8 May 2012

3 In 1: Mangrove Wonorejo-Maha Virahara-Museum Majapahit

Inilah salah satu model perjalanan nekad yang pernah saya alami selain ke Madiun-Magetan-Ngawi-Solo-Jogja-Gunung Kidul-Ponorogo-Madiun menggunakan sepeda motor tempo saya masih muda (berasa tua banget), berdua saja. Tapi ada satu esensi yang paling saya suka, perjalanan nekad selalu penuh dengan hal-hal tak terduga yang akan selalu kita ingat sepanjang umur hidup.

Kalau perjalanan nekad dulu, hal yang paling saya ingat adalah memutari kota Solo dan Jogjakarta hanya berbekal penasaran dan SIM+STNK. Akhirnya, dengan seutas peta pinjaman, saya berdua dengan teman saya bisa mengelilingi dua kota keren ini. Juga sewaktu "menyeberangi" Gunung Kidul agar sampai lebih cepat ke Ponorogo, kita harus berkorban dengan mengendarai sepeda motor sampai 5,5 jam non-stop. Sampai penumpang saya ngedumel terus sepanjang jalan, haha..

Eco Wisata Mangrove Wonorejo
Nah, hari sabtu kemarin saya berhasil mbolang nekad lagi bersama partner-in-narsis saya, adek Haris. Destinasi pertama adalah Eco Wisata Mangrove Wonorejo yang sebenarnya merupakan destinasi by accident. Tujuannya hanya menemani reporter galau nan ababil ini untuk mewawancarai narasumber di sana.

Perjalanan ke sana diwarnai dengan tanda tanya besar karena selalu dan selalu, jalan di googlemaps tidak cukup membantu ketika di lapangan. Memasuki daerah wonorejo, kita sudah disambut dengan jalan tak beraspal dan tambak di kanan-kiri. Tak luput, beberapa semak mangrove turut menutup jarak pandang kita. Sempat takut kalau nyasar, namun akhirnya kita menemukannya. Saya pun pertama ke sini.

Pintu masuk, kecil banget

 Di sini dipelihara dua ular piton yang super besar

 
 Haris dengan hape (dan gomawonya)

Bayar tiket, dewasa 25 ribu, anak-anak 15ribu

 Gazebo gerbang dengan latar sungainya



Dan praktis, saya yang lebih banyak ngoceh menanyai hal macam-macam ke panitia. Ada satu rahasia yang kita lakukan di sini, bukan begitu bang Ganteng? Eits, kita ketemu dengan Hasan lho, jadilah Haris yang panganut partisi hati akut ini berseri-seri menemukan Masternya di tempat tak terduga.

Maha Vihara Mojopahit
Niat awal, memang kita ingin menuju ke Trowulan Mojokerto untuk menemukan jejak kerjaan terbesar di negeri Indonesia, Kerajaan Majapahit. Selain karena saya memang suka sejarah, saya sangat penasaran dengan hal-hal berbau prasasti, patung, candi dan sejenisnya. Akhirnya kita berangkat ke sana sekitar jam dua siang lebih. Dengan estimasi dua jam perjalanan, kita masih bisa bernarsis ria.

Eehhh..kenyataannya, perjalannya sangat macet sekali. Bahkan di tengah perjalanan, si Haris pun ngajakin makan Nasi Padang di Sidoarjo (orang Padang yang tak pernah bosan makan nasi Padang, hehe). Selepas sholat ashar, kita berangkat lagi berpacu dengan matahari yang semakin condong.

Hati was-was,karena sampai jam 5 pun, saya belum sampai ke Trowulan. Dan matahari semakin memerah mukanya. Tepat menjelang maghrib kita sampai ke Maha Vihara Mojopahit. Jalanan sudah gelap gulita, karena letaknya memang seperti di hutan, penerangan pun minim. Kita bingung apakah memang ini adalah Vihara yang kita maksud atau itu Vihara untuk beribadat saja (bukan untuk umum).

Tanpa ba-bi-bu, setelah diberitahu bahwa destinasi kita tidak salah, kita langsung masuk ke dalam.

"Saat malam pekat menyapu seluruh langit, bersama dengan temaram lampu kecil yang berusaha melawannya. Hawa kemenyan menyeruak, menari-nari di dalam hidung kita. Sunyi. Senyap. Hanya angin yang terkadang menyapa kita, bersama beragam patung Buddha berdiam diri. Suasana mistis pun menjelma. Semua tampak kesatuan yang sangaja mengajak kita untuk bisu dan menikmati alunan spiritual. Juga mistis" 

Itulah kesan saya ketika memutari area dengan dua bagian utama untuk peribadatan itu. Selain kita bisa menemukan patung Sleeping Buddha, saya pun bisa tahu anjing berjalan-jalan manis (yang justru membuat saya ketakutan karena saya trauma pernah digigit anjing) dan beberapa hal yang tentang ritual Buddha yang bisa saya amati tanpa saya mengerti.

Tahukah kawan? Bahwa besok adalah Waisak, makanya hampir semua sisi di Vihara ini sangat penuh dengan benda-benda yang tidak saya mengerti. Mulai dari payung mirip di Bali, kemenyan pastinya, dekorasi bendera dan di bagian belakang saya menemukan sejenis pemujaan yang dikalungi bungan dan tentu kemenyan juga. Aneka patung Buddha tersebar di banyak tempat, selain di altar utama. Sedang di altar utama, terdapat patung Buddha dengan tinggi yang sama hanya berbeda pose (sepertinya ini sebuah filosofi).

