13 May 2010

Rokok, Candu Sejuta Umat



Berbicara tentang rokok, seperti berkenalan dengan illusionis. Bagaimana tidak, ada tidaknya rokok, sepenuhnya karena manusia. Bukan rokok yang memaksa manusia untuk memujanya. Sebagai benda mati, dia (menurut versi saya pribadi) telah menasbihkan diri sebagai illuionis tersukses sepanjang sejarah paradaban manusia. Percaya?


Alkisah bermula ketika saya bergerilya mencari jahe untuk tenggorokan saya yang sedang bermasalah. Sampai di suatu toko, akhirnya dapat juga. Sambil menunggu kembalian, ada seorang mahasiswa ITS datang.

“Beli apa Mas?,” tanya pemilik toko.
“Rokok xxxx sebungkus,” jawabnya ringan.


Saya hanya bisa cengar-cengir heran tanpa bisa berbuat banyak. Saya beli jahe saja perlu berpikir tiga kali. Lha ini, mau beli asap saja seperti beli kerupuk. Kenapa tidak nyosor saja pada asap knalpot? Maunya saya ingin menegur? Tapi siapa gue? Apalagi melarang. Bisa-bisa bukan hanya jahe yang saya bawa pulang, bisa ditambah tonjokan atau setidaknya “kata mutiara” khas Suroboyo. Belum pulang mahasiswa ini, datang teman saya.

“Beli rokok Mbak?,” pintanya tidak menyadari keberadaan saya.

Hah? Saya kaget sekali. Mahasiswa sealim ini beli rokok? Teman saya ini, dalam katalog teman yang saya miliki termasuk kategori mahasiswa baik dan cenderung sangat baik. Alim, tidak banyak tingkah. Berusaha untuk tidak negative thinking, saya sapa dia.

“Kamu ngerokok?” tanyaku simpel.
Nggak Mas,” jawabnya khas anak alim.
Lha terus buat siapa? Titipan ta?,”  tanyaku kembali
“Buat tentor Mas, nanti saya mau minta diajari,” katanya singkat
Kok nggak dibelikan jajan atau hal lain yang lebih bermanfaat saja?,” cercaku
Nggak Mas. Soalnya biasanya juga dibawakan rokok,” ulasnya.

Minta tolong kok malah dibalas dengan rokok? Itu sama saja dengan sehabis ditolong, menaruh racun dalam tubuh penolongnya. Atau sengaja meletakkan jarum dalam jantungnya. Salah kaprah membalas budi, pikirku. Memberi kenikmatan lima menit dan cacat tubuh permanen.

Ilusionis Nomor WahidAnda pasti tahu siapa David Copperfield. Dia dijuluki Sang Ilusionis Terbesar di dunia sulap. Banyak aksi spektakuler yang menghebohkan dunia. Bayangkan saja, dia pernah mempertunjukkan lenyapnya pesawat Boeing 747 dihadapan ribuan penonton, melenyapkan diri masuk ke Tembok Besar Cina serta melewatinya dari satu sisi dan keluar dari sisi yang lain hingga melenyapkan patung Liberty yang menjadi ikon kebebasan warga Amerika. Hebat bukan?

Bagi saya, kehebatan David Copperfield masih kalah dengan benda mati bernama rokok. Ini adalah zat-zat berbahaya ada dalam rokok. Yang meliputi Aseton (cat), Ammonia (pembersih lantai), Arsen (racun), Butane (bahan bakar ringan), Kadmium (aki mobil), Karbon Monoksida (asap knalpot), DDT (insektisida). Selain itu juga Hidrogen Sianida (gas beracun), Methanol (bensin roket), Naftalen (kamper), Toluene (pelarut industri), Vinil Klorida (plastik), dan masih banyak lagi. Bayangkan jika ada Aseton yang aslinya untuk bahan dasar cat malah nyantol dalam paru-paru kita.

Ribuan racun yang ada dalam asap rokok tentunya berbanding lurus dengan banyaknya penyakit yang bisa disebabkan olehnya. Tidak perlu saya sebutkan, karena anda pasti jauh lebih faham. Dan yang paling fatal adalah penyakit-penyakit tersebut sangat riskan menyebabkan kematian. Sudah tahu kalau rokok menyebabkan kematian, namun milyaran manusia dunia mengonsumsinya. Itulah hebatnya rokok, berhasil membodohi milyaran manusia untuk sengaja membunuh diri sendiri pelan-pelan tapi pasti. Genosida dari, oleh dan untuk manusia, itu istilah saya.

Candu Sejuta Umat
Konsumen rokok itu terbentang luas di seluruh pelosok bumi. Tidak peduli gender, penghasilan, usia, asal negara bahkan latar belakang pendidikan. Dalam kategori terakhir, saya ingin sedikit berbagi pengalaman tentang perokok kampus, siapa pun orangnya dan kedudukannya di kampus ini. Karena rokok adalah candu sejuta umat.

Dari cerita saya di awal tadi, tidak bisa dipungkiri bahwa rokok adalah salah satu life style kehidupan anak muda, termasuk mahasiswa. Itu menurut teori psikologi sosial. Lalu saya berpikir, apa efek kalimat “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin” yang tertulis indah dalam setiap bungkus rokok. Padahal itu adalah silogisme simpel yang mudah difahami. Anak TK pun pasti tahu hukum sebab akibat. Tapi saya adalah mahasiswa? Tidak hanya tahu namun juga mengerti esensi serta mengimplementasikannya. Jika hal itu baik, lakukan semampu kita dan jika hal itu buruk, tinggalkanlah. Sederhana bukan? Ah, pasti kalimat horor itu kalah gagah dengan machonya laki-laki dalam setiap iklan rokok. Mungkin.

