawah atap pembuatan buku di atas, pastikan barang bawaan anda tidak tertukar. Selamat membaca dan tertawa :)

One upon a time, pasca kelahiran “25 Mahasiswa Inspriatif ITS”, selang tiga bulan kemudian dibentuklah tim buku baru. Saya tidak tahu pasti kapan tim ini bentuk, jadi kita tidak pernah merayakan hari jadian kita *apasih. Saat itu tim kita cuman dua orang: saya dan Pak Menteri HubHubYeah. 

Titah dari tetua kita menyarankan agar setiap angkata ITS Online bisa melahirkan 1 buku. Namun, entah kutukan darimana angkatan saya justru tinggal dua orang saja. Bahkan tak sampai sebulan setelah pembentukan tim, Pak Menteri lebih memilih PIL-nya di Himpunan daripada saya *cedih nich.

Tidak mau patah hati berlama-lama, saya pun meminang tujuh orang langsung untuk menemani kesendirian saya. Mereka yang tidak beruntung itu adalah Elita, Ukhti Aisya, Emak, Ngek, Erik, GooDad, dan Thong2. Hari pertama, mereka saya tembak satu-satu. Dan, Erik langsung menolak lamaran saya *cedih nich jilid 2.