23 Oct 2010

Menciptakan Teknolgi Hijau di ITS



Kalau boleh membandingkan, menulis opini seputar teknologi itu jauh lebih menantang daripada tema lain. Selain karena status saya masih mahasiswa yang cekak dalam ilmu, alasan paling rumit adalah tantangan membahasakan bahasa jurnal menjadi bahasa umum. Dari bahasa langit menjadi bahasa bumi, peribahasa ciptaan saya. Jadi jangan kaget jika tulisan ini cenderung tidak tahu aturan. Karena tidak menganut tata aturan penulisan laporan praktikum.

Secara sadar, isu tentang Global warming dan krisis energi bukan hanya menjadi gosip hangat untuk sekedar dibicarakan. Oleh karenanya, gosip yang semakin panas itu harus segera didinginkan. Tidak hanya bagi orang yang berkuasa namun bagi semua makhluk yang merasa hidup di Bumi. Juga bagi para ilmuwan dan insinyur. Karena efek yang dirasakan juga serupa roller coaster bencana bagi penghuni planet ini. Beruntun dan tak kenal wilayah.

Rasanya aneh sekaligus menyeramkan tahun ini kita tidak merasakan musim kemarau. Untung saya kuliah di Surabaya, musim hujan menjadi penghapus dahaga. Teringat kemarau Surabaya empat tahun lalu, menjelang jam 11 keatas, bangku kelas pun serasa kasur. Tapi apa kata nelayan? Musim hujan adalah diskon penghasilan. Atau bahkan musim tanpa penghasilan. Dan menurut Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), fenomena ini akan berlangsung sampai puncaknya tahun 2012. Wow, Surabaya harus siap-siap kebanjiran tiap bulan.

Di negera China malah lebih ekstrem. Sering terjadi kekeringan dan kebanjiran dalam waktu bersamaan. Mulai dari badai, kenaikan permuakaan air laut, tenggelamnya pulau atau negara, gelombang panas, kekeringan sampai kehancuran ekosistem kerap menghantui para ilmuwan tentang masa depan Bumi. Tentang Energi, pernah terbayang bahwa minyak bumi Indonesia akan habis pada tahun 2025? Kira-kira mau dikemanakan semua kendaraan berbahan bakar minyak? Model teknologi seperti apa yang akan berkembang tanpa BBM?

Dahulu saat revolusi Industri sedang menggeliat riang, inovasi teknologi bertebaran menyungging senyum lebarnya. Para ilmuwan (scientist) dan insinyur (engineer) memulai peradaban teknologi dengan kolaborasi ciamik dalam menciptakan aneka jenis barang yang susah untuk dibayangkan sebelumnya. James Watt dengan Mesin Uapnya, Karl Friedrich Benz dengan Mobilnya, Rudolf Christian Karl Diesel dengan dieselnya, Charles Babbage yang merintis komputer dan bala tentaranya. Namun saat ini senyuman mulai memperlihatkan taringnya. Tentu sudah menjadi tanggung jawab para ilmuwan dan insinyur pula sebagai golongan paling dekat dengan sains.

Usaha Memahami Alam
Saat itu saya di dalam kereta api membaca ulasan majalah National Geographic Indonesia yang memaparkan secara nyata dan ilustratif bencana akibat ulah manusia. Lewat data-data yang mencengangkan dan gambar yang memukau, satu point yang ditekankan oleh penulis menyatakan bahwa bencana itu tidak bisa membunuh. Akibat tangan manusialah, bencana semakin ganas dalam membabat nyawa manusia secara langsung atau tidak langsung.

Lihatlah korban tumpahan minyak di Teluk Meksiko, Amerika Serikat. Jutaan kubik minyak menyapu nyawa jutaan ekosistem dan memberangus pekerjaan ribuan nelayan. Juga efek jangka panjang dari transaksi CO2 antar benua. Efeknya, bukan hanya manusia saja yang merasakan. Biota lainnya pun merana. Sampai Bumi pun semakin gerah, sumukan untuk menampung manusia.

Beberapa jam setelah itu, dalam suasana peringatan ulang tahun kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke-60 telah berjejer stan beberapa perusahaan top bidang energi. Dari Medco Energi, PLN, Pertamina, Chevron, Total EP dan masih banyak lagi lainnya  turut unjuk gigi dalam memamerkan usahanya mencari energi ramah lingkungan. Sudah barang tentu, perusahaan jujukan para insinyur muda ini memahami kekhawatiran energi di masa depan.

Tidak mau kehilangan momen, saya bersama teman-teman menyusuri stan-stan elite ini. Menyaksikan dan mengamati lampu hemat energi, septic tank penghasil bio gas, teknologi micro hidro, pembuatan bio etanol, tips hemat listrik, pemasangan generator tenaga air terjun, pelaksanaan program energi mandiri di daerah terpencil, konsep rumah ramah lingkungan sampai alat-alat elektronik yang tidak saya fahami.

Dari hasil investigasi dan kasak kusuk yang kita lakukan, ada dua kesimpulan besar yang kami peroleh. Pertama, pencarian energi alternatif masih setengah hati. Belum bisa totalitas karena mahalnya biaya produksi dan minimnya hasil yang didapatkan. Kedua, pemerintah pun masih lebih mengandalkan energi BBM daripada mensubsidi hasil dari energi alternatif.

