25 Apr 2012

Menyelami Nafas Pelaut (Bersama Maritime Challenge ITS)

Untuk menghidupkan kembali aktivitas blog ini, akan saya tuliskan catatan perjalanan ke beberapa tempat yang mengendap menjadi foto saja beberapa pekan. Ada tiga tempat yang akan saya tulis yaitu: latihan bersama dengan Maritime Challenge di Kenjeran, perjalanan ke Museum Santet yang agak mistis, Museum Tugu Pahlawan dan Kebun Binatang Surabaya. Jangan katakan ini terlalu kekanak-kanakan, tapi inilah saya :)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cerita terdamparnya saya di Kenjeran ini bermula dari rencana mengantarkan seorang reporter ITS Online yang akan melakukan reportase latihan rutin tim Maritime Challenge. Tulisan preface-nya ada di sini. Untuk tulisan hasil liputannya Haris (yang masih original) bisa didownload di situ.

Dua kali saya mengikuti latihan mereka. Awalnya hanya wawancara singkat karena terbentur waktu yang tidak sinkron. Yang kedua, kita ditawari untuk ikut melaut. Langsung saya iyakan. Memang saya tidak ada keperluan untuk wawancara, namun saya ada keperluan untuk menikmati sensasi naik kapal dayung. Pertama dalam seumur hidup terakhir!

Bersama Fiqhi, mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan-FTK 2009 yang ikhlas dan sabar menjadi pemandu kita dari nol (semoga keikhlasannya menjadi amal jariyah, ssstt..Fiqhi ini dulunya ketua Rohis/SKI semasa SMA-nya lho). Jadilah saya mengenal banyak pelajaran dan pengetahuan tentang kelautan dan merasakan buaian air laut.

 Fiqhi Dian saat persiapan melarung

Haris saat mewawancarai Fiqhi di bantaran basecamp tepat di pinggir laut

Karena saya tidak bisa berenang (sebuah kenyataan yang memalukan), maka pertanyaan pertama yang kita ajukan adalah apakah ada jaminan keselamatan bahwa kita tidak akan nyebur di lautan nantinya? Walaupun kita memakai pakaian pelampung, terjebur di lautan tidak jauh lebih lucu daripada tersesat di hutan.

"Kemungkinan tidak Mas, walaupun kemungkinan selalu ada jika angin terlalu kuat.Tapi jangan khawatir, kalau pun nyemplung yo paling cuman teles"

Jawaban yang sangat diplomatis dan realistis berbumbu kekhawatiran dan ketakutan untuk berteriak di tengah lautan (mulai imajinasi liar). Okelah, saya niatkan memang untuk melaut, apa pun yang terjadi harus dimulai dengan Bonis alias Bondo Bismillah :). Keep positive spirit men!

Pada tahap persiapan, selain pakaian pelampung dan memasukkan seluruh alat serta perlengkapan ke kapal, kita juga melakukan pemanasan ringan. Ya, hanya pemanasan ringan karena mereka sudah melakukan pemanasan beratnya sebelum naik ke perahu. Tau apa pemanasan beratnya? Ya push up, sit up, lari keliling lapangan dan sejenisnya, namun dalam kuantitas ratusan kali. Tak heran, fisik mereka yang sepadan dengan kita, tapi mereka lebih berisi dan kekar men!

Mulailah kita bergerilya mengamati satu persatu bagian kapal yang tidak kita pahami sama sekali. Kapal ini dibuat oleh mereka sendiri dengan bantuan konsultan. Detail dari Kapal Rojo Segoro ini sangat rumit, walaupun dari kejauhan nampak "hanya" seperti kapal nelayan. Mulailah kita dijelaskan detali mendetail dari seluk beluk kapal yang hanya bisa kita catat dan diiyakan.

Salah satu detail yang saya ingat adalah pembuatan dayung yang berlapis-lapis mirip kue lapis (ya iyalah, masak mirip kue lemper). Saat ditelusuri, kayu itu berpadu antara gelap-terang membentuk motif asimetris yang bagus. Ternyata itu perpaduan antara kayu jati dan kayu waru. Kayu jati digunakan sebagai kerangka utama, kayu waru sebagai pelapis yang lebih ringan. Mengingat berat satu dayungnya saja mencapai 25 kg! Dan dayung itu bukan alas tidur, benda seberat itu harus didayungkan! Oh, men..betapa tangan kekarnya mereka.

