23 Mar 2011

Menjadi Bang Toyib (yang dirindukan)


Dua hari aku tidak pulang ke rumah. Gara-gara hujan deras mengguyur Surabaya dan tugas membuat alat yang tak kunjung kelar. Akhirnya malam ini (22/3), aku bisa pulang. Dengan mata sedikit perih karena kebanyakan di dalam ruang ber-AC, saya melaju kencang menuju 23 kilometer ke arah barat. Waktu 40 menit saya habiskan berkaraoke di tengah jalan alias nyanyi-nyanyi sendiri nggak jelas untuk menghibur diri.

Nyampai rumah, sepi. Lampu sudah mati semua, gerbang sudah ditutup. Masuk kamar. Wuih, penuh dengan coretan di sana sini. Ah, ulah adikku lagi. Dimana-mana dipenuhi dengan hasil tangannya dia. Lihatlah papan white boardku, digambari muka temannya dengan beberapa sifatnya di sampingnya. Lengkap dengan antonimnya (mungkin dia sedang belajar bahasa indonesia).

Alat tulisku juga acak-acakan. Spidol bertebaran di lantai. Sekali lagi ada kejutan untuk hari ini. Di papan tempelku, ada sebuah gambar manusia dari kertas yang digunting. Objek itu ditempel di situ. Itu siapa? Entahlah. Yang jelas itu pasti buat aku. Karena itu adalah papan tempel milikku dengan sederet coretan mimpi yang aku tempel sejak awal tahun kemarin.

Sekali lagi, adikku membuat diriku terharu. Apakah sebegitu berhargakah diriku dimatanya? Entahlah. Yang jelas hampir kalau aku 2 atau 3 hari tidak pulang, mesti dikasih kejutan. Minggu kemarin aku diberi wafer yang ditempel di papan tempelku. Kalau dia sudah tidur, pasti paginya dia bergelayut manja dengan aku. Romantis, pikirku. Hehe.

Kalau aku datang pas dia belum tidur, mesti kita berpelukan ala Teletubbies. Ya, dia adalah satu-satunya objek manusia yang bisa aku sayangi secara nyata dalam hidupku sekarang. Lainnya, long distance. Nggak bisa lihat, hanya bisa dirasakan. Oh, adikku. Dirimu manies sekali.

Namanya panggilannya Dandy. Tubuhnya lumayan cubby. Apalagi pipinya, ngegemesin! Dengan perawakannya tinggi besar, fisiknya tidak terlampau terlihat gendut. Anaknya hitam manis. Lucu pastinya. Walaupun sering mayak terhadapku, tapi entah mengapa setiap hari dia selalu ngangenin. Tak melihatnya dua hari saja, sudah kepikiran terus. Cinta memang buta, hahaha. Ngawur bin lebai.

Dia memang mayak. Sudah tidak terhitung lagi kemayakannya. Ingatlah, dulu waktu aku tidur enak-enak di sofa. Dia dengan pedenya memukul mukaku dengan gitar sepanjang satu meter dengan berat sekitar 2kilogram?! Aku langsung syok dari alam mimpi dibanting ke alam nyata. Juga ketika aku sedang bersih-bersih rumah, mesti dia (dengan sengaja) mengotorinya lagi dengan sok tidak tahu kalau ada yang bersih-bersih. Dan masih banyak lagi kenakalannya.

Tapi entahlah, dia tetap spesial dengan kenakalan khas anak-anak itu. Ah, adikku tersayang.

"Sinio mas Anung, ada uang di bawah"
"Mana dik?" (sambil sok panik dan senang)
"Ini lho..."
"Mana?" (serius mengamati lantai)
"Mana dik? Nggak ada gitu" (terus melototi lantai)
"Hei, mana dik?" (Dengan terus polos melanjutkan kebodohannya)
"Hihihihi.....Hahaha...." (awalnya cekikikan tapi semakin lama semakin keras)
"Arggghhhhh...aku dibohongi anak kelas 1 SD!!!!" (Pekikku dalam hati)
"Genduuuuttttt.....Awas koen mbujuki Anung" (sambil nguber-nguber mirip ngejar maling)
"Hahahahaha...wkakwkwkkakwka" (Tertawa lepas sambil berlari kencang)
"Makane dadi wong ojo mata duwitan" (Dengan sak enake udele dewe dia memberi wejangan terhadapku)

BEGOK!
 
Ditulis di dalam kegelapan rumah

2 comments:

Catata dan Pikiran - Muflih Fathoniawan - said...

sangat mengharukan pak ustad... udah gag sabar punya momongan? *lho?!*

Huda said...

Lho kok tahu?? kayaknya visi kita sama, lho??!!
hahahaha

Post a Comment