31 Dec 2011

Komitmen Kopor



Emang mengikat komitmen itu segampang ngikat sapu lidi? 

Rasanya dua hari itu saya ingin mencak-mencak gara-gara tingkah satu orang. Dia itu, dengan semangat seperti seorang pelopor perjuangan, dengan mental berani mati, demi mengopori saya untuk menikah. Helloooo? Menikah!

AAAAPA?
#gaya sinetron

Sekali, saya bergeming. Dua kali, saya mulai bantah. Tiga kali, adu cekcok. Seterusnya, saya maki-maki dia. Kok semangat sekali mengopori saya untuk hal ini? Ada tendensi personal yang dia usung dengan tema spesial ini.

"Heh, koen iku ngopor-kopori terus, nasehati terus, untuk hal yang belum kamu lakukan juga! Nuding awakmu dewe sono!"

Saya geram. Bayangkan, sepanjang perjalanan lima jam menuju Surabaya, saya bersms ria dengan dia dengan topik yang sama dengan argumen yang sama dan dengan semangat yang sama (dia ngotot, saya ngeyel). Lengkap. 

Nyampe Surabaya, Akhirnya, dia nyerah juga. Setelah saya bombandir dengan statement sarkasme yang menciutkan hatinya, haha #tawasadis.

Okelah, jujur saja, saya pernah berujar bahwa:

"Nikah itu kebaikan, nikah itu ibadah. Maka, berlomba-lomba untuk segera menikah, adalah berlomba-lomba dalam ibadah dan kebaikan (fastabikhul khoirot)"

Saya setuju dengan argumen saya. Hanya untuk saat ini dan beberapa tahun ke depan, saya tidak ada obsesi ke arah sana. Anda boleh sepakat atau tidak? Terserah.

26 Dec 2011

Buku, Resleting dan Dolly



Sore hari itu, saya berniat ke Masjid Baitul Muttaqin untuk sholat dzuhur sekaligus menjahitkan celana. Tepatnya di depan eks warung Libels. Jujur, saya lupa nama mas penjahitnya, padahal sudah kenal lama dan sering ngobrol kalau ketemu di warung/masjid. Pas baru nyampe. Saya (Hoe), Mas Penjahit (MP).

Hoe: "Mas mau benerin celana"

MP : "Ehmmm...Mas yang nulis buku ya?"

Hoe: (mikir lama, kok nyambungnya ke Buku?)

MP : "Kemarin saya ke Gramedia Mas, saya lihat fotonya sampeyan. Kayaknya saya pernah kenal."

Hoe : "Oh ya Mas. Itu saya sama teman saya yang buat"

MP  : "Judulnya 'Permata Dalam Lumpur' itu saya kira kisah anak-anak Sidoarjo"

Hoe : "Bukan, itu juga judul pilihan penerbit, bukan dari kita. Itu di Dolly Mas"

MP  : "Oh gitu, bagus bukunya Mas. Lha terus sampeyan masih sering ke Dolly?"

Hoe : (agak shock, kenapa nyebut Dolly banter banget) "Masih, setiap minggu sekali"

MP  : "Hah? Setiap minggu? Berarti sering banget? Hafal sekali dengan daerah sana?"

Hoe : "Ngerti banget Mas, sampeyan mau ke sana? Saya beritahu tarifnya, dari paling murah sampai yang mirip apartemen"

Kita: Hahaha...(tertawa bersama, ada seorang lagi yang ikut tertawa)

Hoe: "Ayo Mas melu nang kono, kesempatan langka lho"

Hahaha...(tertawa lagi)

Hoe: "Oh yo Mas, ini mau benerin celana"

MP : "Apanya yang dibenerin?"

23 Dec 2011

Perpisahan


Saya percaya sepenuhnya pada suatu dealektika ringan bahwa 

"Esensi dari Suatu Pertemuan Adalah Perpisahannya"


Jika saya bertemu, berjumpa atau mengawali sesuatu, esensi keberadaannya baru bisa diukur saat perpisahan. Saking kuatnya dogma ini, saya selalu membayangkan suatu adegan perpisahan dari suatu hal yang telah saya mulai. Entah itu jenjang pendidikan, perkenalan dengan sahabat, memiliki barang, suatu komitmen atau yang pasti: sebuah kehidupan yang pasti berujung kematian.

Rasanya saya terlalu hiperbolis dan tidak manusiawi jika harus bercerita tentang pikiran saya ini. Karena ini hanyalah satu dari jutaan persepsi personal saya. Awalnya, persepsi ini mucul aat saya lulus sekolah SD dan masuk SMP yang berbeda kecamatan. Saya hanya satu-satunya murid lulusan SD saya yang mbolang ke SMP Rengel (karena saya dari Kecamatan Soko). Saya hanya berteman dengan satu orang kala itu, seorang yang tidak pernah saya kenal sama sekali. 

Saat itu hal yang paling mengguncang saya adalah rasa hilangnya teman-teman saya. Saya benar-benar shock dihadapkan pada teman dan kultur kekotaan yang sangat berbeda dengan latar belakang yang saya bawa. Semua nampak seperti paradoks akut. Seminggu pertama sekolah, saya masih terbiasa untuk menjalaninya. Menginjak dua minggu, saya merasa sangat kehilangan teman-teman SD saya.

