23 Oct 2011

Tangis Perempuan





Saya selalu berada di posisi dilematis ketika berada di depan perempuan yang menangis di depan saya. Dengan sebab dan asal muasal apa pun, pasti saya hanya akan berdiam diri. Mematung tanpa suara. Sepi.


Saya juga tak hendak mengikuti alur tangisnya, apalagi menyambung rajutan wajah murungnya. Tak pula mendadak ingin tertawa, menertawakan penderitaan orang lain. Tidak pula untuk mencoba menenangkan, berharap tangisnya bisa segera reda. Saya hanya akan terus diam. Diam. Diam.


Tak satu pun dalam kapasitas otak saya yang bisa aktif menelaah mengapa saya harus diam, aktif, atau setidaknya berempati. Karena dalam suasana seperti itu, biasanya saya hanya bingung, terpaku dan tidak tahu apa yang seharusnya saya lakukan. Tidak ada logika dalam pikiran saya yang bisa menerima mengapa menangis itu menjadi hal yang wajar, terlebih menangis di depan orang lain. Lebih-lebih lagi, di depan lawan jenis.


Lima tahun lalu, seorang senior saya memberika sebuah pengantar diskusi liqo' dengan hal yang sangat simpel, indah dan akan saya ingat sepanjang masa. 


Alkisah, ada seorang anak kecil laki-laki sedang banyak masalah. Ia hidup hanya dengan kakeknya. Setiap pagi sampai sore, kakeknya mencari kayu di tengah hutan sementara dia menjaga dan menata rumah sendirian. Ia tidak tega jika harus bercerita ke kakeknya, sementara tekanan dalam pikirannya sudah sangat memuncak.


Ia pun pergi ke belakang rumah. Ia bercerita sendiri tanpa arah. Tak dinyana, salah satu pohon di belakang rumahnya ada yang mendengar keluh kesahnya. Pohon itu pun menanyainya ada apa dengan dirinya. Anak kecil ini awalnya kaget, namun dengan perangai pohon yang terlihat menghibur dan ramah, ia pun berani menceritakan semua beban yang ada di dalam otaknya.


Pohon itu pun mendengarkan terus sembari tersenyum memberikan semangat. Lama sekali, akhirnya anak itu bisa menuntaskan semua keluh kesahnya. Bersamaan dengan itu, pohon ajaib itu menggugurkan daunnya. Dimana setiap daunnya membunyikan suara yang sama dengan cerita anak ini. Satu daun, dua daun, tiga...empat......semua daun berguguran dengan cerita yang turut mengalir. 


Akhirnya dalam tempo tiga hari, seluruh desa pun mengetahui cerita anak ini. Berbondong-bondong penduduk desa mendatangi rumahnya. Hingga diketahui, bahwa anak ini merindukan bapak-ibunya yang merantau bekerja. Beberapa hari setelahnya, bapak-ibunya pun pulang dan memeluk erat anaknya.


"Karena dengan bercerita saja, separuh beban permasalah bisa hilang. Walaupun dengan bercerita belum tentu mendapatkan penyelesaian," tutup Mas Andra.


Ya, bercerita atau curhat, adalah hal paling cepat dan efektif menggerus beban pikiran dalam waktu singkat. Walaupun terkadang -atau justru seringnya, kita tidak mendapatkan jalan keluar dari hanya sekedar bercerita saja. Beruntunglah bagi kita yang memiliki orang yang siap mendengarkan keluh kisah kita, baik suka atau pun duka.


Curcol sih wajar, tapi dengan menangis? Bagi saya sendiri menangis adalah pantangan, hal yang mendekati haram untuk dilakukan di depan orang lain. Tapi mengapa bagi perempuan menangis seperi mengumbar obrolan? Aneh. Tersedu-sedu atau mendramatisasi keadaan? Tanyaku selalu jauh lebih dominan daripada empati. Apakah dengan menangis semua persoalan itu akan selesai? 


Atau mungkin, bagi seorang perempuan -yang juga pasti manusia, menangis adalah salah satu bentuk ekspresi untuk meluapkan emosinya? Walaupun terkadang tanpa alasan yang logis, karena hal yang sepele atau pun sebab muasal yang tidak lumrah. Yang justru bagi seorang laki-laki adalah hal lebai dan dilebih-lebihkan.


"Tapi itulah cara mereka. Cara wanita. Tolong dipahami," seorang (calon) psikolog berkata.


Sering sekali, dari teman sekolah, teman kuliah, teman yang dikenal tanpa sengaja, sahabat, sepupu, sampai saudara jauh pun dengan mudahnya mengumbar air mata di depan saya. Tanpa ekspresi, lagi dan lagi, saya hanya akan mematung menyaksikan scene drama korea ini. Berlebihan! Lebay!