 Sebuah ukiran Logo Maritime Challenge di lambung kapal, nice gan!

Hari itu, kita berlatih bersama Kapal Merdeka yang digunakan pada event Atlantic Challenge 2010. Ini adalah event dua tahunan. Sudahlah, bersiaplah kita untuk melaaauuuttt...(#mulai allay)

Formasi Awal, kodenya "RS crew, buka dayung"


 Mulai mendayung, beradu dengan kakaknya, Kapal Merdeka

Angin laut melambai-lambai pelan, air beriak bersapa ujung dayung, perahu melaju ke depan, dan keseimbangan tubuh mulai goyah. Beginilah sensasinya setiap kali naik perahu kapal. Tidak peduli kapal apapun, kecuali kapal pesiar atau TITANIC. Padahal, kita hanya menjadi penumpang, ngoceh terus, ketawa-ketiwi, memandangi mereka yang medayung dengan peluh bercucuran namun juga yang pertama mual-mual. Kita mabuk laut men! Kepala saya saja sudah pusing karenanya diayun-ayun tidak tahu aturan.

Latihan hari itu diniatkan untuk latihan sailing (berlayar). Jadi kita (kita???) mendayung hingga tengah lautan untuk mendapatkan angin laut yang sesuai pas untuk layar kapal. Kecepatan dan arah yang pas. Nah, sebelum sampai ke tengah lautan, bolehlah saya pamer jepretan amburandul saya.

 
Mendung bergelayut menemani petualangan kita :)

Sebuah Pagoda/Klenteng di Taman Ria Kenjeran tampak dari tengah lautan


Selama perjalan, satu hal memalukan bagi kita adalah adanya kaum hawa di sini. Mereka yang jumlahnya sepertiga dari total tim, tidak seperti perempuan biasanya. Mereka ikut mendayung dengan porsi mendayung yang sama dengan kaum adam. Lha saya dan Haris? Hanya bisa melongo sambil mengernyitkan dahi karena tubuh kita melaju juga karena tenaga wanita yang "dieksploitasi" tersebut (maaf kalau bahasanya sangat kasar). Malu gak sih?

Saat sudah mencapai tengah lautan. Hampir semua kru kehausan akut. Aslinya, saya dan Haris juga haus. Namun karena atas dasar petimbangan kemanusiaan yang adil dan beradab, kita memutuskan untuk tidak menerima tawaran minum mereka. Ini di tengah laut, dan hanya beberapa botol yang dibawa untuk lebih dari 20 kru. Mereka mendayung, sementara kita hanya mendayung dalam hati. Sadar diri men!

Namun ternyata keberuntungan hari ini sama seperti gelapnya langit di atas kita. Angin masih bertiup sepoi-sepoi walaupun kita sudah berada di tengah lautan. Itu artinya, layar tidak akan berfungsi tanpa tenaga penggerak utamanya.

"Ya beginilah latihan kita, keberuntungan angin juga menentukan. Maunya latihan sailing, namun jika tidak ada angin seperti ini ya harus menunggu atau latihan dibatalkan," ungkap Arifin, ketua Tim.

Dibatalkan? Padahal mereka sudah mendayung setengah jam lebih. Mereka sudah di tengah lautan. Peluh mereka sudah berjatuhan sebesar biji kacang koro!

Namun, kiranya pemimpin mereka adalah orang yang sudah pernah melakukan pahit manis ketika berlaga di Kanada tahun 2010 silam, dibuatlah adu balap cepat mendayung untuk mengisi kekecewaan hati para krunya. Kebetulan, beberapa alumni MC terdahulu juga ikut menyemangati para juniornya. Benar-benar kaderisasi yang bukan hanya omong doang.

Adu balap cepat ini dimenangi oleh Kapal Merdeka, bukan kapal yang saya naiki karena ada satu kru cewek di kapal kita yang ambrug. Bertepatan di garis finish, angin bersiul kencang membelai kapal dan buritannya. Saatnya sailing beraksi. Semua perlengkapan tali temali, tiang, layar dan kait-pengait dikeluarkan.





