7 Dec 2016

Cerita Kita (1)


Kala itu, ada suatu masa yang menjejak nasib dan takdir tanpa irama.

Aku bersama waktu datang kepadamu. Menanya tentang sebab-musabab kelahiran kita. Menujum masa depan dan ketidakpastiannya. Memaksa keakuanku untuk hadir dalam nafasmu. Membibit penawar dari malam tak berujung yang pernah ku lantunkan

Dingin, begitu kesan pertama -yang tersirat dari sorotan mata sayumu. Bukan penolakan, bukan penerimaan. Tidak ada nasib paling sadis dari pencari jawaban selain keterdiaman. Suaramu sengaja kamu gantung berbulan-bulan.

Namun aku percaya, Tuhan senantiasa memilih jalan paling romantis dari semua pejuang asmara -begitu sebutanku pada kekakuanku. Satu goresan sudah terukir, dan harus disempurnakan. Kaki sudah terlanjur melangkah, tak elok berujung kemunduran. Nafas terhembus, berulang kali menonjok kesadaran untuk optimis. 

Hingga, anggukanmu memantapkan keyakinanku.

Kini, kita hadir dalam satu. Menapaki jalan yang tak pernah kita jamah. Menyapa pagi bersama. Mengakhir malam berdua. Eh, inshaa Allah akan bertiga. Masih banyak tangga-tangga yang menunggu jejak kita berdua.

Kita adalah bagian metamorfosa cerita yang dahulu terpisah, kini melebur, dan kelak menggema dalam keabadian.

2 Dec 2016

Hoetry #1

Mom and Dad wannabe :)


Aku tahu,
Masa depanku tak seputih awan
Aku menyadari, 
Masa laluku tak sebening embun pagi
Atau mungkin, kamu menemukan kerak jelaga di situ?

Namun, sejak ku genggam erat jemarimu
Aku baru mengerti apa arti kata "lengkap"

Terima kasih, sudah menggenapi hidupku


Surabaya, 17 Oktober 2016



*) di sela-sela promosi ke SMA Trimurti

24 Nov 2016

Rumah dan Kediaman

Hello blog, maaf lama gak disambangi kamu. Sudah setahun lebih gak ada tulisan nyantol di sini. Terlampau banyak hal yang ingin saya share di sini, dari dunia saya yang sudah berkeluarga. Insya Allah, habis ini menyusul tulisan yang lain. Berharap kelak, anak cucu bisa mendengar cerita saya lewat sini. Jadi ceritanya, ini first post pasca nikah.
 
Banjir di Ruang Tengah


Kemarin rumah kami -lebih tepatnya kontrakan, kebanjiran. Air merembes dari atas plavon memenuhi seluruh ruangan dalam rumah. Teras penuh bletokan (kotoran dari got), ruang tamu menggenang air kuning, sampai ruang tidur juga tak luput dari jamahan air. Lima kasur kuyup, baju dua lemari kepeh, sofa bermandi ria, genangan dimana-mana.

Malam itu kami tidur dengan air masih tetap menggenang, menunggu hujan reda hingga keesokan harinya.

Pagi-pagi saya ke atap rumah. Dan ternyata talang airnya penuh dengan daun. Balada suami muda yang gak ngerti dunia pertukangan dan per-rumah-an. Hehe. Akhirnya saya beresin semua, plus ditambal bagian talang yang  bocor.

"Hujan dan banjir di rumah". Dua kalimat nostalgia yang sama-sama kami entas dari masa lalu. Malam-malam setelahnya, kita saling bercerita tentang rumah orang tua kita -juga langganan banjirnya.

*******

"Atap bocor itu biasa, Yah. Setiap hujan, air masuk dari bawah lantai juga dari atas genteng," ujar istri mengawali cerita.

Dulu, setiap musim penghujan dan setiap hujan, rumah istri yang lebih rendah daripada rumah di sekitarnya, menjadi langganan banjir karena usia memakan kualitas material genteng dan plesterannya.

"Kita tidur ndempis (mojok) di ujung kasur, supaya gak kena tetesan air bocor. Sementara air menggenang di bawah. Besoknya nyeroki air sampai bersih," tambah istri.