Saya jadi teringat ketika berbincang dengan Pak Tutus, Kepala Tim Kajian dan Bantuan Hukum ITS tentang Perda Anti Rokok di Surabaya. Dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 tahun 2008 dijelaskan bahwa kawasan pendidikan merupakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Kenapa kampus harus steril dari segala bentuk aktifitas tentang rokok? Penjelasannya sederhana. Mahasiswa adalah generasi tumpuan bangsa. Baik buruknya negara beberapa tahun ke depan bisa tercermin dengan kondisi mahasiswa sekarang. Dengan adanya Perda tersebut, pemerintah berharap ke depan negara ini bisa dipimpin oleh generasi yang sehat. Bukan generasi yang fisiknya karatan karena asap rokok. Tujuan yang mulia bukan?

Jika dipikir-pikir lagi, bagaimana mahasiswa bisa sadar kalau lingkungannya malah memprovokasi untuk merokok. Sama lucunya saat ada headline surat kabar yang memaparkan bahwa instasi pemerintah provinsi Jawa Timur belum berani menerapkan secara menyeluruh Perda tersebut karena sebagian besar pemimpin pucuk adalah perokok berat. Sama dengan di kampus, bagaimana mahasiswa bisa bebas rokok kalau dosennya juga merokok. Atau bahkan mengajar sambil merokok seperti yang sering saya alami. Walaupun itu faktor eksternal, namun acap kali mempengaruhi paradigma mahasiswa baru. Percaya atau tidak, itulah faktanya.

Saya jadi teringat ketika SMA, saat sedang di puncak kenakalan remaja. Ada peribahasa bilang, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Terus ada teman iseng bertanya, “Kalau Guru kencing berlari, Murid kecing bagaimana?”. “Ya kencing sambil salto,” jawab teman sebangkunya tanpa ekspresi. Itulah maknanya, guru itu di-gugu lan ditiru. Bagi saya, dosen itu lebih dari seorang guru. Lebih mulia. Sudah sepatutnya saya menuntut teladan baik dari mereka.

Ini Privasimu Tapi Hargai Hak Makhluk Lain
Ada teman saya bilang, bahwa merokok itu hak privasi setiap individu tidak perlu diikat dalam peraturan. Saya sendiri sedikit setuju dengan pernyataan itu. Merokok itu memang hak setiap individu. Memilih sesuatu yang baik atau buruk itu pilihan individu. Namun menurut pandangan saya, mengajak orang melakukan kebaikan adalah kewajiban. Alangkah indahnya jika dunia ini didominasi perbuatan baik?

Namun jika anda tetap memilih untuk merokok perhatikan juga hak makhluk hidup lain di sekitar anda. Ingatlah, perokok pasif itu menerima efek buruk rokok dua kali lipat daripada perokok aktif. Pastikan bahwa anda telah merokok di tempat yang seharusnya. Jika anda mau mati, silahkan tapi jangan mengajak orang lain. Mati sendiri aja sana!

Banyak Hal Nikmat di Dunia Ini Selain Rokok
Teruntuk yang masih aktif merokok, berhenti merokok itu memang sangat sulit. Bahkan bagi pecandu berat, lebih mudah menahan makan dan minum daripada rokok. Saya pun menyadari beratnya melakukan hal itu karena sejak lahir hingga detik ini, saya hidup dalam kultur para perokok berat. Namun, bukankah tidak hal yang mustahil di dunia ini? Selama ada usaha maksimal dan optimisme tinggi, pasti anda bisa melakukan. Pecandu Narkotika saja bisa sembuh, kenapa anda tidak?

Bagi yang belum merokok, jangan pernah coba-coba. Rokok tidak akan menjadi candu jika tidak diawali dengan coba-coba. Cukuplah anda belajar pengalaman orang lain, tidak perlu menjadi korban selanjutnya. Selagi nasi pecel masih enak, gado-gado masih lezat, gula masih terasa manis, biskuit masih renyah, untuk apa menghamburkan uang demi asap yang justru merusak tubuh kita?

Kita hidup bukan hanya untuk diri kita sendiri. Setidaknya jika suatu saat anda sudah berkeluarga, ada suami atau istri yang membutuhkan anda. Anak yang butuh bimbingan untuk menata langkah masa depannya. Karena saya juga kerap bertemu dengan mahasiswa yang menjadi yatim di awal kuliah karena almarhum ayahnya adalah perokok berat hingga berakibat jantung koroner. Bahkan ada yang sejak kelas 3 SD sudah harus tinggal bersama Ibunya saja. Atau seseorang yang harus cuci darah setiap pekan karena komplikasi jantung dan ginjal. Linglung karena stroke. Semua itu karena satu hal, Rokok! Apa anda mau masa depan anda seperti itu?

Data yang saya himpun, selama abad ke-20, terdapat 100 juta orang meninggal karena rokok dan diperkirakan akan ada satu miliyar jiwa melayang akibat rokok pada abad 21. Saat ini, setiap menit delapan orang meninggal dunia karena rokok. Andakah selanjutnya?

No comments:

Post a Comment