Saya tidak bisa mendiskripsikan rasa hilang itu seperti apa, karena bagi saya, masa-masa terindah dalam hidup saya itu masa bersama mereka. Masa SMP sedikit individualis, SMA tambah hedon, kuliah tambah merana. Bagaimana bisa dicerminkan, teman yang telah bersama dengan kita enam tahun (bahkan ada yang delapan tahun), tiba-tiba lenyap bak ditelan bumi? Saya sudah lost contact sama sekali dengan mereka. Bukan karena saya egois, tapi rumah kita berjauhan, rute sekolah kita berlawanan, dan tidak ada HaPe saat itu!

Pernah, dalam suatu perjalan pulang sekolah, saya menangis tersedu-sedu untuk mengartikan rasa kehilangan ini. Rasa manis yang harus tercerabut oleh masa, yang tidak akan pernah kembali, atau pun tergantikan. Hingga berbulan-bulan, hingga menginjak caturwulan pertama, saya baru bisa menatap masa depan, bahwa saya harus maju. Memandang ke depan, melangkah terus. Ini juga demi mereka, karena kehadiran mereka, akan selalu saya kenang sebagai sejarah manis dalam hidupku.

20 Dec 2011

Bungkusan Rumah

Saya pulang ke rumah tiga hari, lalu balik lagi ke Surabaya bersama oleh-oleh ringan ini: sebungkus nasi kuning dan roti dari ibu saya. Bawaan berat lainnya: 30 kiloan beras dan tiga tundun pisang siap santap. Alamaaak, abot!

16 Dec 2011

Egoisme



Peci hitam, berpadu dengan kemeja lengan panjang, ia mengendap-endap di pelataran parkiran. Ia, yang juga bersandal hitam dan bersarung itu tidak sedang hendak ke masjid. Rumput-rumput yang melintang di hadapannya, dirajah dari tempat tumbuhnya. Sesekali sampah yang berceceran ia pungut, di masukkan ke tempat sampah, dan kembali merajah rumput, lagi.


Di pelataran parkiran masjid. Ia, seorang kakek dengan ubannya yang mengerubuti kepalanya. Sementara, saya hanya diam, memandanginya dari serambi masjid, yang pasti lebih sejuk dari panasnya pelataran sana. Ego apa yang sedang saya bawa? Hah?

11 Dec 2011

Kejutan!


Sehabis kehujanan, kedinginan dan dalam kesendirian. Ada sebuah pesan singkat masuk ke Hape Nokia 6600 ku, dari nomor yang tidak saya kenal

"Kapan saya bisa ikut mengajar permata di Dolly? Pertanyaan yang muncul di setiap bab membaca buku kalian. Salam kenal Liona di Bengkulu. Sampaikan salamku untuk mereka, adik-adik yang ku kenal"

Ku pandangi layar hape butut ku yang tadi sempat error keypad-nya. Subhanallah yah, saya termotivasi dengan kalimatnya. Saya membalas segera pesan singkat itu. Kita berkenalan dan berdiskusi sejenak, mendekati jam "larangan", jam sembian malam.

Dia seorang mahasiswi jurusan Jurnalistik di Universitas Bengkulu, semester lima. Mungkin ia tertarik dengan buku ini karena dia pun melakukan hal yang sama, hanya beda tempat. Bahkan, mungkin juga di waktu yang sama, kita melakukan hal yang sama. Entahlah.

"Ikut program Indonesia Mengajar juga?" ia bertanya ringan.

Ah, pertanyaan ini. Sudah berapa puluh orang yang menanyakan. Program yang digagas Anies Baswedan ini secara pribadi (jujur) membuat saya ngiler seember untuk mengikutinya. Namun realita berkata lain, ada hal lain yang tidak bisa saya rengkuh bersamaan dengan program ini. Saya berkeinginan, berminat, dan setidaknya ada niatan, tapi saya memang harus realistis, memilih jalan yang seharusnya, bukan yang saya inginkan. Saya tidak bisa ikut IM. Titik.

"Realita tidak mengijinkan, tapi siapa tahu Allah mengijinkan?" ujarnya.

Entahlah. Wallahu'alam bishowab.

9 Dec 2011

Mereka Telah Beramal Nyata


Tulisan ini copast dari salah satu grup fb, hanya sebagai motivasi untuk berkarya dan menulisa. Cekidot!


By: Decka V. Ginanjar*

Rasa penasaran ana kini terjawab sudah. Sore itu ana sengaja meluangkan waktu untuk mencari buku itu. Setelah solat Ashar, dan sembari menunggu waktu buka puasa (9 Muharram), ana langsung menuju Gramedia di jalan Basuki Rahmad. Tidak terlalu lama, buku itu berhasil ana dapatkan, dibantu oleh seorang karyawan Gramed. Setelah membayar, ana langsung mencari tempat duduk dan langsung membaca buku itu. 

Membuka lembar pertama dari buku itu aku menemukan kalimat ini, Thanks to: KAMMI, Pak Kartono, Para Pengajar Taman Baca Kawan Kami, dan Orang-orang yang berjuang memberantas prostitusi. Membaca lembar ini, ana merinding bercampur haru. Ana mulai membaca buku itu lebih dalam lagi. Membaca lembar –lembar selanjutnya, memunculkan rasa haru bercampur rasa bangga dalam diri ku. Tulisan itu masuk menyetuh hati . 

Dan perasaaan itu semakin tak terbendung ketika melihat beberapa foto nyata dalam buku itu. Tak tahan rasanya , aku pun meneteskan air mata ditengah ribuan buku dan orang-orang yang berlalau-lalang di dalam Gramed.

