14 Feb 2012

Kebodohan Saya

:: 37 Missed Calls dan 19 New Messages ::



Sepantasnya saya tidak mau mengatakan ini sebagai suatu kebodohan, lha memang ini bukan salah saya sepenuhnya. Pun bukan sepenuhnya bukan salah saya. Biarlah cerita ini mewakili semuanya, atas semua yang pernah saya dzalami dalam tempo kurang dari 24 jam. Hari itu, ahad (12/2). Ya, hari itu.

Saya awali dengan kalimat "Maaf, untuk semuanya". Pertama buat Mbak Ngeek dan Mbak Sospol PP yang "rela" menunggu di Bandara Juanda hingga jam setengah tiga dini hari tanpa konfirmasi jelas dari saya. Sepenuhnya, saya tidak bisa membayangkan berapa kilogram lotion anti-loemoet dan anti-njamoer yang mereka bawa untuk menjaga suasana tidak menjadi crispy. Tapi, tentu dengan hati nggrundel jaya!

Kedua untuk Pak Dhe Ghoni yang sudah tua. Maaf sekali, saya melalaikan tugas saya untuk mengkoordinasikan agenda Milad Taman Baca hari itu. Saya sama sekali tidak menyentuh kerja teknis, kecuali mempersiapkan sejak tiga hari yang lalu. Tapi alhamdulillah yah, Bang Ghoni memang parner mengajar yang luar biasa bagi saya. Dia pasti bisa meng-handle cepat-tepat untuk urusan darurat. Yah, untuk acara ini saya hanya bisa menyuruh-nyuruh pengajar lain untuk: membuat soal, membeli kertas-spidol, membuat rangkaian alat percobaan, mengobrak-obrak pengajar lain, membagi undangan dan (terpaksa) diam dalam kamar.

Ketiga, untuk Ibu Meniek yang sudah saya janjikan untuk berkunjung ke kediaman beliau lagi. Saya rencanakan jam 9 pagi untuk mengambil dokumentasi dan arsip bersejarah dari Bapak Soemadijo, Rektor ke-3 ITS. Ah, saya melewatkan kesempatan langka ini tanpa konfirmasi sama sekali. Maaf sekali Bu. Insya Allah, kita akan bertemu di lain kesempatan (padahal pasti Ibunya pasti sudah balik ke Jakarta lagi).

Keempat, untuk semua pengajar yang saya terlantarkan hari itu. Saya membagikan jarkom ke siapapun untuk datang, sementara saya tidak datang, tanpa konfirmasi dan tidak bertanggung jawab sama sekali. Hwaaa...

Kelima, untuk segenang panitia Milad TB ke-5, Pak Kartono, Komunitas Cendol (terutama Bu Titie), Mas Ismail, Komunitas Pelangi, Remas Al Falah dan Al Akbar, dan lainnya. 

Terutama, untuk adik-adik yang saya tinggalkan dengan senyuman manieznya. Maaf, kakak tidak bisa memenuhi janji kakak. Padahal sudah warning Dik Nane, Dik Adi yang bela-belain datang dari Nganjuk, dan Bu Guru Zahras.

"Kak, pean besok ke Taman Baca kan?"
- SMS dari Dik Zahras, Sabtu jam 19.25

Juga beberapa SMS yang masuk tanpa saya konfirmasi, dari pengajar, nara sumber, Tim Djoeang, rekans Jurusan, klien curhatan saya, dan tentu teman saya dari antah berantah yang galau kebelet nikah, haha.

Sudahlah, saya aslinya juga pengen mengeluh, pengen memberikan kejelasan kepada semuanya. Tapi karena terlampau banyak yang harus saya beritahu, jadi males juga. Biarkan semuanya marah, biarkan semuanya tidak membalasa SMS permintaan maaf saya, dan biarkan mereka berburuk sangka dengan saya. Biarkan saja.

Kaki saya bengkak, itu saja ujung persoalannya. Ceritanya, sabtu dini hari saya mbolang ke Bromo bersama rekan-rekan Lantai 6, di tengah jalan kaki saya ditubruk sepeda teman sendiri. Tidak apa-apa sih, hanya bengkak dan berdarah sedikit. Tapi puncaknya, hari minggu dini hari, kaki semakin bengkak. Dan tidak dipake tidur, serasa dicubit pake jarum. Ngilu-ngilu gimanaaa gitu.

Sabtu 22.30 saya akan berangkat ke Juanda, tapi kaki tidak bisa diajak komromi. Akhirnya saya belokkah ke UGD di RS dekat rumah. Hasilnya, kaki saya semakin ngilu dan diberikan obat antidepresan dan obat sesuatu. Saya disuruh pulang (karena saya hanya sendirian) dan ronsen tulang kaki esok paginya, tanpa menyadari HaPe tidak ada di tangan. Hwaa... 

Saya memang membawa dua HaPe, tapi satunya tanpa SIMcard, praktis saya hanya bisa melongo pulang. Dengan harapan bisa menelpon nomer saya pake nomer lain. Tapi ini tengah malam dodol, siapa yang bisa dipenjemi Hape? Pasti kagak ada!

Akhirnya saya putuskan berdiam diri, sambil ngompres kaki. Lukanya kecil sekali, mungkin 2 cm2, tapi bengkaknya menjalar mirip karet molor. Mungkin saya ditakdirkan untuk berdiam saja di kamar.  Pikiran saya tertuju pada bandara terus, mau konfirmasi tidak bisa. Biarlah, pasti mereka bisa pulang sendiri. Hingga pagi hari menyingsing.

Pagi hari, saya beraktivitas biasa. Inilah kebiasaan super-instrovert saya, kalau saya sakit sampai separah apa pun tidak akan ada orang di rumah yang tahu, juga kedua orang tua saya. Apalagi dengan orang lain, hehe.

Daaannn....

Saya terpaksa meng-cancel seluruh agenda hari ini, tanpa konfirmasi dan begitulah kisahnya...

Hingga HaPe saya berhasil ditemukan oleh penjaga parkir RS, huft. Akhirnya ketemu Hape tercintaku :)

5 comments:

Eka S said...

"Pikiran saya tertuju pada bandara terus, mau konfirmasi tidak bisa. Biarlah, pasti mereka bisa pulang sendiri"

iya ya bisa pulang sendiri dg ngrundel tingkat dewa, kesel pangkat seribu, sampai berasa pingin nimpuk pake sendal
hahahaha

hudahoe said...

Biariiinnnn...

Mbak satpol PP lho gpp, lha kok kamu sing ngamuk :P

Eka S said...

Ya iyalah dy gak papa kan......#sensor
haha

mayag

hudahoe said...

oh iyaaa, mbak satpol PP kan sama bodyguardnya, haha..

eh, sama piaraannya juga sih :P

Eka S said...

piaraan jare haha
disilet-silet tau....
wkwkwkw

Post a Comment