Dan tahukah lagi kawan? Malam ini adalah puncak SUPERMOON! Di sepanjang perjalanan memutari Vihara itu, saya mendongak ke atas. Supermood sangat tampak jelas, karena di mana kaki saya berpijak semuanya gelap gulita. Sangat kontras!

Gerbang Utama, gelap sekali

 Bangunan Utama, dengan pengantar patung Buddha aneka pose. (foto blur)

 Payung dan latar Sleeping Buddha di ujungnya

 Berpose :)

 SUPER-MOOOOONNNN :)

 Superdouble Moon, hahaha (fotonya ancoooorr)

Museum Mojopahit
Perjalan dilanjutkan ke Museum Mojopahit. Jaraknya tidak sampai 1 km dari Vihara Mojopahit. Sebelum sampai sana, kita sempat Sholat di Masjid Raden Fatah. Yang kita tahu, Raden Fatah adalah raja pertama kerajaan Demak yang notabene kerajaan Islam. Lha, ini kok nama masjidnya ada di sini?  Tanya kenapa? Saya juga gak tahu.

Tapi ngomong-ngomong nih (gaya presenter gosip, haha), walaupun kerjaan Majapahitu adalah kerajaan Hindu, namun saat ini masyoritas penduduk Trowulan dan Mojokerto beragama Islam lho. Itu mengapa, tidak ada wisata upacara ritual agama selayaknya di Bali atau Tengger, Bromo.

Selanjutnya saya menyusuri jalan dan sampailah ke kolam raksasa atau disebut waduk juga tak apa, namanya kolam Segara. Lingkupnya sangat luas sekali. Tahukah hal yang membuat kawasan so suiiitt? Soalnya ada Supermoon di atas kita, jadilah kita sepeti orang yang sedang ngedate, haha..

Oh ya, saat kita mencoba masuk ke area situ, ada orang macing ikan lho. Dan di sekitar waduk itu, berjejer warung dengan menu utama ikan wader, eehhmmm..pasti enak banget, #ngiler deh. Sepertinya sih ikan ini aseli dari waduk ini. Ini adalah praduga tak berbukti saya, hehe..


 Temaram Supermoon plus suasana air yang tenang dan so(k) suuiitt :)




 

Memasuki kawasan museum, ada satu kata yang membuat saya shock: TUTUP! Ya, museum tutup men. Tapi, tanpa patah motivasi saya minta si Haris buat nglobi ke bapak-bapak security agar setidaknya kita diberikan ijin untuk berfoto-foto ria. Ngenes banget kalau tujuan utama kita tidak tertuju.

Dan akhirnya kita diberi izin. Entah karena faktor melas atau memang bapaknya baik. Tapi setidaknya bapaknya sudah mengakui kita bukan maling, haha.. Masuklah kita dengan guide bernama Pak Rudi, kita menyusuri kegelapan malam di Museum. Karena ruangan utama tidak buka, kita cuman masuk di ruangan belakang yang terbuka dan agak mistis lagi.

Melaju dengan pelan, kita disambut oleh patung Buddha yang lumayan besar di bagian pendapa utama. Menyamping ke sisi ruangan, kita dipertemukan dengan patung Tribuana tunggadewi yang teronggok di dekat gudang. Kasihan banget, padahal bagus sekali patungnya.

Nah, di bagian belakang ini kita  bisa menemukan aneka jenis arca, prasasti dan patung. Mulai dari yang masih utuh, sampai sudah grupil-grupil tak berbentuk. Duh, berasa di masa lampau saat ada candi setinggi tugu mini yang dipindahkan tepat di tengah bangunan ini. Terus kita juga menemukan anak,bapak,ibu patung Ganesha, hehe. Maksudnya, patung Ganesha dengan aneka jenis ukuran.

Pertanyaan mendasar saya: mengapa Ganesha yang aseli Jawa Timur bisa jadi logo ITB?

Sudahlah, selepas di sana saya melanjutkan ke makam yang saya lupa namanya, hehe. Dan ke pendopo di akhir perjalanan. Sepanjang jalan saya balik, si Ais berceloteh ria tentang banyak hal. Kebiasaan suka-ceritanya dia sangat akut, jadi harus diimbangi dengan menjadi pendengar yang baik dan bercerita pula yang baik.

Sekian laporan perjalanan 3 in 1 yang saya lalui seharian tadi. Saya nyampai Surabaya jam 9 dengan kondisi tubuh angin-anginan, hehe..


Tribuanatunggadewi







4 comments:

Saad said...

lah, mas. kok berangkat jam 2. saya aja yang berangkat dari rumah jam 8 pagi biasanya baru pulang dari trowulan jam 4 sore. banyak sekali lokasi wisata sejarah di Trowulan, mas. kapan-kapan ayo mbolang bareng :)

hudahoe said...

Yah, gara2 nemani reporter ababil buat liputan dan narsumbernya mbulet 7 keliling lingkaran, hehe..

Ya sih, enak berangkat pagi. Saya kesengsem buat ke Candi, klo malam kan gak kelihatan bagus candinya.

Ayo ke sana lagi? Hehe..Tapi bingung kapan, hehe..Soale lagi siap2 buat ke Sempu tangal 18 Mei ntar :)

mau ikutan juga ta? Biar tambah rame :)

Saad said...

wah, pengen sih, mas :)

tapi TA gimana ini TA? :D

hudahoe said...

Hahaha..
cinTA-mu harus diperjuangkan sampai titik darah penghabisan, jangan sampai patah hati :)

Post a Comment