Permata Dalam Lumpur (Merangkul Anak- anak Pelacur dari Lokalisasi Dolly), inilah buku itu. Buku yang ditulis oleh akh Satria Nova dan Nur Huda ini adalah kisah nyata yang inspiratif. Mereka mengungkap kisah orang-orang yang terjebak kedunia hitam. Kisah memilukan para pelacur dan mucikari. Kisah anak-anak setempat yang terancam hancur dan rusak masa depanya. Dan para relawan (khususnya kader KAMMI Surabaya dan aktivis mahasiswa dari ITS) yang berusaha ikut memberikan perubahan atas ketimpangan social yang terjadi di Dolly. Sebelum membaca buku ini saya telah banyak mendengar laporan pahit manisnya kondisi disana. 

Kondisi pengajar, kondisi anak-anak yang dibina, hingga kegiatan yang mreka lakukan. Tapi itu hanya “ana dengar” , ana belum melihat kenyataanya. Tapi kini…. buku itu tlah menjawab semua rasa penasaran saya. LSO Lentera Harapan yang kini masih dibawah koordinasi KAMMI Daerah Surabaya juga menjadi salah satu judul BAB dalam buku ini. Sungguh menyesal rasanya, jika dulu usul (baca:pendapat) saya, ”LSO Lentera di bubarkan saja” dalam forum musda dan forum- forum sebelumnya, benar-benar disetujui.

‘Ala kulli hal, saya ingin menyatakan. Buku ini recommended..!, sangat layak di baca oleh kita maupun walikota. Mereka telah berkontribusi nyata. ! Selanjutnya adalah siapa….? Semoga kita. Ana sampaikan penutup: Mari ber-Amal Nyata!

*Pengiat KAMMI Daerah Surabaya

6 Dec 2011

Dialog-plak!

Sebuah dialog ringan yang ingin saya cantumkan dalam blog ini. Semoga menghibur eaaa...

Adegan Pertama
Saya    : Ayo boi, carikan tutup botol minuman berkarbonasi.
Teman : Nggak usah Mas, adik-adiknya saja yang disuruh bawa sendiri dari rumah.
Saya    : Oh ya , baguslah. Nggak usah repot-repot. Di sana kan ada banyak tutup botol.
Teman : Iya Mas.
Saya    : Ya, tutup botol bir.
Teman : Hahaha...Iya, nanti disuruh nyuci dulu sebelum dipakai.
Saya    : Wah, ada gunanya juga tumpukan krat Bir di sana (mbatin).


Adegan kedua
Teman : Ayo segera! (sementara saya masih di jalan)
Saya    : Iya...Ini saya bawa rombongan.
Teman : Berapa orang?
Saya    : Enam orang, seperti mau demonstrasi. Rame sekali. 
(padahal niat hati ingin mengajar, kok saya berimajinasi pada kata "demo"?)

Apresiasi

Pagi hari, perut saya sudah tidak beres dari tiga hari yang lalu. Niatnya mau shoum tapi dipaksa keadaan, mungkin sampai akhir desember saya bakal tidak bisa puasa sama sekali :'(

Eh, pagi ini saya dapat SMS yang cukup mengejutkan. Dari salah seorang saudara laki-laki, yang sebelumnya tidak saya kenal sama sekali. 

"Kemarin ana baca buku antum dan Akh Nova. Menarik sekali. Air mata ana pun menetes....."

Wah, subhanallah yah. Saya jadi ikut terharu. Ah, saya berharap, semoga tulisan "ababil" saya di buku itu bisa menginspirasi orang untuk beramal kebaikan. 


*) itu SMS dari Sekum KAMMI Daerah Surabaya

28 Nov 2011

Lifespan Development


Hidup itu seperti rutinitas untuk mengisi dunia di antara dua hal saja: hidup sampai mati. Titik. Tinggal bagaimana warna hidup itu bisa membingkai masa sempit di dunia ini menjadi hal yang menarik, dan tentunya bukan sekedar satu warna rutinitas yang monoton.

Seperti pagi ini, mungkin sudah menjadi takdir saya yang harus seperti ini. Toh, saya sebenarnya juga tidak terlalu mengeluh dengan nasib ini. Agenda setiap minggu saya adalah membersihkan seluruh rumah seorang diri. Mirip pembantu rumah tangga, hanya saya punya shift wajib hari minggu. Mulai dari menyapu, ngepel, cuci piring, sampai ngatur-ngatur barang yang sangat berantakan –karena tidak pernah dirapikan selama sepekan. Hitung-hitung olahraga pagi, mengingat rumah ini lumayan melebar. Berseni bukan?

Kedua, saya ke pasar. Sudah menjadi hal biasa bagi saya, berbelanja sayuran atau lauk mentah untuk keperluan masak. Hari ini: kangkung, lombok abang, pencit dan ikan pindang. Sisanya masih ada stok di kulkas, begitu kata juru masak rumah ini alias tante saya. Oke, budhal bareng adik.

25 Nov 2011

Kala Delusi



Ini adalah saat mata melihat semua hal dengan fatamorgana penuh. Saat otak bisa berpikir tentang semua hal yang tidak nyata. Kala tangan bisa menyentuh benda, tapi tak bisa dirasakan. Saat nafas masih menghirup udara bersama zat biusnya. Kala jantung berdegub bersama detakan heroin. Kala kesadaran tertindih halusinasi. Inilah saat ini, hari ini.

