15 Mar 2015

Bifurkasi Mimpi dan Dimensi Keempat


Supernova adalah adiksi bagi petualang sci-fi, pencari identitas diri, dan tentu pecandu karya Dee . Ibarat farmalog, Dee senantiasa bisa meramu sudut pandang baru terhadap realita biasa menjadi obat baru bagi pencintanya. Dalam seri Gelombang ini, Dee meleburkan mitos dengan sains tentang bunga tidur. Tentu dengan sudut pandang Dee -senantiasa tak terduga.
Perjalanan Thomas Alfa Edison dimulai dari Sianjur Mula-Mula, kampong kecil di pedalaman Samosir, berulir panjang sampai New York, Amerika Serikat. Hidupnya bukan kisah asam-manis meraih asa, tapi kisah pelarian diri Alva menghindari prosesi humanitas: tidur.

Nama penemu bola lampu ini dianugerahkan akibat obsesi kompulsif sang Ayah terhadap ilmu pengetahuan. Tak seterang fungsi lampu, hidup Alva Sagala –marga Bataknya- justru teramat gelap. Lampu kehidupan mati sejak suara gondang yang mengundang sosok misterius, hitam, berayap, dan bermata kuning nan tajam. Si Jaga Portibi.

Bersama kedatangan Si Jaga Portibi, malam-malam Alfa turut menggulita. Di setiap tidurnya, ia terperangkap pada mimpi yang sama. Mimpi yang mencekiknya. Keganjilan hidupnya berlanjut dengan kedatangan orang sakti yang ingin menjadikan dia sebagai muridnya. Di perairan Danau Toba, ia justru hampir terbunuh oleh Ompu Togu Urat, salah satu calon gurunya. Ketidaktahuannya berbuah kewaspadaan.

Obsesi Sang Ayah tentang kehidupan lebih baik, membawanya ke tanah Jawa. Bersama dengan batu-batu asing pemberian Ronggur Panghuntur -guru pertamanya-, ia meraba takdir yang disematkan melalui mimpinya. Tak banyak kejadian dia alami saat di Jakarta selain dia sudah terbiasa menjaga diri untuk senantiasa tidak tertidur. Datanglah tawaran dari kerabatnya, Amang Gultom, ia pergi ke Hoboken, Amerika.

Di apartemen baru, terserak kumpulan manusia imigran, pejuang nasib, dan sekelompok mafia antar ras. Tekanan keras lingkungannya membawanya hingga mendapatkan beasiswa ke tiga Universitas sekaligus. Dalam pelarian anti-tidurnya, ia bekerja menjadi trader kelas kakap. Upah kerjanya mampu melepaskannya dari status imigran gelap.

Lewat Ishar, perempuan misterius yang ia ajak bercinta, ia bisa tidur lagi setelah puluhan tahun. Keluhan tidurnya membawa ceritanya klinik Somniverse. Ia menemukan rahasia dalam mimpinya di sini. Takdir lalu membawanya ke Lhasa, Nepal. Bersama dr Kalden, ia berhasil melakukan teknik mimpi secara sadar dan mulai memahami sosok Si Jaga Portibi. Utamanya, ia telah menyadari dirinya yang sesungguhnya bersama bangunan oktahedral dalam Asko-nya.

Dalam balutan budaya Batak yang kental, Dee menghadirkan sosok Alfa Sagala yang tumbuh dan berkonflik dengan mimpi. Sekali lagi, Dee berhasil meramu dua poros mitos-sains menjadi jalinan kisah anak muda sekali. Lihat pilihan Bahasa Inggris dalam setiap dialog, yang justru mirip skrip film Hollywood.

Kekayaan detail dari setiap kata menunjukkan kedalam riset Dee untuk membangun sosok Alfa. Terlebih, topik mimpi nyaris tidak pernah ada dalam literasi Indonesia, sehingga menjadikan halaman demi halaman seperti pengetahuan baru. Imajinasi tentang sosok dunia ketiga dan visualisasi mimpinya sangat rancak dan nampak riil.

Seperti seri sebelumnya, di ujung halaman, akhir kisah Alfa yang mengundang tanya.  Dan di bagian ini, pembaca dibuat ketagihan dengan ramuan Dee. Dalam setiap seri Supernova, klimaks dari serangkaian konfik tokoh utama (seperti sengaja) tidak diselesaikan . Dee mampu menikung alur pikiran pembaca dengan cara yang sangat elegan. 


Bagi pembaca serial dari pertama: apakah Dee akan menyambungkan benang abstrak atas lenyapnya Diva Anastasia, pembuat tato Bodhi Liong, Gio, Zarah, Elektra, dan trio Peretas-Infiltran-Sarvara? 




Saya Ingin Belajar Bersama dengan Dee

Saya percaya bahwa menulis itu adalah keterampilan, yang semua orang bisa memilih untuk memilikinya atau tidak. Ia bukan bawaan kromoson, yang sewajarnya harus dirawat agar tidak layu dan senantiasa berkembang. Dan saya menyadari keterampilan menulis saya sedang tiarap, tertuduk lesu menyaksikan hilir mudik rutinitas.

Lima tahu lalu saat masih kuliah, saya pernah menerbitkan buku hasil komplikasi catatan harian. Diterbitkan oleh penerbit mayor dan sempat mejeng di beberapa toko buku nasional. Dua tahun kemudian, buku kedua lahir. Dua tahun berselang, buku ketiga sudah terbit lagi. Walaupun ketiganya ditulis bersama rekan penulis, tapi porsi tulisan saya lebih dominan.

Dan sudah setahun lebih berselang, gairah menulis saya mengendor drastis. Tak satu pun rancangan buku yang dulu bergelora ria yang tuntas. Semua mengambang di atas awan gagasan, menguap bersama rasa jenuh.

Berkutat dengan aneka teorema otak kiri, saya tumbuh berkembang dengan diktat tentang dunia ke-Teknik-Mesin-an dan jurnalistik. Kepakaan menulis saya asah dengan membaca dan menjadi relawan social (volunteer) di daerah Dolly, Surabaya. Saat itu, otak kanan dan kiri masih bisa bertumbuh akur bersama. Namun, sejak bekerja, dunia literasi menjadi terasa begitu jauh dan asing.

Saya percaya bahwa menulis itu bisa dipupuk dengan (salah satu cara) bertemu dengan penulis favorit. Dan sejak seri pertama Supernova lahir, saya seperti sudah keracunan tulisannya Dee. Lewat Dee Coaching Clinic, saya ingin bisa belajar bersama dengan Mbak Dee. Belajar mempertahankan konsistensi  untuk senantiasa berkarya.

Saya percaya, tulisan adalah salah salah satu hal abadi yang bisa saya tinggalkan pada masa. Dan saya ingin bisa menulis dan berkarya kembali.

Karya ku
1.       Permata dalam Lumpur, Quanta
2.       Titik Nol Kampus Perdjoeangan, ITS Press


No comments:

Post a Comment