Walaupun begitu, juga banyak kalangan akademisi dan praktisi yang peduli dengan lingkungan. Lewat teknologi ramah lingkungan yang mereka ciptakan. Satu hal yang saya catat dari semua bentuk teknologi itu semua adalah ada beberapa teknologi yang di kampus ITS sudah ada sejak lama. Mungkin kalah promosi atau kalah cepat dalam TP-TP (Tebar Pesona) ke media-media dibandingkan kampus kawasan tengah-barat. Padahal secara potensi saya yakin ITS pun tak kalah berkualitas.

ITS pun Bisa

Masih teringat ketika tiba-tiba ITS menjadi perbincangan hangat oleh media dengan tema teknologi. Kala itu Tim Ba-Na Gyzer menjadi bintang tamu dalam acara Talk Show “Kick Andy” dan kemenangan Mobil Sapu Angin menjadi juara Asia. Untuk ukuran popularitas, menurut saya momen tersebut adalah momen paling booming dalam menyeret nama ITS setelah pengukuhan Pak Nuh menjadi Mendiknas.

 

Ibarat gunung salju, itu hanya puncak yang terlihat oleh media. Padahal di bawah air lautnya, masih terdapat banyak sekali penelitian dan teknologi yang tenggelam oleh masa. Hal itu saya rasakan bersama teman-teman lantai 6 ketika menyeleksi 15 karya riset teknologi yang dihasilkan ITS selama kurun waktu 20 tahun terakhir. Wow! Banyak sekali. Apalagi dari  jurusan saya dengan status jurusan tertua se-ITS.

Ada banyak pula teknologi bidang energi tepat guna yang telah diterapkan. Dari sumber energi terbarukan, alat konversi energi alternatif sampai metode mendapatkan energi alternatif. Semua mempunyai cabang karya yang jauh lebih banyak. Tiga Guru Besar ITS yang kukuhkan terakhir kemarin juga memfokuskan pada penelitian tentang bio energi dan efisiensi suatu mesin selama puluhan tahun.

Lihatlah para penelitian dosen ini. Prof Dr Ir Djoko Sungkono MEng Sc, Guru Besar dari Teknik Mesin yang mengembangkan segala bentuk penggunaan energi agar lebih efisien. Dalam daftar penelitiannya, tercatat banyak sekali kompor bio etanol yang dihasilkan. Juga beragam sumber bioetanol dan bio diesel dari bahan-bahan organik. Dari kulit kacang, singkong, biji alphukat, bongkol jagung, tetes tebu dan lainnya.

Dr Harus Laksana Guntur ST M Eng, dosen Teknik Mesin lulusan Jepang yang fokus dengan mega penelitiannya bertema Human Harvesting. Yakni mengubah segala bentuk polah tubuh menanusia menjadi energi. Model konversi energi manusia ini diyakini sangat penting saat tidak ada sumber energi lain yang bisa diperoleh di sekitar manusia, misalkan saat tugas militer di tempat yang sudah hancur lebur.

Dari pemikiran ini telah lahir desain polisi tidur yang dilengkapi dengan penyerap energi, penyerap energi dari gerakan lengan dan kaki manusia ketika manusia dan lainnya. Dan masih akan dikembangkan lagi untuk membuat alat pada semua bagian tubuh manusia yang sering bergerak. Wah, boleh juga untuk dipasang di bagian paling aktif dari manusia cerewet. Bisa surplus energi berlebih tentunya, pikir saya.

Dari kalangan mahasiswa, ada Swecell karya Mahasiswa Teknik Kimia yang sudah memenangkan banyak perlombaan lewat satu karya ini. Mereka membuat sebuah desain sampan berbahan bakar air laut untuk nelayan melalui proses elektrolisa. Desainnya ciamik dan aplikatif sekali untuk diterapkan. Atau desain mobil berbahan bakar lemon dari Tim Sprectonics yang berhasil meraih juara di Taiwan beberapa hari yang lalu.

Juga tentang sumber energi alternatif dari beragam zat organik. Masih teringat ketika ada mahasiswa yang berhasil membuat Bio etanol berbahan dasar kacang tanah yang sukses diujicoba pada engine. Juga aneka jenis Tugas Akhir (TA) tentang bio energi dari mahasiswa Biologi dan Kimia ITS yang membeludak di perpustakaan jurusan. Serta masih banyak lagi yang tidak mungkin saya sebutkan semuanya.

Nah, melihat banyaknya karya civitas akademika ITS tentang energi ini pula yang menginspirasi saya bersama dua orang teman membuat model mini power plan (pembangkit listrik) berbahan bakar sampah. Walaupun agak menjijikkan ketika melakukan uji coba namun kita puas dengan apa yang kita peroleh. Daripada tidak melakukan apapun dan lulus hanya membawa gelar ST saja.

ITS itu kampus teknik, sudah selayaknya menjadi kampium dalam memecahkan persoalan masyarakat bidang teknolgi. Kalau bukan orang ITS sendiri, siapa lagi?

Learning is finding out what we already know. Doing is demonstrating that you know it. Teaching is reminding others that they know just as well as you. You are all learners, doers and teachers.- Richard Bach-

No comments:

Post a Comment