Saya tidak mampu merasakan hembusan nafas dari tadi. Juga depakan kaki saya di atas mesin ini. Tak pula dengan tonjokan ringan ke bagian atas muka saya. Juga tidak dengan hembusan malam yang dingin ini. Saya tidak bisa merasakan, mana bau aspal, mana bau kasur. Semua nampak samar. Hingga tiba-tiba kendaraan beroda delapan tepat berada satu meter di depanku. Ia mengageti saya. Tapi itu pun tidak lama. Saya kembali berhalusinasi lagi.

Tangan saya bergetar hebat. Kaki saya kejang-kejang tidak karuan. Punggung saya seperti kesetrum. Mata saya tidak bisa diajak koordinasi untuk berakomodasi. Perut saya menjadi biduan malam. Otak saya sudah lari entah kemana. Sementara tubuh saya masih berada di atas kuda besi ini. Masih 30 kilometer di depan sana. Masih jam 10 malam.

Hari ini. Inilah sebuah malam dengan delusi tingkat dewa.

Tengah malam, 24 Nov

20 Nov 2011

Gado-Gado Gallery

Hari ini dipenuhi dengan agenda jalan-jalan. Diawali dengan pagi-pagi saya harus bersih-bersih rumah (agenda rutin akhir pekan). Lanjut ke DTC beli bedcover yang memakan waktu hampir sejam setengah. Ngampus. Terus ke Nikahan Mbak Indah. Ke DetCon. Osowilangon. Dan terakhir ngampus lagi nonton bola, hehe.

Sholat Dzuhur di Manarul Ilmi, Ashar di mushola PTC, maghrib di Masjid Muhajirin Pemkot, Isya di Baitul Muttaqin Keputih. Keyeen :)


Itu bawa karung apa mbak? haha 

Senyum terlebar = akan segera menyusul :D 



Ngintip akhi-akhi di depannya, hehe 



Muis nyari pasangan buat kucingnya :P 

Nah lho, kucing hamil saja masih diembat 

Mbak indah, so sweet..

pose sebelum manggung 


Jarang lihat pose nanda kayak gini, hehe 


mau kondangan :) 

13 Nov 2011

KuMoet (Kutipan Moetiara)


Dikutip dari grupnya Ustadz Soehardjoepri

Pernahkah...


Kau berada dalam situasi yang buntu. Semua terasa begitu sulit. Begitu tidak menyenangkan hambar. Kosong. Bahkan menakutkan?



Itu adalah saat di mana Allah mengijinkan kamu diuji, supaya kamu menyadari Keberadaan-Nya dan Alloh ingin mendengar rintihan dan doamu. Karena Alloh tahu kamu sudah mulai melupakan-Nya dalam kesenangan (QS 47:31 , 32:21)


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dari grup KPSI

Nobody can go back and start  a new beginning, but everyone can start today anda make a new ending -Maria Robinson

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Seperti apa pun  hari ini, semoga Allah tetap mengusap lembut hati kita, menjadikan kita bagian dari barang-barang yang berjiwa tenang. Yang kelak akan datang pada Allah dengan wajah bercahaya. 

Semoga hari-hari kita diwarnai kasih sayang-Nya. Dan setiap peluh dinilai sebagai pemberat amal kebaikan. 

12 Nov 2011

Sabar yo Hud!



Lima belas meter di depan sana. Satu bangunan berlantai enam itu nampak sudah menjadi rumah kedua saya. Kakiku melangkah pelan. Pelan sekali. Hingga enam belas langkah, nafas itu masih menggebu. Hingga entakan kaki ketujuhbelas, semuanya runtuh. Air mata saya tumpah. Kunang-kunang di depan mata menari. Memutari pandangan ku yang terulas menuju birunya langit.

Pernahkah anda merasakan kepasrahan total dengan kehidupan? Saat semua energi, usaha dan do'a yang anda curahkan tidak menghasilkan apa pun? Saat harapan tinggi yang anda usung, tak secuil pun terwujud? Kala semangat anda harus beradu dengan realitas yang menggilas total heroisme itu? 

Kondisi itulah yang sedang saya alami hampir mendekati tiga bulan terakhir. Saya sedang frustasi akut. Mendiamkan begitu saja sebuah masalah yang super besar, tergeletak begitu saja. Urusan yang berkenaan dengan hidup-mati saya. Hal yang berimbas pada sisa hidup saya di dunia, juga tentang akhirat yang penuh misteri itu. Tentang masa depan, tentang banyak orang, tentang keabsuran duniawi-keabadian. Kompleks.

30 Oct 2011

Aku Malu




Lamat-lamat ia berjalan di atas jalan dan langit yang menghitam ini. Tubuh ringkihnya tidak sepadan dengan senyuman yang ia umbar setiap detik. Ia juga tersenyum padaku.

"Koran Mas, koran.."

Saya terdiam. Hanya membalas dengan sebalut senyum kecil. Ingin rasanya aku menumpahkan rasa malu ku saat itu juga. Di bawah lampu lalu lintas yang sedang memerah. Bersama lolongan suara puluhan kendaraan yang menderu. Aku malu dengan nenek ini. Beliau tersenyum, semangat mengais rejeki masih membubung tinggi, walau hari sudah menjelang tengah malam. Beliau juga masih tersenyum padaku, kepada semua orang.

Beliau tersenyum lagi. Raut mukanya, tampak lebih tua dari nenek saya yang sudah memiliki 14 cicit. Beliau sungguh nampak sangat tua. Tapi, senyumnya mampu mengaburkan semuanya. Semangatnya, melunturkan rasa malasnya. Gairahnya mencerahkan pekatnya malam itu. Tidak seperti aku.

