13 Nov 2010

Menjadi Juru Damai

 
 
 “Bermain api, basah. Bermain api, terbakar”


Agaknya peribahasa ini tepat untuk menggambarkan kondisiku kini. Tepat setahun yang lalu, haluan hidupku pelan-pelan berbelok arah. Sebenarnya bukan mengubah prinsip hidup. Tapi dampaknya begitu nyata dan semakin terasa dari waktu ke waktu. Semua perubahan itu murni karena pilihanku, bukan karena paksaan. Namun nyatanya pilihanku itu terpengaruh sindrom pertemanan. Ya, teman telah menyakinkanku untuk berbelok arah.

Aku sekarang menjadi juru damai. Lebih tepatnya pecinta damai. Menghindari konflik. Mencari zona aman. Cenderung apatis. Hanya memikirkan kenyamanan pribadi. Itu riil terjadi. Bukan mekanisme yang dibuat-buat atau arahan skenario dari sutradara. Hidup itu menjadi milikku, bukan milik orang lain. Walaupun sebenarnya senantiasa ada ketidaknyamanan dengan pilihan ini. Hatiku berontak. Putus asa. Frustasi dengan diriku sendiri.

Ini bukan aku!

Nafsu dan Nurani


“Yakinlah, dalam diri manusia paling bejat sedunia, masih tersimpan nurani di hatinya”


Aku mengagumi teman satu ini. Suaranya dari jarak 313 kilometer dari arah barat daya kota Surabaya itu membuatku tersentak. Pikirannya sangat berbeda dengan aku. Tingkat cara berpikir positifnya terlampau tinggi. Bagi dia, semua orang di dunia ini adalah manusia yang baik. Sebejat apapun dia, pasti masih memiliki fitrah untuk berkelakuan baik. Bahkan bagi orang-orang yang telah membuatnya terluka, hal ini juga berlaku.

Bertolak belakang dengan diriku. Aku malah senantiasa berpikir bahwa sesempurna apapun manusia, dia pasti memiliki celah kekurangan dan kesalahan yang pernah atau sedang dia lakukan. Kalau dia selalu mencoba berpikir positif, aku justru menerapkan pola su’udzon pada semua orang. Tingkat kecurigaanku terhadap orang lain lebih tingi daripada kemampuan untuk mengaguminya.

Namun kita pun akhirnya menyadari bahwa pola berpikir kita masing-masing memiliki sisi boomerang. Tidak salah untuk berpikir positif terus dengan orang lain, namun akibatnya bisa fatal karena kalau tidak jeli, kita bisa menjadi korban tipu muslihat orang itu. Tapi kalau su’udzon terus dengan orang lain, dari hari ke hari tingkat Indeks Pikiran buruK (IPK) semakin meningkat. Bisa-bisa kita menjadi stress karena pikiran buruk itu sangat tidak baik bagi kesehatan mental. Orang gila juga karena pikiran jelek.

11 Nov 2010

Memoriam : Reuni Emas ITS

Alumnus Teknik Sipil yang dapat award karena paling banyak mendatangkan alumni

Meja dan kursi hasil jepretan pertama :)

Kondisi Gedung Robotika sebelum acara dimulai

Stand Peluncuran Buku "Inspiring To Success"

Virus Seleberitas juga menjangkiti ITS lewat ITS Mencari Bakat

 Terlihat kecil, padahal luas banget
 
Pak Sudjud sama Pak  Winarko

Paduan Suara ITS yang mau berkompetisi ke Bussan

Pemain Angklung membuka Acara

Iki Cak dan Ning asli mboh gadungan

Gong ditabuh oleh Pak Probo

 Pak Ir Dwi Sutjipto MM, Ketua IKA ITS sekaligus Dirut Semen Gresik tbk

Ketua Panitia Membuka Acara

Band Parodi Tjap Toegoe Pahlawan

Ini pak Bambang, satu-satunya dosen yang lolos final IMB 2010

Ini tim Dedalu, kolaborasi musik barat dengan instrumen Bali

 
Djok Drumboy (sering diplesetkan "COK" padahal namanya Jtokorda Agung)

Tim Granada, Acapella yang bernuansa religius (Nasyid)

Semua anggotanya adalah aktivis, keren kan? Ada personil yang masih menjalani masa skorsing oleh Rektor (Padahal Rektornya juga menjadi juri)

Engineer Dance Crew, kolaborasi tiga Fakultas

Pemenang IMB 2010, GRANADA (bukan GRADAKAN!)

NB : Masih ada banyak lagi stand kuliner Surabaya yang bermacam-macam menunya. Sukses membuat kenyang mahasiswa. Yang tak kalah maknyus adalah pesta kembang api dan atraksi akbrobatik di luar pintu masuk. Juga stan-stan mahasiswa yang keren-keren banget. Pokoke maknyus dah!

8 Nov 2010

My Favorite Song

Petuah Hati - Jamus Kalimasada




Sandarkan lelah hari
Hilangkan duka kala
Kau terluka
Pedih hati

Tak selamanya indah
Kini mungkin akhirnya
Saat duka
Saat lara

Yang sudah berlalu biarkanlah sudah
Tak perlu sesali jangan kau tangisi
Jika asa dan bahagia tak kau rasa
Dengarkanlah dan rasakanlah

Kicau burung berdendang
Nyanyian alam
Riuh bersahutan
Betapa merdunya

Coba lihat dan renungkan
Langit garis tangannya
Hamparan samudra
Betapa indahnya

Percayalah
Kau dalam lindungan cinta
Maha segala Maha

2 Nov 2010

Tiga Hari Mencari Kesabaran



Malam itu, saya tidak bermimpi bertemu dengan Nyi Blorong di kediamannya Pantai Selatan. Juga tidak berharap bertemu Grandong  saat tengah malam setelahnya. Apalagi berkeinginan untuk menjamu Mak Lampir. Namun semuanya terlihat aneh. Entah mengapa. Tiga jam sebelumnya, saya juga tidak makan petai sama sekali. Tidak ada yang ganjil dengan pribadi saya. Juga dengan teman-teman saya. Justru saya bersama dengan dua ustadz muda. Yang kalem-kalem dan tidak banyak tingkah, tidak seperti saya. Tapi tiga hari itu adalah momen mistis. Absurd.
******
Ting….Tung….
“Kereta Kertajaya segera berangkat,” suara dari pengeras suara seberang sana.
“Itu masih lima menit lagi Mas,” ujar petugas parkir di samping saya.
“Apa?,” sontak saya kaget bukan kepalang.

Kaki saya berhamburan(sejak kapan kaki bisa berhamburan?). Palang parkir dan selokan dengan sopan saya terobos walaupun ada pintu keluar untuk orang-orang normal. Lima menit itu kritis. Saya masih di luar peron. Tidak membawa tiket kereta pula. Dan saya juga tidak tahu dimana keberadaan dua teman saya. Namun pikiran saya masih bisa diajak kompromi. Bingung namun tidak sampai kalut.