Teringat, saat seorang perempuan, sahabat kuliah, menangis hampir dua jam! karena patah hati. Alamaaaakkk! Benar-benar salah alamat. Kembali, saya hanya bisa mematung, selama dua jam itu pula. Tentu, sebelumnya saya sudah mengoleskan lotion anti-jamur dan anti-lumut di sekujur tubuh saya. Biar nggak jamuren dan lumuten, walaupun akhirnya saya memfosil karena pasca berurai air mata pun, masih ada sesi cerita dua jam pula! Edan!


Ah, bersyukur dan berbahagialah kita yang diberikan kemampuan "mendengar" lebih dominan daripada "berbicara". Itu artinya Tuhan memberi kemampuan lebih pada diri kita untuk memberi daripada meminta :)


Seperti hari ini, tanpa aba-aba, makhluk bernama perempuan itu menangis di depanku.....

23 comments:

Eka S said...

haha terima saja nasib jadi psikolog mas
Menangis itu bukan hal tabu, bukan hal yg terkesan dilebih2kan kok
ada manfaatnya lho nangis itu.
http://ecca-shinichi.blogspot.com/2011/10/air-mata.html
cekidot gan!!!

hudahoe said...

wah, nyama2in postingan aja ini. Dasar! Mental mbebek! Hahaha

itu alasan terlalu mengada2, bukankan ada cari lain selain dengan menang(is)?

Eka S said...

heh, duluan sapa postingannya? itu postinganku sejak malam lalu ya pak :p

itu, soale aku dapat waktu lagi pikiran asyik berjalan kesana kemari, nemu bacaan tentang menagis


halah, itu namanya sampean sok strong. Padahal, nangis juga. Toh Allah memberi kita tulang air mata. Jadi, suatu saat bisa menangis. Tapi, ya ndak seterusnya menangis juga

hudahoe said...

wah, ide pikiran kita sama yah? sesuatu banged :)

nangis itu wajar, hnya klo nangis di depan orng ituuuu....tidak wajar, bagi saya.

Aplgi nangis smbil gulung2 kayak kamu :P

Eka S said...

iya ya. sesuatu banget :)

nangis di depan orang pun saya pilih-pilih hehe
kalau saya nyaman dengan orang itu, tanpa diperintah, saya bisa langsung menumpahkan sambil nangis
wah...

eh, mayag kapan saya nangis sambil gulung2 pak?

hudahoe said...

apakah sy termasuk orng yang (tdk) beruntung itu? Haha

Bukane situ klo nangis pasti gulung2 ya? Yang kmrin gulung2 di jalan AR Hakim kamu kan? wakakaka

Eka S said...

kalau semisal saya nangis di depan mas, mestinyamas beruntung lah haha

kapan ane gulung2 di aif rahman hakim?
wew.....

hudahoe said...

hahaha....
lha kmrin yg ditangkap sm tim liponsos itu siapa ya? wakakaka

Eka S said...

heh mayag..fitnah kejam ini...

hudahoe said...

hahahahaha...

#tawa buto kolor ijo

Eka S said...

tawamu membawa lara pak....

hudahoe said...

wakakakaka....

#nikmatnya tertawa di atas penderitaan eka, wakakakaka (lagi)

Eka S said...

hah? suer lo?
gilak...

ini nih org mayag yg suka tertawa di atas penderitaan orang lain

#tapi katanya saya lucu, haha

btw, sy tau pak, ini tulisan tntg sapa

hudahoe said...

ini kan tulisan kamu? coalnya kamu cepecial banget...

wah, km adalah fans berat blog saya paling aktiiipppp, sippp!

Eka S said...

iyakah? alamak..saya jadi terharu..
wiw..mana ada saya nangis didepan ente mas..

fans? idih...
minta tanda tangan dong

hudahoe said...

tiap curhat pasti km crita smbil melelehkan air mata kan? hahaha


wah, g usah tanda tangan. Cukup fotoku saja, yg akan ku patri di harimu, wakakakakaka

Eka S said...

what? kapan saya curhat sambil melelhkan air mata? wah...sungguh fitnah memang kejam

alamak mau dipatri dihatiku? boleh2..tapi ada ruangnya ndak ya? hahahahahaha

hudahoe said...

Hahaha
becanda mbak.

Ehmm...lumba-lumba sudah mengisi hatimu penuh sesak ya? Walaupun aku kuyus kayak gini, pasti sudah nggak bisa masuk lagi, wakakaka

iki blogku malah mirip fesbuk yo, haha

Eka S said...

haha bisa masuk kok mas, kan lumba-lumbanya mau dihengkangkan dr setiap ruang....

hha iyo koyo fb pak

hudahoe said...

g mau ahh...Lumba2nya sudah terlampau luar biasa untuk digantikan :)

mirip fesbuk beneran...

Eka S said...

ih, mas hoe ini gak mendukung banget sih..

bonka lumba2 yg tak bisa tergantikan haha

hudahoe said...

latihan imunitas dari godaan teman2 yg hombreng, hahahaha...
sabar yo

Eka S said...

haha hahaha

Post a Comment