Aku malu. Aku ingin menangis. (Sungguh) malu.

Amatir Tiiirrr

Ini gambar buatan adik saya, Dandy dengan modal PAINT. Entah gambar apa, haha

Meretas Dini Hari

Tengah malam. Meretas dinginnya air hujan yang berdenting bersama hembusan angin menjelang dini hari. Bersyukurlah, di jok sepeda motor sudah saya siapkan jas hujan. Lama, hampir sepuluh menit sengaja menelanjangi tubuh dengan balutan air yang merembes ke pakaian. Segar, itu sensasi pertama. Lama kelamaan, dingin juga. Sementara bulir air dari langit semakin keras, besar dan deras!

Beruntunglah, pikir saya. Walaupun kedinginan sementara. Dan belaian angin malam itu terasa sejuk, mendekati menggigil. Hingga sampai di Bundaran ITS. Apa? Di sini hanya gerimis rintik-rintik saja, sementara jas hujan saya sudah seperti habis dicuci. Balutan air yang tercecer di jalanan sudah menunjukkan kawasan sini sudah diguyur hujan sebelum. 


Tengah malam telah berlalu. Seorang anak manusia merayapkan kaki di antara kegelapan dini hari. Ia sendirian. Bercelana sambil menenteng tas hitam pula, ia semakin terlihat samar. Hanya wajahnya yang saya ingat, penuh dengan guratan lelah. Namun ia masih tetap bisa mengumbar senyum. Kuda besi ku berhentikan.


"Belum bisa pulang, masih nunggu hujan reda"

Itu jawabannya, masih dengan semangatnya untuk tersenyum dengan saya. Ya, walaupun saya juga tidak mengenal siapa dia, ia nampak akrab saja. Saya pacu kuda besi ini menuju Keputih. Tapi ini sudah terlanjut dini hari, terlambat. Kalah cepat dengan portal yang sudah tertutup.



"Nggak papa Mas, di sini saja. Di saya ngekos di gang 2D kok, sudah dekat"


Nampaknya ia sadar dengan baju dan celana saya yang sudah basah kuyup. Juga wajah saya yang terlihat sangat kusut (karena pada dasarnya sudah kusut), dan agak membiru karena dingin. 


"Oke,hati-hati"


Satu teman ku tambah dalam katalog hidupku. Walapun, esok harinya pasti saya sudah lupa dengan wajahnya. Benar-benar faktor T(u)A.

¬¬¬¬¬¬¬¬

"Males mas, engko malah dipikir wong homo"

Saya tertawa ringan, hampir ngakak. Padahal niat saya hanya ingin motret dia dengan latar kerumunan orang saja, tapi dia sudah antipati. Sementara di samping kanan-kiri, depan-belakang saya, berjajar muda mudi yang bercengkerama bebas. Bercahayakan temaram lampu penerang jalan yang menyilau kuning, semua nampak eksotik, klenik (?). Di tengah kesibukan penjual yang mondar mandir, mereka nampak selaras dengan alunan jalan yang dilewati aneka kendaraan. Nampak seimbang.

Inilah kawasan jembatan Middle East Ring Road (MERR) di tengah malam minggu. Ya, saya malam mingguan di sini. Bersama seorang teman -yang justru adalah laki-laki. Memang disengaja untuk membicarakan sesuatu. Yang teramat mendesak, penting dan tertunda sejak lima jam sebelumnya.

Namun, ia yang hadir bersama wajah cemberutnya karena Chelsea kalah 3-5 dengan Arsenal, justru masih sempat bercanda dan tersenyum. Walaupun (lagi), dia juga harus menunggu cukup lama. Kita diskusi. Mengobrol. Tertawa. Dan pulang bersaing dengan hujan.

Ditemani segelas Bir Bintang isi STMJ :)

Kaget: ada penampakan HANTU! Hahaha

Sudahlah, lupakan hantu itu. Setidaknya sebelumnya saya sudah malam mingguan berlima dengan kawan-kawan ITS Online di Taman Mundu. Dari tidak mengertinya saya dengan orang yang saya bonceng, Lutfia yang sayang anak ehh...keponakan maksudnya, Rani yang minta ampun polosnya serta Icha yang jeprat jepret sana sini sono. 

Juga dengan Boneka Lumba-Lumba Pink jam setengah delapan malam sebelumnya. Jangan lupa dibuatkan baju koko yang pas ukurannya plus foto eksklusif 15R The Man Behind The Koko, haha. The Last, semoga lekas sembuh ea kaka :)

24 Oct 2011

Unnamed Day

If we show a little love
Heaven knows what we could change
So throw a pebble in the water 

Can stir the widest ocean
-Make A Wave

Tengah malam. Tak satu pun orang bisa menangani perkara esok hari. Sebenarnya sangat simpel, tapi bukan hal sepele. Menjadi pengisi materi Pelatihan Jurnalistik di Kopma dr Angka. Simpel kan? Jauh-jauh hari sudah saya tugaskan ke Mbak Eka, tapi mendadak dia sakit lumayan memprihatinkan gara-gara ditinggal ikan Lumba-lumbanya ke luar kota (mungkin), haha. 

Saya ganti dengan Mas Muizz, dia siap. Eh, entah karena kutukan atau apalah itu namanya, dia juga sakit tiga hari menjelang hari H. Suaranya jadi mendesah-desah mirip Syahrini gitu, mungkin karena kebanyak manggung dan njoged bareng SM*SH, haha.

