21 Jun 2011

Pecundang Hidup....


Seberapa sering anda merasa gagal dalam hidup? Pikiran ini, sedikit atau banyak pasti menyeret ke alam bawah sadar. Menunjukkan kepada alur berpikir kita, bahwa kita tidak berguna, pesmistis, dan adalah pecundang!

Seberapa sering pikiran ini muncul, lebih sering pengaruhnya. Seperti jiwa ini, memikul tanggungan yang tidak pernah kita lakukan, hanya bergelayut gila seperti hantu. Dia hadir, seperti penghisap ruh. Menggerogoti, semangat hidup! Semangat berjuang!

Seperti hari ini, sama persis dengan hari-hari sebelumnya. Saat nafas semangat masih enggan menguap, mendekap paksa bersama deburan hawa panas. Pikiran liar ini justru bergairah penuh. Akankah asa itu terwujud? Jalan itu masih terlampau panjang? Akankah orang lain peduli denganmu? Atau pertanyaan sederhana, untuk apa kamu lakukan ini semua? Dan, akhirnya semua berputar. Terus berputar, seraya menyedot kerak darah dari otak.

Juga saat rasa iri dengan kehidupan di luar sana yang jauh baik, saat itu pula, pikiran itu protes. Dia berdemonstrasi, menuntut kesamaan hak dan kewajibannya. Terusung sebuah kata: keadilan! Baginya, dunia adalah mala praktek nyata atas ketidakteraturan hidup. Penuh ironi dan lautan paradoks. Menyelimuti setiap jengkah nafas manusia.

Tidak ada kata sukses, tidak pula berhasil. Kehidupan tak ubahnya panggung maha luas –yang akhirnya toh harus selesai. Semua harus berjalanan, beserta manekin dan alur yang sudah ditentukan. Akhirnya semua kembali kepada ke si pemikiran tadi, untuk apa? Dan untuk apa?

Ada yang bilang pikiran ini gila, tapi seberapa banyak orang mau ambil peduli? Melihat jutaan manusia justru bisa menari riang di atas panggung dengan penonton yang sekarat mempertahankan ruh harga dirinya. Juga atas harga diri yang dijual seribu tiga. Dan senyum manis pembeli harga diri yang sangat manis itu. Semua hadir dalam satu frase yang sama, seperti aksi kembar siam. Tidak ada hal yang aneh, tidak pula hal yang dipertanyakan. Semua logis, terukur, dan memang terjadi.

Ataukah memang kehidupan wajib mememperagakan aksi tadi? Seperti pasangan sejati, kanan-kiri, hitam-putih, meja-kursi, pria-wanita, tua-muda, surga-neraka...Hei, kemana hidup ini akan mengalir jika surga dan neraka tidak diciptakan? Akankah manusia bisa menghilangkan alasan hidupnya –yang berbau imbalan ini- lenyap dalam literatur pijakannya.

“Jika manusia diciptakan dengan nurani, mengapa dunia justru menjadi lebih gelap dengan kehadiran manusia?”hoe-

1 comment:

An said...

dunia menjadi gelap ketika manusia meninggalkan nurani mereka. menelantarkan nurani, lantas mengedepankan logika dan nafsu. (AN)

Post a Comment