14 May 2012

Random #2


#1
"Hanya keledai yang pernah jatuh di lubang yang sama"

Semua orang bebas percaya dengan kalimat bertuah di atas, tapi hari ini Ahad 13 Mei 2012 saya melakukan tiga kesalahan yang sama dalam waktu kurang dari 12 jam! Benar-benar payah nian!


#2
Saya pernah diselenting teman berkali-kali bahwa saya itu terlalu kasar dalam mengajar adik-adik di Taman Baca. Saya lebih cocok jadi teman bermain daripada menjadi kakak pengajar atau bahkan (calon) Bapak, begitulah yang saya tangkap walaupun teman saya itu tidak mengatakan hal itu namun saya haruslah sadar diri.

Akhirnya saya berinisiatif untuk memperbaiki diri dengan bertanya dan bertanya tentang personal intuition saya terhadap anak-anak. Juga mulai meminjam dan membaca buku "Positive Parenting" karya Ustadz Faudzil Adhim yang subhanallah keren, suer!

Ternyata, memang banyak hal yang salah dalam diri saya. Memang kesalahan itu harus diberitahukan, dan memang itu fungsinya teman :)


#3
Sering saya mengalami dilema paradoksial tentang kenyataan lisan dan kenyataan jiwa/hati. Hal ini berulang-ulang terjadi, hingga saya mesti harus sering pula berbenturan pikiran. Sering saya diajak sharing tentang banyak persoalan teman hingga mendalam sampai hal-hal sangat privasi, sesering itu saya seperti terbiasa mendengar dan tentu bertutur bijak walaupun terkadang tidak memberikan solusi.

Tidak hanya satu, dua teman saja, banyak sekali. Terkadang di akhir pekan atau sampai tengah malam pun ada teman dari seberang pulau yang menelpon saya sekedar untuk menanyakan kabar dan curhat (tentunya). Saya pun terbiasa mendengar, mendengar dan (sok) berkata bijak.

Namun, itu seperti sebuah dilemasi kenyataan bagi saya yang jauh dari yang saya omongkan. Ini kejujuran yang memang sangat menyakitkan. Hingga, muncullah celetukan demi celetukan yang mengaburkan omongan saya dengan kenyataan pada diri saya sendiri.

"Cobalah urusi diri sampeyan dulu," pesannya singkat. Mendalam.


#4
Hal ini sejujurnya agak sederhana namun juga tidak penting-penting amat. Tapi menghantui saya selama hampir setahun terakhir. Apakah memang karena sudah saatnya, sudah sesuai umurannya (berasa tua banget), saya hanya mencoba menanyakan diri saya sendiri mengapa pikiran ini kerap muncul.

Dan pikiran itu adalah: SAYA INGIN PUNYA ANAK. Maaf, jangan ditertawakan/sinis ya. Pada dasarnya memang saya suka anak-anak jauh sejak saya masih Sekolah. Bahkan semasa SMA saya juga punya beberapa adik binaan di sekitar SMA Kompleks yang sudah saya anggap sebagai adik sendiri. Hingga berlanjut di aktivitas pembinaan anak-anak Sekolah se-Surabaya sampai kuliah pun masih berlanjut. 

Saya pun memiliki keponakan yang jumlah sudah puluhan (sampai bingung hitungannya), yang setiap pulkam mereka selalu bisa bergelayut manja dengan saya. Yah, walaupun saya hanya hadir beberapa bulan sekali, tapi saya bisa merebut perhatian mereka. Intuisi dan kebiasaan itu membangun saya untuk cinta anak-anak.

Tapi...Semakin dewasa, semakin tua, saya semakin sadar betapa kurangnya diri saya ini. Kekurangan dari banyak hal yang selalu membuat saya ketakutan dan bertanya "apakah kelak saya bisa menjadi orang tua yang seharusnya?". Seharusnya itu berafiliasi dengan kasih sayang, keadilan, keseimbangan, dan semua kebaikan yang seharusnya menjadi hak anak. Sewajarnya saya mengatakan: belum bisa.

Saya tidak sedang menuju kesempurnaan menjadi orang tua kelak, karena kesempurnaan itu hal mustahil bagi makhluk-Nya. Saya hanya perlu sadar diri, agar diri ini tidak pernah merasa lebih atau berlebihan dalam memaknai kedewasaan. Memang, saat ini saya harus fokus untuk belajar dan belajar membenahi diri.

Karena saya tidak mau kelak, anak-anak justru menjadi korban malapraktek (ketidakbecusan) orang tuanya sendiri!


#5
Untuk kali kedua, saya mengalami sebuah fase kegalauan yang tidak bisa saya selesaikan. Ini tentang sebuah persoalan, yang tidak hanya menyangkut saya pribadi, tapi juga menyangkut beberapa orang (tim) dan juga tentang masa depan. Awalnya memang ini adalah human error atas ketidaktahuan tentang sistem, namun semua karena kita sok tahu, akhirnya terjadilah "bencana" itu.

Kita terdiam serempak menyaksikan ketololan kita sendiri. Lucu memang, karena kita telah dibodohi oleh diri sendiri. Semua nampak absurd, sampai kita hanya bisa geleng-geleng doang. Asap mengepul! Semua menjadi gelap. Gulita. Geblek! (batinku)

Sudahlah, itulah dinamika hidup. Bukankah galau adalah salah satu style kehidupan? Hehe..

"Dan jika kita dihadapkan pada suatu masalah yang tidak mampu kita selesaikan, letakkanlah dan biarkan waktu yang menyelesaikan" -kekuatan tawakal

No comments:

Post a Comment