Mendekati jam sembilan malam sebelumnya, saya sempat telepon Mas Muizz. Pastinya saya khawatir, selain karena dia sakit juga karena pas rapat tadi kondisinya sungguh seperti orang yang tidak keurus, entah kemana istrinya, haha. (hobi menertawakan penderitaan orang lain)

"Ya Mas. Habis ini aku segera minum obat dan besok pagi minum jahe"

Simpel sih, saya sebenarnya bisa "mengorbankan" dia untuk menjadi pengisi. Tapi dengan kondisi seperti itu, saya justru kasihan dan tidak mentolo. Apa kata peserta jika pembicaranya ngomong mendesah-desah mirip kucing kebelet beol? Haha. Oke, saya batalkan, carikan kru lain.

23 Oct 2011

Tangis Perempuan





Saya selalu berada di posisi dilematis ketika berada di depan perempuan yang menangis di depan saya. Dengan sebab dan asal muasal apa pun, pasti saya hanya akan berdiam diri. Mematung tanpa suara. Sepi.


Saya juga tak hendak mengikuti alur tangisnya, apalagi menyambung rajutan wajah murungnya. Tak pula mendadak ingin tertawa, menertawakan penderitaan orang lain. Tidak pula untuk mencoba menenangkan, berharap tangisnya bisa segera reda. Saya hanya akan terus diam. Diam. Diam.


Tak satu pun dalam kapasitas otak saya yang bisa aktif menelaah mengapa saya harus diam, aktif, atau setidaknya berempati. Karena dalam suasana seperti itu, biasanya saya hanya bingung, terpaku dan tidak tahu apa yang seharusnya saya lakukan. Tidak ada logika dalam pikiran saya yang bisa menerima mengapa menangis itu menjadi hal yang wajar, terlebih menangis di depan orang lain. Lebih-lebih lagi, di depan lawan jenis.

22 Oct 2011

Mengenang Pejuang ITS (1)



Bagi saya, sejarah itu adalah kumpulan puzzle dari masa lalu. Baik-buruknya adalah akumulasi dari semua hal dari waktu yang telah berlalu. Juga tentang ITS yang tengah meretas masa gemilangnya sekarang. Adalah buah implikasi dari rintisan para pendahulunya. ITS adalah sebuah mimpi puluhan tahun yang menjadi kenyataan.


''Saya lahir 1927,'' ucap pria bertubuh tegap dan tinggi besar itu, khas perwira.

Rambutnya sudah memutih semua. Di usia yang terbilang senja itu, sehari-hari ia masih aktif melakukan aktivitas seperti biasa, juga masih masuk kerja, rutin. Tutur katanya pun masih sangat jelas. Ingatannya juga masih kuat. Bahkan jika sedang berbicara langsung dengannya, ia nampak jauh lebih muda dari umurnya. Ada aura kharismatik dari setiap ucapannya, juga kebanggaan pribadi saya atas kesempatan bertemu dengannya.

Beliau adalah Kol Laut Ir Marseno Wirjosapoetro, Rektor kedua ITS. Menjadi orang nomor satu di ITS selama lima tahun sejak 1964, hampir setengah abad silam. Sejenak, pikiran saya langsung terlempar ke lorong waktu puluhan tahun lalu. Membayangkan betapa kaya pengalaman orang yang telah membesarkan kampus perjuangan ini. Juga bersama gulungan waktu yang  telah berlalu, banyak prestasi dan inspirasi yang telah ia torehkan.

Sahabat LBK



"Assalamu'alaikum..."



Membuka pintu, kemudia celingak celinguk sana sini, memandang seluruh isi ruangan. Nihil, semua berwajah muda. Apakah ada salah satu di antara mereka adalah narasumber yang akan saya wawancarai. Semua masih tampak seperti mahasiswa!


Dan cling...

Ada satu wajah yang sangat familiar bagi saya sejak tujuh tahun silam. Waahhh, Mas Anom. Padahal niatnya menemui narasumber untuk mewawancarai terkait isu dan informasi seputar PENS, namun malah saya terkaget-kaget dengan kehadirannya. Sangat tidak terduga.

Dan pasca menemui pembina Tim Robot PENS ITS, Pak Nando -yang wajahnya jauh lebih muda daripada saya, dilanjutkan dengan nostalgia dengan Mas Anom, yang sudah menjadi Pak Anom Bestari, dosen Teknik Komputer PENS ITS. Beliau lulusan dari universitas di Malaysia dan yang ingin mengabdi di almamaternya dengan menjadi pengajar.

Pandangannya teduh, tutur katanya berkarakter, dan sangat ramah, jauh berbeda dengan saya. Masih sama seperti dulu, hanya pastinya pengalamannya sudah jauh lebih kaya. 

17 Oct 2011

Romansa Lumba-Lumba (Season 2)




Hoe: "Drin, ada 'sesuatu banged' yang mau aku sampaikan ke kamu"

Ald: "Apa itu Mas?"

Hoe: "Ini(sambil memberikan bingkisan)"

Ald: "wahhh...makasih banget Mas (buka kotak bingkisan)"

Hoe: "Drin, sebenarnya...(bagian ini bisa diisi sendiri, ini soal multiple choice, sesuai kehendak hati)"

Ald: "Wah, akhirnya hubungan kita terekspos media"

Hoe: "Ngga papa Drin, gimana?"

Ald membuka bungkus bingkisannya (sementara) dan membaca surat *int*nya.

