18 Oct 2013

Ketemu Lagi di Zaman Pra-Sejarah



“Menulis membuat anda tetap waras”  begitu kata orang bijak. Saya sepenuhnya setuju dengan kalimat itu, dan kesimpulan yang bisa saya ambil adalah “saya sudah tidak waras lagi. Titik”

Tidak gampang menjaga konsistensi menulis, jika tidak ada ‘sesuatu’ yang membuat anda harus menulis. Jika bicara tentang diri sendiri, zaman dahulu kala saya terperangkap dalam satu lingkaran yang aturan utamanya mewajibkan saya untuk menulis. Sekarang tidak ada, jadinya saya kembali ke zaman pra sejarah lagi yang tak mengenal tulisan sama sekali.

Bicara tentang zaman pra sejarah, saya sudah tidak menulis hampir dua bulan! Itu rekor saya sejak saya percaya bahwa menulis adalah bentuk lain dari kewarasan itu sendiri. Mengapa? Mungkin saya merasa diri sendiri sudah tidak waras, sehingga saya tidak menulis. Atau karena saya tidak pernah menulis, sehingga saya merasa tidak waras. Keduanya. Mungkin.

Sudahlah, saya tidak mau memperpanjang durasi ketidakwarasan saya melebih zona merah alias gila beneran. Biarkan saya memulai untuk menulis. Dari sini.

Langsung saja ya, saya sudah mulai kaku untuk memberikan sebuah pengantar tulisan. Jadi ya ini dia, isinya curhatan saja. hehehe

Entah dimulai darimana, selama periode itu saya ditarik oleh gaya tak kasat mata yang menbuat saya berjalan dengan percepatan positif menuju satu titik. Pikiran saya bereaksi atas aksi yang tak bisa dianggap logis itu. Mungkin karena terlalu emosional memaknainya atau karena saya sendiri bingung mengapa dengan tiba-tiba saya merasa diri saya baru melek akan hal ini.

Titik itu adalah titik asal dimana saya memulai langkah pertama, dunia pertama dan kehidupan pertama saya. Titik itu bernama keluarga.

Sudah hampir sepuluh tahun saya berada di Surabaya, dengan semua hal yang pernah saya alami di sini, baik buruknya telah membuat saya melangkah mundur pelan-pelan dari keluarga. Setelah sekian lama mundur, tiba-tiba saya berlari maju menuju mereka. Ada sesuatu yang mendorong saya untuk berada di tengah-tengah mereka.

Selama dua bulan, saya terlah menemukan hal-hal baru yang tidak pernah saya temukan seumur hidup dalam keluarga saya.

Sebelum titik kulminasi itu terjadi, selama ini saya merasa (subjektif) bahwa saya selalu dianggap seperti anak kecil. Walaupun ketika saya sudah berusia 20 awal, walaupun saya sudah bisa kuliah mandiri tanpa minta uang sama sekai, bahkan sampai saat saya sudah kerja, saya masih diperlakukan seperti anak kecil.

Apa definisi anak kecil versi saya?