16 Sept 2015

Menambang Rima

Kelabu. Menarilah selama kamu bisa mendendangkan jari jemarimu. Mengelanalah sekuat kakimu mampu melangkah. Berbalik-arahlah jika itu ada warna lain yang menyapamu di pinggir jalan. 

Tak usah kau risaukan gurauan malam tentang hitamnya bayanganmu. Karena di setiap jejak masa lalu, terdapat selipan kenangan yang tidak semuanya pahit. Andai kau mau sedikit memaksa, urutlah urat nadi dan nafasmu, lalu sumpal dengan keikhlasaan. Niscaya, benalu-benalu kehidupanmu akan merambat pelan dan mati berguguran. Rontok.

Kau ingat tentang cerita kelabu 12 tahun silam. Mbah kakung terlalu sering bercerita dengan gaya personifikasinya, dan diselipi guyonan satir. Mengiris nurani yang terlanjur terpotong remuk menjadi delapan belas.

Malam itu, iya pas dengan kelabunya malam, Mbah Uti menanam ketela rambat di dalam rumah. Banyak yang protes dengan kebiasaan tidak biasa ini. Selain tentu kemarin beliau pernah mendulang tembakau di sawah yang dikiranya benalu.

Sesuai perkiraan ramalan keluarga, ketela tidak hanya merambat untuk dipanen umbinya saja. Seluruh rumah terkungkung oleh rambatan batang inangnya yang tak sedap -juga tak indah dipandang. Semua memandang kekegelapan akan datang ke rumah ini. Kecuali si penanam yang malah yakin bahwa Dewa Wisnu itu alergi dengan daun umbi.

Entahlah, siapa yang benar.

Sebulan berlalu sejak umbi pertama dipanen, tak pernah terjadi hal-hal aneh dalam rumah. Semua tampak normal biasa-biasa seperti rumah tetangga sebelah yang biasanya rumahnya dicat hijau seperti daun. Ya, daun umbi.

Sampai pada hari ke-32, Eyang Uti mengundang tetangga jauh yang katanya adalah saudara tirinya ke rumah. Namanya Eyang Te. Seaneh namanya, ia datang membawa barang-barang tak lazim ke dalam rumah.

Pertama aku melihatnya menaruh sejumput daun kering -yang sudah aku curigai adalah daun ubi- ke dalam botol bekas obat dan menaruhnya dipojok pintu dekat dapur. Pernah juga ia meludah kasar di ruang tamu, seolah ada musuh bebuyutannya datang melabrak.

*) bersambung

No comments:

Post a Comment