Ald: "Kok buaya Mas? Yang suka boneka buaya kan Mas Erik"

Kisah romansa pun berakhir di sini. Ald lebih memilih Rik dengan memberikan boneka itu kepadanya.

Rik: "Saya itu suka boneka Buaya dan Ikan"

Boneka buayanya sudah di tangan, tapi ikan Lumba-Lumbanya masih tersangkut di hatinya esy :P

14 Oct 2011

Curhat Korlip (1)

Ini adalah sebuah cerita delima, dari sebuah perjalanan dan pengalaman menjadi seorang Koordinator Liputan a.k.a Korlip.

Teramat Intim
Hahahaha (suara bayi, ringtone hape saya)
Ia sangat hiperaktif mulai dari pagi hari, siang, sore, malam, tengah malam, dini hari sampai di tengah-tengah asistensi pun seperti Hape yang tidak tahu diri. Inilah salah satu keintiman saya dengan dunia perkorlipan. Hampir setiap waktu ada saja SMS/Call masuk dengan beragam persoalan.

Untuk satu tulisan saja, saya harus memberitahu penugasan, mengkonfirmasi pada hari H, memastikan tulisan naik dan tentunya memastikan redaktur buat ngedit. Satu tulisan mungkin minimal 3 SMS, itu belum jika ada yang bermasalah dengan jadwal, narasumber, atau beragam alasan lainnya. Belum termasuk jarkom dan woro-woro yang harus dikirim ke-16 personel semuanya.

Berjilbab dan Berkacamata



Ihwal tentang hal yang diulang-ulang berkali-kali dengan bermacam-macam nada-nada emosi.

Y : "Ya, pokoknya pertama harus wanita"

N : "Ya iyalahhh...Kalau itu mah nggak usah disebut-sebut"

Y : "Hehe...(nyengir)...berjilbab dan berkacamata"


N : "Ohww...Simpel ya, itu kan banyak sekali di jurusan kita. Mau pilih yang mana?"

Y : "Kalau bisa yang akhwat"

10 Oct 2011

Serba Repot

"Empat kali dia melakukan kesalahan yang sama, dan keempat kalinya pula aku yang harus minta maaf. Apakah aku yang telampau keras, atau memang dia yang super sensitif? Serba repot ya, heran"

8 Oct 2011

Mendadak Madura





Derai tawa itu terurai riang di antara siulan kata pagi itu. Senyuman itu teriring terus sampai tawa pecah tak beraturan. Ia menggelegar ritmik dengan desiran hawa pagi hari. Empuk, menakjubkan. Ini bukanlah ajang nostalgia, juga bukan wahana temu kangen, tapi inilah hari kebersamaan kami. Entah atas nama apa. Tanpa nama.

Berempat, minus satu orang, kita merencanakan sarapan super aneh: sarapan di Bangkalan, Madura. Rencana yang memupuskan harapan seorang teman untuk mengikuti job interview di waktu yang sama. Sudahlah, memang ini kan rencana dia sendiri yang (sengaja) ditunda-tunda sejak lama.

"Hah? Iki beneran sido ta? Padahal jam 10 aku ada janji dengan atasan," ia berteriak frontal, khas seperti kebiasaan dirinya.

"Kan wes di SMS dari kemarin, mbok pikir mbujuki?" sergah ku tak kalah lantang.

"Yo opo sih? Iki wes dibela-belani teko, ngenteni sejam lebih, iki malah arep kabur?" 

"Tak pikiran SMS kemarin cuman guyonan, nggak serius," kilahnya.

Dan suasan semakin runyam dengan ketabahan ekstra dari Opi yang sudah sedari sejam menunggu tapi berujung nada protes dari Rifai. Tanpa aba-aba, Anas yang paling telat datang pun, hanya tersenyum mringis menyapa kita dengan balasan senyuman getir dari kita. Gersang, meranggas kering. Tersapu angin kemarau pelan.

Tahukah apa yang kita bicarakan pertama, "Kapan iki undangane rek?". Membicarakan pernikahan adalah konsumsi awal kita jauh sebelum menelaah bagaimana dan kapan kita berangkat. Justru di saat awal pertemuan setelah tiga tahun yang lalu, topik ini adalah hal umum yang biasa kita ulas. Sepertinya memang sudah masanya, bukan hal "tabu" untuk diperbincangkan atau bahkan dijadikan bahan tertawaan. Nah, apakah hal itu cukup pas untuk saya yang notabene lulus kuliah saja belum?

7 Oct 2011

EUREKA! A BOOK!


Alhamdulillah yah :)
Akhirnya terbit juga. Mulai tanggal 12 September bisa didapatkan di seluruh toko buku Gramedia se-Indonesia dengan harga Rp 39.800,-
Buruan beli dan dapatkan tanda tangan dan foto ekslusif langsung dari saya, hahaha
#norak!

4 Oct 2011

Kuliah, untuk Apa?



Untuk apa anda kuliah? Pertanyaan polos dari lulusan sekolah menengah di tengah aksi boyongan ke dunia kampus. Beragam jawaban terlontar dengan menjunjung keinginan masing-masing. Namun toh, ujungnya hampir bisa disimpulkan menjadi satu kata: kerja atau mencari uang. Itu saja, tidak lebih.

Tapi, apakah memang hanya itu tujuan dari  menuntut ilmu di level pendidikan yang hanya dinikmati 4,8 juta orang dari Sabang sampai Merauke ini?  Lalu, ada pertanyaan skeptis seperti ini: kalau hanya untuk mencari uang, mengapa subsidi miliaran rupiah itu tidak digelontorkan saja dengan mekanisme wirausaha  atau pembukaan lapangan pekerjaan saja?

