22 Mar 2009

Ini ceritaku kawan !



Tak pernah terbesik sebelumnya saat aku kecil bisa menjadi sekarang ini, berdiri di kota Surabaya dengan pengalaman dan pelajaran yang tiada taranya.Bahkan jika ku tilik saat diriku masih kali pertama menginjakkan kaki sekolah, tepat di bangku TK Dharma Wanita, hanya bisa termenung dengan ungkapan sejuta syukur yang tiada hentinya terucap. Beginilah diriku saat ini bisa menjalani hidup agar selalu bisa semangat dan tersenyum selamanya.
Seribu haluan telah ku lalui, sejuta langkah telah kujalani dengan beragam warna hidup yang telah kuhinggapi. Semuanya terangkai seperti rangkaian puzzle yang menjadi permainan favoritku ketika aku masih TK, hingga menjadikan sebuah karya yang kuyakini inilah diriku. Diriku tanpa bayang-bayang asal usulku, diriku tanpa embel-embel orang tua ataupun keyakinanku. Dan kuyakini dengan sepenuh hati bahwa mimpi-mimpiku akan turut mewarnai karyaku ini.
Teringat lagi, hal yang sangat aku kenang setiap waktu aku harus terdiam. Puasa kali pertama. Sangat simpel sekali, bahkan belum tentu hal ini sangat berharga bagi orang lain. Jangan pernah membayangkan hal yang terlalu serius, pikirku kala itu dengan lugunya setelah tergopoh-gopoh dibangunkan ibuku untuk shur bersama. Wah, tengah malam kok makan, pikiranku lagi.Tapi enak sekali karena makanan yang disajikan ibuku adalah makanan favoritku, segera kusantap dengan tak lupa berdo'a dulu.Perlahan-lahan ku perhatikan ibuku yang terlihat tersenyum melihatku.
“Besok mau puasa sampai jam berapa?,” tanya ibuku
“Sampai bedug (dzuhur, red.) aja,” jawabku santai. Ibuku hanya tersenyum saja.
“Yakin ya?,” tanya ibuku lagi.
“Ya, ya,” unjarku meyakinkan sambil mengambil kolak kacang ijo yang menjadi favoriku.
Menjelang imsak, segera kuselesaikan semua yang harus kumakan dengan segera. Berdo'a dan melafalkan niat puasa juga tak lupa kujalani, karena saat itu aku belum paham betul dengan makna dari niat itu seperti apa. Waktunya sikat gigi dan persiapan untuk sholat shubuh, tapi karena keasyikan makan ternyata perutku kekenyangan, duh sakit sekali.
Ku paksakan saja daripada nanti teridur sebelum sholat subuh, lagian ini kan puasa pertamaku. Karena kamar mandi berada diluar rumah (terpisah), ku buka pelan pintu rumah. Wush, semilir angin memecah kehangatan dalam rumah. Terlihat ayahku memegang lampu teplok menerangi aku biar tidak kepleset. Ku raba-raba jalan menuju tempat wudhu, dan tahukah kamu kawan apa yang hampir setiap hari aku ingat kejadian ini?
Ketika kejadian itu, aku masih kelas 1 SD. Saat itu sedang musim hujan. (kembali ke cerita sebelumnya) Saat berjalan menuju tempat wudhu, hanya kusaksikan kelip-kelip cahaya seperti pelita di kegelapan. Tapi itulah yang sebenarnya terjadi, desaku belum ada listrik. Kebisuan malam bertambah kompleks dengan desiran angin musim hujan yang membuat orang-orang pergi keluar rumah. Ku tengadahkan kepalaku ke langit, nihil. Tak ku lihat bulan atau bintang yang biasanya bergelantungan melukis cakarawala malam. Ternyata, inilah desaku saat malam hari. Sepi sekali seperti tak berpenghuni.
Ku segerakan mengeluarkan penutup padasan (tempat wudhu seperti gerabah, red.), tapi kok dingin sekali airnya. Harus dipaksakan, atau tidak jadi sholat shubuh. Ku percepat langkahku menuju rumah, berharap agar dinginnya malam ini tidak membuatku malas atau pun sakit. Sebelum sholat, ku sempatkan untuk pergi ke kamar Orang tuaku dan kulihat adikku yang masih berumur 3 tahun tidur nyenyak, menggemaskan sekali. Usai sholat, aku disuruh tidur agar tidak ngantuk saat sekolah nanti sedangkan Ayah dan Ibuku harus segera bekerja, ku iyakan saja karena memang mataku masih ada rasa ngantuknya.
Dan pagi pun menyingsing cerah sekali. Selesai mandi, segera aku berangkat sekolah. Dan satu hal lagi yang masih tak ingat sampai sekarang adalah kalau jalan di desaku itu sangat tidak baik sekali. Jangankan aspal, tumpukan batu-batuan untuk menutupi jalan aja masih tipis sekali. Jadi kalau lagi musim hujan seperti saat ini, jalanannya seperti kandang bebek, becek poul.Yang membuat miris, kalau mau pergi kemana-mana harus tanpa alas kaki alias nyeker. Termasuk kalau mau pergi sekolah, malah sering cari jalan pintas dengan menerabas sawah-sawah.Seru sekali, tekadang seperti orang dikejar anjing karena harus berlari-larian, lomba balap lari menuju sekolah.
Begitu banyaknya masa lalu yang sangat begitu berharga. Terkadang sering ku membandingkan diriku tempoe doeloe dengan saat ini, dan ......
to be continued on the next story

No comments:

Post a Comment