Tiang yang harus didirikan berjumlah dua buah, dengan tambahan 1 buah di bagian depan sebagai pengatur arah kapal. Di sinilah , semuanya nampak kompak. Seperti tidak ada senior dan junior, benar-benar super team work. Mereka bahu membahu hingga layar terkembang.

Dan akhirnya kita berlayaaarrrr...

Hal pertama yang saya kagumkan ketika berlayar adalah ternyata tenaga angin itu sangat besar. Kita mampu melaju melebih kekuatan dayung belasan anak hanya dengan mengembangkan layar. Mungkin setara 5-8 knot, begitu kata salah seorang tim. Kedua, berlayar itu butuh sense "membaca" angin yang susah, tapi bisa dilatih.

"Setiap angin dimana pun dan kapan pun pasti akan berbeda. Tugasnya kapten tim yang sudah berpengalaman untuk membaca angin. Salah membaca angin bisa membuat kapal terbalik! Apalagi jika ada badai mendadak. Di kenjeran ini, walaupun sepertinya ombaknya tenang, tapi sering terjadi badai mendadak!"

Saya tercengang. Kapal terbalik di tengah lautan? Tapi untung, ada tiga tali yang dibawa oleh kru kapal. Tiga tali itulah yang mengendalikan arah layar yang diinstruksikan langsung oleh Kapten Kapal. Sementara Kapten juga selalu cermat, terlihat paling konsentrasi dan tegas memberikan perintah. Ketegasannya ini tampak ketika membentak anggota yang tidak respon dengan perintah. Tegas memang sangat perlu karena kalau tidak.........

"Semua kru ke arah kanannnn!!!"

Perintah mendadak seperti petir di sore hari. Kapal oleng ke kanan dan hampir menyentuh permukaan air laut. Sangat mendadak dan membangunkan kita dari lamunan. Kapal hampir terbalik mencium laut. Tangan saya pun bergetar hebar gara-gara kaget dan takut tenggelam di pelayaran perdana (allay gak seh?).

Lamunan tentang tenggelam saya ternyata hanya ilusi, kapten lebih sigap daripada ketakutan saya (#memalukan2). Akhirnya kita bisa berlayar dengan tenang. Belok kanan-kiri sesuai irama. Menikmati keindahan semburan mentari yang terurai sempurna di ujung barat. Kita, serasa berada di tengah pulau yang bergerak.

Merenung, di pinggir kapal, so suit gak sih?

Tubuh kita condong ke kiri, melawan arah angin. Menatap aliran air yang meratap di lambung luar kapal. Semilir angin mengelus bersama ubur-ubur yang menari riang di bawah permukaan air. Sementara itu, terkadang kita juga dikejutkan pada hal langka.

"Wow, ada ikan terbang!"

Ya, ikan kecil yang meloncat-loncat gembiran menemani kita. Siluet senja pun membuat kisah mempesona gradasi warna ikan seukuran ikan teri itu (teri??). Kita melaju dengan elevasi sangat tajam dari tujuan awal. Seperti resultan gaya, arah angin dengan arah dermaga tidaklah lurus 180 derajat. Semua perlu naluri "membaca" angin hingga kita sampai dermaga lebih dahulu dari kapal Merdeka yang masih asyik di tengah laut.

Menjelang pukul lima sore, latihan disudahi. Di sinilah saya lihat keribetan dan kekompakan tim untuk memberesakan semua perlengkapan ke tempat semula. Benar-benar butuh komitmen, kekuatan dan disiplin ekstra!

Selesai (dengan background rambutnya haris yang keren, haha)

Pengalaman yang sangat berharga dan berkesan. Tentang pelajaran, pengetahuan, dedikasi, kekuatan alam, kebersamaan, dan utamanya mengajari kita rasanya menjadi bagian dari bangsa bahari. Bukankah nenek moyang kita disebut sebagai nenek moyang pelaut?

Terima kasih untuk adek Haris Santika. Salut untuk tim Maritime Challenge 2012, terima kasih dan semoga sukses di Irlandia!



"Air laut itu membuai, dan memang juga sangat memusingkan"  - hoe


No comments:

Post a Comment