Nyatanya juga, mayoritas benar saja. Semua lulusan perguruan tinggi dari yang apatis sampai aktivis, juga berujung hal sama: mencari uang. Juga yang idealis, kura-kura (kuliah rapat), kupu-kupu (kuliah pulang), orator demonstrasi, sampai seorang boikoter, semua berujung hal sama. Lihatlah, seorang presiden BEM, figur yang paling gampang dikenal dengan jargon dan wibawa kerakyataannya, ketika ia lulus juga bakal mencari uang, mencari pekerjaan.

Memang, bertambahnya usia selaras dengan semakin suburnya ego dalam diri. Bayangkan, jika saat kuliah, mahasiswa bisa berkoar-koar bebas dengan mengutarakan segala bentuk pembelaan terhadap rakyat, memberikan rapor merah kinerja pemerintah dengan aksi demonstrasinya, mengendurkan ambisi pribadi demi kepentingan publik, dan segala idealisme yang dijunjung tinggi di atas egonya.

Akhirnya: Sebuah Buku



PS: Wow, akhirnya terbit juga setelah keributan lama yang sengaja kita buat di kawasan prostitusi itu. Sudah nggak sabaran lagi :)

30 Sept 2011

Hah, Mungkinkah?





Berat. Suram. Rumit. Tiga kata ini sangat pas untuk mendiskripsikan apa yang ada dalam pikiranku dua detik setelah cerita itu terlontar.

"APA?"

Dan dunia pun seperti berputar-putar. Persepsiku tiga tahun ini pun ambruk, runtuh. Saya benar-benar tidak percaya dengan kenyataan ini. Bahkan nalar ku pun seperti berontak untuk mengiyakan "pengakuan dosa" darinya. Tapi, ia sudah berkata jujur. Bahkan, dari raut muka dan ujung matanya sudah nampak adanya genangan air mata yang mau tumpah. Ia ingin menangis.

"Saya tidak tahu harus cerita ini kepada siapa Mas," ujarnya setelah hampir dua jam ceritanya mengendap.

"Aku juga tidak mungkin menceritakan hal ini kepada orang tuaku. Aku bingung, nggak tahu harus ngapain"

Nuraniku terkoyak parah. Hatiku ditampar oleh pernyataannya. Sungguh, ini tidak seperti mimpi buruk. Jauh lebih fatal dan entah -seperti katanya, berujung dengan penyelesaian atau tidak. Atau justru waktu lah yang akan menjawab semuanya.

Dalam catatan perjalanan hidupku, baru pertama ini, saya mendapatkan sebuah cerita dan curhatan yang mengandung kenyataan yang sungguh di luar nalar ku di awal. Terlebih, orang yang sedang bercerita ini adalah sobat dekat sendiri. Dan anehnya, ia memendam itu sudah sangat lama sekali tanpa mau menceritakan ke siapa pun. Sesuatu yang sangat berat sekali untuk sekedar dipikul. Juga sangat keras untuk dipecahkan.

2,5 jam berlalu. Ia mengutarakan semua kemungkinan keputusan yang bakal dia ambil dengan segala konsekuensi yang semuanya berat dan menyedihkan. Memang, hanya dua pilihan saja, iya atau tidak. Tapi jika ia sudah mencondongkan hidupnya dengan salah satu pilihan, sisi satunya bakal hancur lebur. Dan semuanya adalah bagian terpenting dalam hidupnya juga. Banyak hal yang akan mengaitkan dia dengan masa depan.

Pertama juga, dalam setiap sesi "konsultasi gratisan" saya tidak bisa memberikan sedikit pun timbal balik sepadan untuk menenangkan kondisinya, atau pun alternatif penyelesaian -karena dia sendiri sudah ada jawaban sementara.

"Saya do'akan boi, semoga bisa mendapatkan jalan yang terbaik. Insya Allah tidak ada masalah yang tidak berujung," mukamu mencoba tersenyum, sementara matanya sudah hampir tumpah.

Saya pamitan izin. Kakiku melangkah bersama semburat debu dari masjid ke perpus. Setengah jam sebelum rapat redaksi, kisahnya melayang-layang terus. Logika masih tidak mempercayai pengakuannya. Sungguh, terlampau menyakitkan untuk diceritakan ke orang lain. Tapi...

Saya pun tidak bisa menyembunyikan ketidakseimbangan pikiran saya semenjak rapat redaksi itu dimulai. Terlebih bada shubuh paginya, saya mendapatkan "SMS teror" yang membuat saya melek dan merasa bersalah seharian. Juga bersama sop buah dan jajan di depan mata, sepertinya nafsu makan saya tiba-tiba lenyap bersama sebuah sunggingan senyum keterpaksaan.

Rapat berlangsung. Walaupun gelak tawa bersemampai seru, pikiran ini masih meloncat-loncat tidak stabil. Tertawa, khawatir, bingung, ingin menangis, menimpali candaan, resah, melontarkan joke, tertawa lagi dan saya pun terdiam lama. Menatap kosong layar monitor laptop mini saya dengan sebuah tanda tanya besar. Mungkinkah? Hah?


"Selesaikan hal yang telah kamu mulai. Jika kamu memulai hal itu dengan kebaikan, selesaikan dengan hal baik atau yang lebih baik" -petuah (sok) bijakku untuknya