6 Aug 2010

My Busiest Day, Ramadhan 1430 H (mozaik 1)

Lima hari sebelum Ramadhan 1431 H. Momen yang sangat manis, tepat setahun yang lalu. Sungguh waktu itu sangat cepat berlari, tidak mau peduli dengan kondisi kita seperti apa. Yang kita bisa lakukan hanya bergerak agar tidak dia berlari jauh meninggalkan kita yang sedang terjembab dalam kubangan kemalasan. Sungguh berkah yang luar biasa, saya mengatakan bahwa saat itu adalah saat tersibuk seumur hidup saya. Aktifitas saya saat ini pun tidak ada tiga perempatnya.



Tulisan saya akan dimulai dengan kalimat : dalam sebuah organisasi atau pun kepanitian, saya berprinsip untuk tidak mengejar jabatan. Yang terpenting kontribusi, bukan jabatan. Itu lah kiranya yang saya alami pada liburan panjang selama tiga bulan tahun kemarin. Ini murni prinsip hidup, bukan karena terpaksa atau dipaksa. Anda pun boleh setuju atau tidak, up to you.

Saat itu, saya (terpaksa) menjabat sebagai Kepala Divisi Media JMMI ITS. Bukan jabatan yang bagus untuk saya, terlebih back ground saya adalah Teknik Mesin dan sama sekali tidak memiliki pengalaman di bidang media dkk. Tekad saya selama 3 bulan ini harus saya manfaatkan semaksimal mungkin untuk magang semua staff media yang sangat power full. Walaupun sepanjang sejarah, magang JMMi baru pernah dilaksanakan di ITS Online saja. Namun dengan jumlah 13 orang, saya rasa tidak mungkin grudukan ke sana semua. Berbekal nekad, saya babat alas untuk bisa magang di Hidayatullah dan Sa’i. Di sana, walaupun agak pasang muka beton, Alhamdulillah bapak-bapaknya welcome. Terima kasih Pak Aditya Abdurrahman dan Pak Cholis Akbar.


13 orang bukan jumlah sedikit. Ada Mustofa, Yusuf Ardiansyah, Moch Faizal, Amir Amirudin, Immash Pratiwi, Lina, Irdin, Maslacha, Alfian, Faishal Mufied, Nila Cyntia, Ririn dan Lukluim. Mereka mirip gerilyawan yang mau perang, dibagi menjadi tiga batalyon. Masing-masing Batalyon siap memanggung sejata dengan caliber yang berbeda-beda. Tapi uniknya semua masih bingung dengan “How to be good Magang’er”. Sama sekali blank dengan apapun yang bakal dilaksanakan selama magang.

Mau tak mau, saya harus pontang panting mendampingi mereka sejak awal. Mulai dari menghubungi semua instansi, negosiasi, up date seluruh peserta magang yang bakal pulang, review tugas, sharing materi, rapat tentunya dan bala tentaranya. Terlebih Mbak Tri Rahmawati selaku Kopidiv harus Kerja Praktek di luar kota. Duh, ikhwan akhwat digradak bersama. Tidak hanya mengawal, tapi juga blusukan ikut magang juga. Jadi bisa triple materi yang saya dapatkan di tiga tempat yang berbeda.

Padahal saat itu pula, saya bersama empat kawan saya reporter Junior ITS Online sudah berjanji sehati untuk magang di Radar Surabaya. Ini sebuah ritual fardhu ‘ain dari kontrak awal masuk ITS Online sebelum nanti dinyatakan lulus menjadi redaktur. Duh, posisi yang menggiurkan. Hehehehe. Jadi klop dengan aktifitas yang saya sebut sebagai magang raya. Masa-masa paling indah bersama The Lost Generation, Tika Widyaningtyas, Hanif Azhar dan Junaidi Abdillah. Setelah ini ayo kita reuni kawan!

Nah ini yang paling kontradiktif, saya harus ngurusi pula anak orang di Gang Dolly yang nakalnya nggak keturutan. Terlebih waktu itu kota Surabaya sedang musim kemarau. Wuih, perjuangan semakin menantang. Perjalanan setengah jam menuju lokasi di tengah teriknya sang surya. Jika pada hari normal, selepas pulang dari sana tersisa energy 5 watt, tapi musim kemarau tinggal 3,45 watt. Cukup untuk memejamkan mata. Hei, di sana juga mau ngadakan buka bersama. Agendanya : mumet jamaah. Tidak ada bayangan buka bersama di daerah seprestis ini.

Inilah paradoksal hidup saya. Selain di Dolly, saya juga ikut “ngrameni” di SMAN 5 Surabaya, almamater saya. Gudangnya para calon pemimpin bangsa, kalimat favorit saya ketika pengkaderan ala Smala, PENA 2004. Minimal setiap pekan saya pasti ke sana untuk bertemu dengan adik-adik saya yang luar biasa. Mengaji bersama. Menyelami dunia remaja dengan hal-hal musykil di dalamnya. Salah satu pengalaman saya yang tidak akan luput oleh zaman.

Itu tentang amanah. Saya juga punya target pribadi rek. Selepas semester 4 saya bertekad untuk hidup financial mandiri 100%, tidak bergantung pada kiriman orang tua. Tekad yang harus ada konsekuensinya. Saya putuskan untuk bekerja part time. Tidak terlalu menyita waktu, tapi Alhamdulillah mampu bisa menutup seluruh biaya hidup saya dan insya Allah halal tentunya. Konsekensinya, hidup harus bisa diatur sedemikian ciamik supaya semua hal bisa saling bersinergi dengan minim benturan.

(bersambung)

No comments:

Post a Comment