25 Jan 2017

Cerita Kita (2): Satu Tahun Kebersamaan

Ngowohnya kayak ayah >.<


Setahun silam.

Pandangan saya fokus ke satu titik, tapi pikiran kemana-mana. Mencoba segala jurus untuk rileks tapi nihil. Dalam satu ruangan bersama dengan keluarga saya dan keluarga dia, adalah momen paling dag-dig-dug-der selama saya hidup.

Sambil mengalihkan grogi staidum 88, saya ngobrol dengan Pakdhe saya yang humoris. Ngobrolin apa menjelang detik-detik akad? Entahlah. Keringat dingin tak hanya membasahi baju saya, tapi juga ingatan saya.

Sudah satu jam lebih kita menunggu Naip (petugas KUA) datang. Artinya terlambat 30 menit dari jadwal. Tapi pikiran aneh-aneh justru muncul di saat sakral. Satu yang saya ingat: mulai hari ini dan selamanya, saya akan hidup dengan wanita yang saya pilih. SELAMANYA?

Namun saya selalu ingat wejangan teman lama: bukankah jalan pernikahan itu selalu terjal?
Saya tidak bisa mengenyahkan pikiran-pikiran negatif itu. Tapi mereka nakal, justru seenaknya berlari-lari riang.

Tiba-tiba Naip datang bersama rombongan.Tapiiiiiiii. Tragedi sepertinya bakal dimulai.

Kok orangnya beda dengan yang saya temui pas latihan akad? Kok orangnya (maaf) lebih judes? Kok rombongan dari KUA tidak ada satu pun yang saya kenal?

Dengan basa basi ringan, konsentrasi saya rusak dan ringsek. Bacaan akad dalam lafal bahasa Arab yang ada di kepala saya tiba-tiba lari keluar rumah. Saya bahkan tidak ingat bakal mengucap apa.

"Mau pakai bahasa Arab, Indonesia atau Jawa?"

Refeks saya gak mikir, "Bahasa Indonesia saja Pak"

Sepersepuluh detik, saya mikir dan mbatin, "Kok Bahasa Indonesia? Kan selama ini latihannya Bahasa Arab?"

Terlanjur sudah. Akhirnya saya memfokuskan untuk mengingat kalimat bahasa Indonesianya. Dan alhamdulillah, dengan sekali ucap, saya berhasil mempersunting wanita idaman saya --dengan Bahasa Indonesia 😅

                                                                                     ***

Setahun berselang + 11 hari


Dalam pangkuanku, gadis mungil menatapku dengan kepolosannya. Tatapan suci yang menggetarkan sanubari. Raut mukanya mirip dengan saya.

Aku menangis sewaktu melantunkan adzan di sampingnya. Anak gadisku seolah ingin menyapaku dengan bahasanya dan berkata "Assalamu'alaikum Ayahhh"

Aku memandangnya dengan rasa syukur dan bahagia tak terkira. Ya Allah, puji syukurku kepada-Mu atas titipan yang diamanahkan kepada kita.

Kini, dalam setiap lagi, dua bidadariku senantiasa tersenyum dan menyapa pagiku. Inshaa Allah, besok dan esok akan lebih banyak cerita kita --bertiga 😘


Bunda, terima kasih atas satu tahun kebersamaannya. Semoga kita diberikan kekuatan untuk membesarkan Mbak Denisa dalam dunia yang sudah mulai buram ini. Dan, mari melangkah-langkah kecil menuju surga-Nya.


Gresik, 14 Januari 2017

1 comment:

Eka S said...

Bismillah ya ayah ��

Post a Comment