22 Feb 2013

Mall Mewah Di Atas Pondok Pesantren

 
Saya jadi teringat film “Doraemon dan Simbad”. Dikisahkan dalam petualangannya, Nobita dkk bertemu seorang Raja dari kerajaan yang telah lama menjadi legenda. Diajaklah mereka ke istana emas, kediaman sang Raja. Jalan menuju istana sangat rahasia, berada di tengah-tengah padang gurun pasir dan harus melewati goa yang hanya bisa dibuka dengan mantra ajaib. Sampailah mereka di istana besar berkemilau emas mirip kastilnya Aladin atau Disney World.

Yaaa...Saya memang tidak menemukan istana emas di gurun, bukan pula di tengah hutan, apalagi tengah kampus. Tapi ini adalah kesan pertama saya saat memandang Ponpes Salafiyah “Bihaaru Bahri Fadlailir Rahmah” yang terletak di desa Sananejo, Turen, Malang.

Bagunannya menjulang sampai 10 lantai, hingga bisa terlihat dari sudut mana punlantai. Yang membuat mata terculek adalah warna cat yang sangat kontras, adanya menara yang menjulang tinggi, serta ramainya pengunjung sampai puluhan bis/mobil antre terlihat menyemut di mulut jalan.

Ini pondok apa objek wisata, guys?

Eksotisme Air Terjun Niagara Versi Lumajang


Dugaan saya tentang Gua Tetes adalah Gua kecil dengan lorong pendek dan minim batuan stalaktit yang biasanya memenuhi Gua-Gua di Tuban. Maklum, saya kenyang wisata ke Gua. Dari Gua yang banyak kelelawar, banyak ikannya seperti sungai, yang panjang sampai satu kilometer, yang batuannya mirip berlian warna-warni, sampai Gua yang banyak monyetnya. Saya khatam semua.

Hasilnya, saya pun melangkah gontai menuju tempat wisata terdekat dari rumah Bang Ali ini. Terlebih, di bagian depan pintu masuk, hanya ada papan 50x10 cm bertuliskan tangan (jelek) yang menunjukkan informasi bahwa di sini ada Gua. Jalanan berbatu tak beraturan. Parkiran pun sepi. Lengkap sudah pesimisme saya.

Yang agak menghibur dari perjalan ini adalah jalanan curam ke bawah yang sangat menantang kaki. Semakin ke bawah, nampak pula hamparan lanskap yang sedang kita lewati, pertemuan dua buah bukit dengan dasar jurang yang berupa sungai. Saking tinggi dan saking dalamnya jurang di bawahnya, membuat saya takjub sekaligus ngeri.

19 Feb 2013

Semeru yang Tertidur Nyenyak

 Semeru dari desa Sumber Urip :)

"Semeru terlelap tidur nyenyak. Tubuhnya yang menjulur tinggi hampir menyentuh langit, nampak seperti seorang raksasa bertaring tajam yang siap menggigit apapun di bawahnya sesuka dia. Kapan saja.Ya, kapan saja sesuka dia"

Bayangan tentang indahnya Gunung Semeru yang membumbung tinggi di dalam benak otak saya terbayarkan dengan melihat sekelimut puncak Semeru yang tertutup awan sore itu. Perjalanan enam jam dari kota Surabaya menuju Kabupaten Lumajang sedikit terobati dengan melihat pemandangan menakjubkan itu.

Saya, yang dibesarkan di desa tanpa gunung, tanpa air terjun, tanpa pohon kelapa menjulang tinggi, tanpa bentang alam hijau nan asri, sungguh takjub melihat puncak Semeru dari jarak sedekat ini. Hanya 13 kilometer dari puncak (estimasi kasar). Puncaknya sangat tinggi, melebihi tinggi semua gunung yang pernah saya lihat. Dan memang dari ukuran resmi, Semeru itu gunung tertinggi se-Pulau Jawa, sekitar 3676 mdpl.

Gunung Semeru semakin mendekat saat kami memasuki desa Sumberurip, kecamatan Pronojiwo, kediaman Ali, teman saya yang menjadi penunjuk jalan sekaligus tempat penginapan gratis. Saya berkelana sejauh ini bukan dalam rangka rekreasi, apalagi untuk mendaki gunung. Tidak!

Alasan utamanya adalah karena saya tidak kuat suhu yang terlampau rendah bagi tubuh minim lemak macam saya. Maklum, saya dibesarkan di daerah Tuban-Surabaya yang merupakan daerah pesisir dengan suhu panas khas dari lautan.

Kekayaan Semeru
Lanskap desa ini secara umum bisa dianalogikan seperti wajan. Dari titik terendah desa, bisa dilihat bukit menjulang mengelilinya dengan ujung titik temunya adalah gunung Semeru. Dari kejauhan juga nampak gunung Bromo yang puncaknya ternyata gak ada apa-apanya dibandingin puncak Semeru.