15 May 2012

Memori Kecil #1


"Dalam perspektif psikologi kecerdasan personal, saya itu memiliki tiga hal yang sangat menonjol yaitu numerik, logika dan afektif. Dan hal yang paling payah dalam otak saya adalah lingual, artistik dan verbal."

Hari ini angka-angka dalam otak saya berlarian bebas, mengejar sebuah simpul dari rangkaian acak soal-soal Fisika anak SMA.Yah, anak yang sedang saya les-i tadi benar-benar mengajak saya berlari kencang. Dia super cepet logikanya, numeriknya bahkan jauh di depan saya. Terkadang ketika dia masih membaca, otaknya sudah mulai menghitung. Sementara saya masih menerjemahkan soal, payah.

Satu bab bisa selesai dalam tempo 1 jam, dan semua mengalir masuk sepenuhnya ke pemahaman dasarnya. Jadi, pas mengerjakan soal dia bisa lari kencang, sementara saya masih terbirit-birit. Sumpah, keren banget nih anak. Baru dua kali ketemu, tapi sejujurnya saya salut dengannya dan lebih salut dengan bagaimana orang tuanya mendidiknya dari kecil :)

Pada dasarnya, kecerdasan kognitif setiap manusia itu adalah bawaan lahir alias tidak bisa diganggu gugat atas nama takdir ilahi.  Juga IQ manusia, semua memang akumulasi dari banyak hal namun bermuara pada satu kata tadi: Takdir! 

Kata orang sih, dengan pemenuhan gizi yang seimbang, anak bisa diproses supaya kelak dia memiliki takdir menjadi orang cerdas. Namun, pada kenyataannya, hanya sebagian kecil yang benar-benar terjadi. Selebihnya ternyata apresiasi pribadi (latihan/belajar) dan lingkungan yang bertindak.

Seperti anak tadi. Bagaimana makanan dan gizi membetuk pertumbuhan otaknya sejak menjadi janin, dan juga akses melimpah dari orang tuanya yang memang sengaja ditujukan untuk tumbuh kembang anaknya. Pasti berbeda dengan saya.

Beda dan Ndeso
Saya ini dari desa (ndeessooo banget a.k.a katrok). Saking ndesonya, saya pernah mengalami masa kecil tanpa listrik sampai menginjak kelas dua SD. Kedua orang tua saya petani yang hanya lulusan SD. Saya pun menjadi satu-satunya anak di generasi Ibu saya yang mengenyam bangku kuliah. Tertinggi kedua, adik saya yang sampai SMA. Sisanya, SD-SMP dan menikah.

Jujur, kalau mau membandingkan, saya memiliki anugerah berupa tiga kecerdasan di atas yang subhanallah luar biasa mengubah hidup saya. Dibandingkan dengan teman-teman SD, saya bukanlah yang tercerdas, namun paling cerdas versi orang tua saya (mungkin). Saya juga memiliki akses gizi yang bisa dikatakan kurang dalam artian berkecukupan. Saya terbiasa hanya sarapan nasi dan krupuk tiap pagi dari kelas TK nol kecil sampai 3 SMP, terkadang tambah sambel. Saya juga bahkan bukan pecandu susu, malah pecandu kopi sejak SD.

Soal akses pendidikan, yah beginilah akan saya ceritakan. Sekolah SD saya pernah hampir ambrug, tidak bertembok dan beralaskan ubin yang mengelupas. Atap selalu hobi bocor kalau hujan. Dan utamanya, ketika musim banjir, sekolah sering nambah hari liburnya (dengan disengaja). Saya pernah ke Sekolah tanpa sepatu, juga pernah berlari menyisir sawah untuk mencapai jarak terdekat ke sekolah yang berjarak 2 kilometer itu.

Buku? Tidak ada perpustakaan aktif di sekolah saya. Hanya waktu kelas 6 SD (sebagai senior), kita diberikan tanggung jawab dan akses untuk menggunakan almari berisi buku-buku lama yang tertimbun di ruang guru. Semuanya berbau debu, menguning bahkan beberapa di makan rayap. Namun justru dari sini, saya ketagihan membaca buku hingga detik ini. Selebihnya, tidak ada hal spesial.

Soal cita-cita, saya bahkan tidak memiliki cita-cita sejak anak-anak. Jadi dokter? Saya takut sama dokter, gimana bisa mengidolakan. Jadi guru? Mikir sekolah dan kuliahnya ribet dan hampir mustahil bisa saya gapai. Walaupun itu bukan pikiran saya saat itu. Yang paling dominan adalah mainstream warga desa yang sudah terkungkung, sehingga para anak kecil tidak tahu menahu bagaimana seharusnya bercita-cita. Figur teladan profesi pun juga minim (ada 1 guru di desa saya waktu itu, tidak ada dokter, polisi, insinyur apalagi). Jadinya, saya pun sama dengan teman-teman saya kala itu, tanpa cita-cita.

bersambung...


#Spirit mewujudkan buku "Awas, Malapraktek Orang Tua!"

2 comments:

An said...

wih, mau bikin buku lagi, mas hoe?
seneng banget, gueh punya banyak temen penulis buku :D

hudahoe said...

ini rencana bikin buku yang mengendap hampir setahun, padahal uda 40 % jadi, hehe..

Ayo2, mari menulis together 4ever!

Post a Comment