1 Aug 2010

Merah Putih Ramadhan Di Kampus aka RDK JMMI ITS (mozaik 1)

Teruntuk saudaraku seiman, utamanya kawan-kawan RDK 29, 30 dan 31. Sekedar untuk berbagi, saya mencoba menulis pengalaman pribadi dipadu cerita dari teman-teman selama menjadi panitia RDK. Tulisan ini sengaja saya buat menjadi seri dengan beberapa sub judul. Tulisan ini juga lebih banyak cerita untuk menghindari dogmatisasi. Semoga bisa diambil manfaatnya kalau pun tidak ada, setidaknya bisa menjadi hiburan :)



Mengapa harus saya?
Pertanyaan ini adalah tanggapan klasik dari para punggawa RDK ketika namanya disebut menjadi Steering Comitee (SC) untuk kegiatan terlama di kampus perjuangan ini. Malah ada yang mendefinisikan amanah tersebut sebagai daftar korban musibah RDK. Mengapa? Karena dipastikan selama Ramadhan akan lebih banyak hal yang akan dikorbankan demi RDK. Menjadi garda terdepan yang bakal berkorban sekaligus dikorbankan, kalimat ini agaknya paling pas untuk menggambarkan bagaimana perasaan beberapa teman saya kala itu.


Mengapa harus saya yang dikorbankan? Mengapa bukan yang lain? Amanah terkadang terlihat kejam dalam memilih orang. Di saat liburan panjang yang sangat cocok sebagai masa perbaikan gizi di rumah tercinta, kita harus berjibaku dengan belasan sub kegiatan yang membutuhkan dana, SDM, waktu, perjuangan, perhatian, mental serta materi yang tidak sedikit dan bahkan terkadang melebihi kapasitas tim.

Saat teman saya sedang enak-enakan liburan bersama keluarganya, kami malah harus berkutat dari syuro satu ke syuro selanjutnya, tak salah kami lebih suka menyebut diri kami sebagai manusia syuro. Kala teman bercerita betapa menyenangkannya perjalan menyusuri kota Jogjakarta, kita justru menyusuri kota Surabaya demi mengais serupiah demi serupiah di tengah sengatan matahari kemarau kota para buaya ini, ups maksudnya kota Surabaya. Kulit kami dari warna sawo terlalu matang akhirnya memikri menjadi sawo busuk. Liburan sangat amat panjang 2,5 bulan yang seharusnya menjadi masa refreshing dari kejaran akademik malah berbuah keringat dan tekanan mental karena banyaknya target yang belum tercapai.

Tahukah apa yang paling berat? Memasuki hari pertama Ramadhan, dikala saudara kami di kampus dengan khusyu mampu menghayati momen Ramadhan dengan gempuran amal yaumi sekaliber Aimpoint M2 milik CIA . Kami harus ngalor ngidul mempersiapkan kegiatan pertama sekaligus pembuka rangkaian kegiatan RDK. Sorenya kami lebih mirip bebek yang kehilangan paruhnya, berputar mirip baling baling bambu Doraemon untuk menyiapkan bekal berbuka untuk ratusan jamaah yang hampir tembus angka seribu. Namun sesuai tradisi, hari pertama senantiasa dipenuhi catatan merah dari siapapun. Sudah mempersiapkan susah-susah tidak akan ada satu pun sanjungan yang kami terima, justru keluhan dan keributan yang ada. Di saat perut semakin berkumandang, nafsu makan tiba-tiba hilang. Rasanya hati ini yang paling kelaparan.

Memasuki hari pertama kuliah, kami berasa panitia RDK yang nyambi menjadi kuliah. Semua berputar-putar tentang tugas kuliah, kuis, pembicara kegiatan, besok jamaah dikasih makan apa, kondisi panitia, sisa dana berapa, besok agendanya apa, syuro, evaluasi gimana dll. Itu masih diluar amanah dan target pribadi selama Ramadhan karena ada juga teman kita yang bekerja, mengerjakan TA, bahkan menjadi wali keluarga. Belum lagi ada anggota tim yang melarikan diri dari amanah. Beban semakin berat dengan SDM yang sudah mengalami seleksi alam. Jangan berharap gaji, yang ada malah torok. Jangan pula berharap apresiasi atau sanjungan apalagi standing applause, bahkan dari pengurus JMMI sendiri. Tips saya, jangan bermimpi seperti itu.

Melihat kenyataan tahunan seperti itu, tak salah kiranya pertanyaan di awal tulisan ini dilontarkan. Kenapa bukan orang lain saja yang dikorbankan?

Sebuah pertnyaan wajar karena bahkan seorang Umar Bin Abdul Aziz saja pernah menolak amanah ketika dia diamanahi menjadi khalifah kala itu. Beliau berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku mencabut bai’ah yang ada dileher kamu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki”.

Melalui proses panjang, akhirnya beliau menerima amanah tersebut dengan becucuran air mata. Mengapa? Khalifah legendaris ini bukan menangis bahagia karena menerima jabatan tertinggi kala itu namun air matanya mengalir seiring dengan besar tanggung jawabnya dan takutnya kepada Allah. “Aku bukan orang yang paling baik dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya dikalangan kamu,” ujarnya diiringi tangisan.

Namun jika kita mau berpikir postif dan sidikit lebih bijak. Inilah yang dinamakan amanah, bukan jabatan yang dicari, dia datang tanpa kita pilih. Amanah datang bukan untuk sosok terbaik dari golongannya. Namun dia datang untuk memberi kesempatan sang terpilih untuk menjadi lebih baik. Toh, selain kita sebenarnya Allah memiliki stok calon penerima amanah yang sangat banyak dan jauh lebih baik daripada kita. Mengutip kalimat teman bahwa sejatinya Allah tidak membutuhkan kita sama sekali karena justru kitalah yang membutuhkan-Nya. Ketika kita melarikan diri dari amanah pasti Allah sudah punya ribuan sebagai penggantinya.

Berbanggalah karena Allah Azawajalla telah memilih kita menjadi salah satu pejuang agama-Nya. Ingatlah Addawatu tashiru bina au bighoirina, dakwah ini akan senantiasa berjalan dengan atau tanpa kita. Pun begitu, RDK pasti akan berjalan dengan atau tanpa adanya kita di sana. (naz)

No comments:

Post a Comment