22 Jun 2012

Dewasa Itu...

 
Mungkin, ini hanya pikiran selayang yang mecuat sporadis namun sangat dalam. Pikiran tentang sebuah fase proses pendewasaan yang memang harus berujung pada waktu yang tak hingga. Tentang sebuah kemandirian terhadap personal, dan kepedulian kita sebagai seorang dewasa, yang tidak selfish.

Yap, menurut teori yang mengendap dalam pribadi saya, dewasa itu bisa diukur dari dua hal: kemampuan berdiri di atas kaki sendiri dan kepedulian sosial terhadap sesama-lingkungan.

Pribadi yang mandiri tidak hanya soal kemampuan mengendalikan diri dalam memutuskan hal yang tidak boleh dan boleh dia lakukan. Lebih dari itu, kemandirian juga harus bersifat kematangan mengolah diri dari polah, sikap dan emosi. Jika itu sudah bisa terlampaui, kemandirian finansial, kepatuhan terhadap nilai/norma bisa, atau jenis kemandirian fisik lainya bisa mengikuti.

Ciri kedua adalah peduli sosial. Bahasa gampangnya, orang dewasa dalam masyarkat yang bukan orang yang bisa hidup sendiri dengan tangan, uang, dan waktunya sendiri. Namun, ia mampu mengembangkan tangan, uang dan waktunya juga untuk orang lain. Itu murni sebagai sebab-akibat makhluk sosial. Yah, kita tidak akan pernah bisa hidup sendiri.

Syarat pertama tersebut mungkin bersifat pribadi, namun jamaknya di masyarakat kita bisa menemukan orang tua yang tidak bisa bersikap dewasa. Tua adalah keniscayaan, dewasa adalah pilihan, begitu orang bijak berkata. Ini juga bukan soal pangkat atau gelar akademik yang menggunung. 

Karena bisa kita lihat, betapa banyak orang yang cerdas intelektualistasnya atau yang bergelar profesor justru malah korupsi, yang mencerminkan sikap sangat tidak dewasa! Atau kewenangan pihak berkuasa yang tidak mengindahkan nurani dengan mengucurkan darah rakyatnya sendiri. Jadi, ini bukan soal usia, pangkat, jabatan atau pendidikan. Ini soal mentalitas dan karakter.

Ciri yang kedua tersebut yang susah ditemukan. Ritme hidup manusia seperti disadur dari kisah klasik dari zaman dahulu kala hingga kini. Lahir-bermain-sekolah-kuliah-kerja-menikah-punya anak-pensiun-mati. Banyak orang hanya meninggalkan nama saja ketika mati, tanpa meninggalkan “jasa” yang bisa dimanfaatkan oleh orang lain. Itulah dewasa sosial, sikap peduli yang mengarahkan kita agar kita mati tidak sia-sia.

Dan, saya menyadari sepenuhnya, saya belum dewasa...


*) sebuah pengingat, ditulis dalam waktu selama 15 menit menjelang maghrib

No comments:

Post a Comment