14 Nov 2014

Menulis: Sebuah Tanya?



Ritual saya sekarang tiap pagi dan malam menjelang tidur: ngepoin tulisan teman-teman dalam my bloggger-list. Aktivitas ini adalah pelarian saya menghadapi keterdiaman pikiran saya karena virus-jenuh-akut. Tiba saya ditulisan dari seorang mahasiswa Ilmu Gizi UI yang pindah jalur keprofesian menjadi penulis. Ia memaparkan sejarah dirinya berkenaan tentang pertanyaan: Apa menulis itu cita-citamu? Tulisan lengkapnya ada di sini.

Seperti tersandung, pikiran saya bergelora. Dalam time-line yang pernah saya susun sekitar dua minggu lalu, tertulis "menjadi penulis" sebagai aktivitas utama saya sekitar 7-10 tahun mendatang. Apakah itu sebuah kegiatan sampingan? Sebuah cita-cita? Sebuah passion? Atau hanya sekedar profesi?

Dahulu, dari SD sampai SMA, saya bukanlah orang yang hobi menulis. Tapi saya akui suka membaca buku. Kuliah, awal saya berkenalan dengan dunia tulis menulis. Tiga tahun lamanya dunia jurnalistik saya geluti. Tulisan yang dihasilkan sangat kaku, khas koran. Disela itu, saya bisa menerbitkan tiga buku. Ya, tiga buku! Sampai sekarang saya sering tidak percaya bahwa tulisan saya layak menjadi buku ditengah background kuliah yang sangat otak kiri (engineering minded). 

Berbekal pengalaman itu, di saat sedang ber-mukhasabah diri, saya merasa wajib menyelipkan "aktivitas menulis" di sela kesibukan utama. Walaupun saya sadari bahwa menulis ada keterampilan, bukan bakat dari Ilahi, tetapi pengalaman mengajarkan bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Dan, menerbitkan buku keempat menjadi target saya tahun ini!

Dus..waktu merayap. Semakin bertambah usia, produktivitas saya justru anjlok dastris. Termasuk urusan tulis-menulis dan baca-membaca, akumulasinya tidak sampai separuh target tahun lalu tercapai! Mengesankan dan mengenaskan sekali!

Ini adalah evaluasi sekaligus renungan, sebenarnya saya menulis itu untuk apa ke depannya? Di tengah pencarian identitas tentang definisi "apa itu passion?", akhirnya saya menyerahkan jawaban itu pada waktu dan proses. Beberapa hal yang menjadi ambisi hidup tetap akan saya jalani bersamaan dengan hal-hal sampingannya -termasuk menulis. Mungkin dengan seperti itu, kelak saya bisa menemukan bongkahan berlian yang terpendam dalam diri saya. Entah berlian model apa yang akan keuar itu.

Menulis, apapun yang terjadi, saya tetap harus menulis. Saya hanya perlu menemukan alasan kuat kenapa saya perlu menulis terus. 


Menulis menjaga diri dari ketidak-warasan (kata teman)

No comments:

Post a Comment