Untuk menghidupkan kembali aktivitas blog ini, akan saya tuliskan catatan perjalanan ke beberapa tempat yang mengendap menjadi foto saja beberapa pekan. Ada tiga tempat yang akan saya tulis yaitu: latihan bersama dengan Maritime Challenge di Kenjeran, perjalanan ke Museum Santet yang agak mistis, Museum Tugu Pahlawan dan Kebun Binatang Surabaya. Jangan katakan ini terlalu kekanak-kanakan, tapi inilah saya :)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cerita terdamparnya saya di Kenjeran ini bermula dari rencana mengantarkan seorang reporter ITS Online yang akan melakukan reportase latihan rutin tim Maritime Challenge. Tulisan
preface-nya ada di
sini. Untuk tulisan hasil liputannya
Haris (yang masih original) bisa didownload di
situ.
Dua kali saya mengikuti latihan mereka. Awalnya hanya wawancara singkat karena terbentur waktu yang tidak sinkron. Yang kedua, kita ditawari untuk ikut melaut. Langsung saya iyakan. Memang saya tidak ada keperluan untuk wawancara, namun saya ada keperluan untuk menikmati sensasi naik kapal dayung. Pertama dalam seumur hidup terakhir!
Bersama Fiqhi, mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan-FTK 2009 yang ikhlas dan sabar menjadi pemandu kita dari nol (semoga keikhlasannya menjadi amal jariyah, ssstt..Fiqhi ini dulunya ketua Rohis/SKI semasa SMA-nya lho). Jadilah saya mengenal banyak pelajaran dan pengetahuan tentang kelautan dan merasakan buaian air laut.
Fiqhi Dian saat persiapan melarung
Haris saat mewawancarai Fiqhi di bantaran basecamp tepat di pinggir laut
Karena saya tidak bisa berenang (sebuah kenyataan yang memalukan), maka pertanyaan pertama yang kita ajukan adalah apakah ada jaminan keselamatan bahwa kita tidak akan nyebur di lautan nantinya? Walaupun kita memakai pakaian pelampung, terjebur di lautan tidak jauh lebih lucu daripada tersesat di hutan.
"Kemungkinan tidak Mas, walaupun kemungkinan selalu ada jika angin terlalu kuat.Tapi jangan khawatir, kalau pun nyemplung yo paling cuman teles"
Jawaban yang sangat diplomatis dan realistis berbumbu kekhawatiran dan ketakutan untuk berteriak di tengah lautan (mulai imajinasi liar). Okelah, saya niatkan memang untuk melaut, apa pun yang terjadi harus dimulai dengan Bonis alias Bondo Bismillah :). Keep positive spirit men!
Pada tahap persiapan, selain pakaian pelampung dan memasukkan seluruh alat serta perlengkapan ke kapal, kita juga melakukan pemanasan ringan. Ya, hanya pemanasan ringan karena mereka sudah melakukan pemanasan beratnya sebelum naik ke perahu. Tau apa pemanasan beratnya? Ya push up, sit up, lari keliling lapangan dan sejenisnya, namun dalam kuantitas ratusan kali. Tak heran, fisik mereka yang sepadan dengan kita, tapi mereka lebih berisi dan kekar men!
Mulailah kita bergerilya mengamati satu persatu bagian kapal yang tidak kita pahami sama sekali. Kapal ini dibuat oleh mereka sendiri dengan bantuan konsultan. Detail dari Kapal Rojo Segoro ini sangat rumit, walaupun dari kejauhan nampak "hanya" seperti kapal nelayan. Mulailah kita dijelaskan detali mendetail dari seluk beluk kapal yang hanya bisa kita catat dan diiyakan.
Salah satu detail yang saya ingat adalah pembuatan dayung yang berlapis-lapis mirip kue lapis (ya iyalah, masak mirip kue lemper). Saat ditelusuri, kayu itu berpadu antara gelap-terang membentuk motif asimetris yang bagus. Ternyata itu perpaduan antara kayu jati dan kayu waru. Kayu jati digunakan sebagai kerangka utama, kayu waru sebagai pelapis yang lebih ringan. Mengingat berat satu dayungnya saja mencapai 25 kg! Dan dayung itu bukan alas tidur, benda seberat itu harus didayungkan! Oh, men..betapa tangan kekarnya mereka.
Sebuah ukiran Logo Maritime Challenge di lambung kapal, nice gan!
Hari itu, kita berlatih bersama Kapal Merdeka yang digunakan pada event Atlantic Challenge 2010. Ini adalah event dua tahunan. Sudahlah, bersiaplah kita untuk melaaauuuttt...(#mulai allay)
Formasi Awal, kodenya "RS crew, buka
dayung"
Mulai mendayung, beradu dengan kakaknya, Kapal Merdeka
Angin laut melambai-lambai pelan, air beriak bersapa ujung dayung, perahu melaju ke depan, dan keseimbangan tubuh mulai goyah. Beginilah sensasinya setiap kali naik perahu kapal. Tidak peduli kapal apapun, kecuali kapal pesiar atau TITANIC. Padahal, kita hanya menjadi penumpang, ngoceh terus, ketawa-ketiwi, memandangi mereka yang medayung dengan peluh bercucuran namun juga yang pertama mual-mual. Kita mabuk laut men! Kepala saya saja sudah pusing karenanya diayun-ayun tidak tahu aturan.