9 May 2013

Opposite



Bagi saya, laki-laki yang memiliki kepribadian untuk "berpartisi hati" adalah hal yang lumrah, walaupun bukan hal yang harus dimaklumi. Hal itu wajar, tapi bukan berarti saya setuju. Jadinya, saya sendiri tidak kaget saat menemukan beberapa teman saya yang tiba-tiba putus-nyambung dengan pasangannya bak main layangan, atau yang gonta-ganti cewek setiap ganti tahun. Cowok playboy, istilah gaulnya. 

Fenomena itu bagi saya adalah hal biasa, karena sering saya temui walaupun berkebalikan dengan prinsip hidup saya. Namun, seminggu yang lalu saya mendapati hal yang lebih dari sekedar berkebalikan biasa. Saya mendapati seorang palygirl, yang justru dengan ringannya bercerita tentang mantan-mantannya yang seperti gerbong kereta api. Ia bercerita dengan nada memelas, meratapi jalannya, mengeluhkan dirinya sendiri dan terkadang tertawa riang. Membuat pikirian saya menyinyir ria.
Segampang itu kah menempatkan hati orang? Itu hati apa siomay?

Pernah di suatu hari, dia bertanya "Apakah menurutmu Luna Maya melakukan kesalahan saat merebut Ariel yang sudah berumah tangga". Pertanyaan ini diajukan saat dua artis itu belum terjangkit kasus "itu". Dia mempertanyakan soal perselingkuhan yang bagi saya seharusnya tidak patut ditanyakan!

Bagaimana saya harus menjawab? Mendadak saya menjadi emak-emak biang gosip.

Pernah juga ada seorang teman dengan lantang dan pede banged berkelakar seperti ini, "Hari gini masih mikirin keperjakaan?" #makinmupeng



Jati Diri dari Kecil
Memang, tidak akan pernah ada orang, teman, bahkan keluarga kita yang bisa sepaham dengan kita sepenuhnya. Everychild is special, begitu kata Freud. Setiap anak memiliki jalan dan proses penemuan jati diri dan idealismenya yang berbeda. Dalam kepala tiap anak tercampur nilai, budaya, moral yang dibagun dengan jalannya masing-masing dimulai dari sejak ia masih bayi. Beda jalan itu berubah wujud menjadi perbedaan.

Terkadang perbedaan itu tipis, sering pula ada yang berseberangan dengan kita. Ada pula yang yang justru terang-terangan ingin menggerus identitas diri kita. 

Lalu, timbullah kelompok yang isinya orang-orang seidealisme, timbul pertentangan, konflik dan juga perang.

Paling gampang, kita bahkan mungkin sering tidak sefaham dengan kedua orang tua kita. Padahal, merekalah orang yang lebih banyak mendidik kita daripada guru atau sekolah. Dengan teman, perbedaan justru memperkaya pengalaman menuju kedewasaan. Dan justru dengan perbedaan itulah, hidup ini disebut sebagai kehidupan -yang penuh warna.

Seperti petang kemarin. Di tengah ruang keluarga, di depan semua TV layar besar, kami sedang berdiskusi ringan tentang banyak hal. Mereka terdiri dari saya, teman lama saya, adiknya dan kedua orang tuanya. Tiba-tiba terceletuklah hal ini.

"Mas, punya kenalan anak kuliah yang bisa njoki masuk FK gak?," seorang remaja cewek yang baru saja Ujian Nasional SMA bertanya langsung.

"Ada dik. Ada 2 teman saya yang ngaku pernah jadi joki, dan katanya sih sukses memasukkan kliennya PTN favorit," jawab saya apa adanya.

"Wahhh..Beneran ada mas? Bisa minta nomornya? PIN-nya ada?" ibunya tiba-tiba  menyerobot percakapan.

Saya terhenyak sejenak. Bingung dengan kondisi macam hal yang berlawanan arah ini (opposite).



No comments:

Post a Comment