12 Jun 2010

Nilai D? Bukan Akhir Segalanya Kawan



Sejatinya, kuliah itu adalah bagian dari menuntut ilmu.Ya, menggali ilmu untuk digunakan sebagai sarana memecahkan persoalan kehidupan manusia. Tapi kenyataan itu selalu berbeda dengan teori. Justru hal utama yang ingin dicapai mahasiswa adalah mendapatkan nilai setinggi-tingginya, lulus dengan predikat cumlaude dan kerja di perusahaan multi internasional. Gara-gara obsesi ini pula, sering nilai D nampak seperti monster pembunuh nomer wahid mental mahasiswa.


Kampus itu memang lembaga akademik, semua serta terukur secara kuantitaf dan kualitatif. Pun demikian dengan pembelajarannya. Mulai dari input, proses dan outputnya pasti menghasilkan angka yang bisa komparasikan dengan lainnya. Angka ini pula dijadikan acuan pokok untuk menginjakkan kaki pada langkah pasca kampus. Dan terkadang, angka ini juga bisa indikator “sukses” tidaknya mahasiswa di kampus. Saking prestisnya, acap kali ada stigma negatif bagi kaum yang berada di bawah garis kemiskinan. IP, itu namanya.
Dan yang paling menyebalkan adalah jika ada teman kampus lain yang bertanya, “Berapa IPKmu?”. Bagi saya, ini adalah pertanyaan yang sangat sensitif. Mengandung unsur SARA, begitu ungkapan hiperbolisnya. Apalagi saya barusan mendapatkan nilai D. Sebuah mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Dan kenyataan ini harus saya terima di tengah-tengah UAS yang masih berlangsung, rasanya seperti kejatuhan kulit durian 5 ton. Kulitnya saja tanpa isi, mental pun harus rela tersayat-sayat dan remuk tak berbentuk. Adakah hikmahnya? Belum ketemu, tapi setidaknya saya terinspirasi untuk menulis opini ini. Sisanya, hanya rasa penyesalan yang tak kujung padam.


Padahal saya merasa mengerti materinya, dapat ilmunya. Tidak pernah absen kuliah, apalagi TA (titip absen, red.). Senantiasa berusaha duduk dibangku terdepan dan semua usaha lainnya. Toh, takdir memang tidak selalu selaras dengan ikhtiar. Masih banyak faktor X yang tidak bisa ditebak. Bagian yang paling penting adalah menyiapkan mental setangguh baja martensit untuk menyaksikan IP yang pasti terkatrol ke bawah akibat nilai itu dan menabung pandangan positif.


Kalau mau berkaca pada film Kiamat Sudah Dekat yang sarat hikmah. Nilai D bukan berarti “kiamat” sudah dekat, namun ambillah pesan positifnya. Setidaknya, kita diberi kesempatan lagi untuk lebih mendalami ilmu dalam mata kuliah tersebut, begitu dosen saya biasanya memotivasi para mahasiswa veteran. Toh, kuliah juga bukan untuk satu mata kuliah itu saja. Hidup juga bukan untuk kuliah saja kan? Dan masih banyak yang bisa kita lakukan dari pada menyesali nilai D. Life must go on.


Ada satu keyakinan yang saya tanamkan dalam pribadi saya bahwa setiap manusia dianugerahi kemampuan yang berbeda-beda. Orang pandai itu relative, semua tidak bisa dinilai dengan angka berupa IP. Saya memiliki hal yang bisa saya kembangkan yang bisa jadi orang ber-IPK nyaris 4 tidak mampu melakukannya. Saya memiliki kemampuan lebih di bandingkan mereka, dan mereka juga memiliki kemampuan akademik lebih daripada saya.


“Dan atas semua hal yang telah terjadi, semua memiliki hal tersembunyi di sampingnya. Bangkitlah dan mulai sibak, ada apa di balik kejadian itu” (hoe)

No comments:

Post a Comment