18 Apr 2010

Orang Hebat



Sampai detik ini penulis sendiri belum memiliki definisi pasti tentang makna orang hebat itu seperti apa. Dengan variable plus yang sangat banyak, hal itu juga membuat frase ini susah diartikan baik secara etimologis maupun substansial. Yah, semacam sebuah aksioma yang bisa diterima siapa saja tanpa harus dibuktikan.   
Layaknya sebuah cerita, sosok orang hebat pun penulisa tafsirkan dengan kacamata sendiri. Jadi ini sebuah penilaian yang sangat subjektif sekali. Berdasarkan pengalaman dan pertimbangan penulis sendiri, dengan ditambahi bumbu-bumbu  melankolis dalam tutut bahasa yang ada dalam pikiran penulis
.
Dalam usia seperlima abad ini, penulis sering sekali bertemu dengan orang-orang hebat dengan berbagai versi. Gampang saja menyebut mereka sebagai seorang yang hebat. Asalkan mereka telah melakukan sebuah pencapaian di bandingkan teman sebayanya atau mereka bisa mencatat sejarah emas dalam kehidupannya. Mereka adalah orang hebat.
Lihatlah di sekitar kita. Orang hebat itu telah mencatatkan sejarah dalam lembaran kehidupannya, mereka tidak sudi hidup biasa-biasa saja. Harus ada torehan catatan emas dalam tapak bekas perjalanan hidupnya.
Dulu waktu masih sekolah, penulis pernah menemukan sosok ini. Dia pemuda yang bisa mengubah konsep pengkaderan  sekolahnya setelah berjalan turun temurun selama puluhan tahun. Dia cerdas, ambisius, low profile, dan taat agama. Di kampus, penulis mengenal Mahasiswa Berprestasi, Presiden BEM, Ketua Himpunan, Pemenang Lomba, mahasiswa Coumlouder, ataupun mahasiswa Oraganisatoris sejati.
Di luar kehidupan mahasiswa, ada guru besar yang super jenius, dosen lulusan top ten university in the world, peneliti yang telah melalang buana ke luar negeri, para traveler sejati, journalis tulen yang idealis, para pejabat negeri ini hingga para professor dari luar negeri. Semuanya orang-orang yang tidak biasa, mereka orang hebat.
Ada satu yang penulis sangat salut dengannya. Yaitu mahasiswa cerdas, Mawapres pula, ambisius, seorang jurnalis keren, penulis yang handal, taat agama, idealis, berjiwa pelopor dan tidak pernah melupakan umatnya. Orangnya tidak sombong, bahkan cenderung banyak orang yang tidak tau sisi prestasinya. Jaringannya luas, pun banyak orang yang mengenalnya.
Di lingkungan komunitas, penulis juga kagum dengan beberapa keluarga yang harmonis dan demokratis. Keluarga mempunyai kebiasaan mengaji bersama, satu keluarga yang saling menghargai keterbukaan satu sama lain, atau pun ada sebuah keluarga yang saling memahami posisi satu sama lain. Hingga dari mereka lahirlah anak didik yang hebat pula.Mereka semua orang hebat.
Namun ada satu kesimpulan unik dari semua orang itu. TIDAK ADA SATU ORANG PUN YANG LAHIR DARI KEADAAN DAN LINGKUNGAN YANG TIDAK BAIK. Penulis tidak mengatakan bahwa lingkungan yang baik itu sebuah keluarga yang kaya, tercukupi atau pun miskin sekali. Bukan tentang strata sosial mereka. Bukan pula tentang tingkap intelejensinya.
Tidak ada satu pun dari semua orang hebat yang pernah ku temui bisa menjadi seperti itu karena jalan hidupnya dipilih oleh mereka sendiri. Banyak dari mereka yang secara finansial berkecukupan, malah banyak yang berlebih. Dibesarkan dari keluarga yang tahu bagaimana seharusnya membentuk karakter anak. Atau minimal, di sekitar mereka ada orang memberi arahan tentang jalan hidupnya. Ada pelita yang telah dinyalakan oleh orang lain untuk dirinya, siapapun itu.
Seketika penulis teringat dengan adik-adik yang berada di Gang Dolly, the most famous place in Surabaya (lihat note sebelumnya). Jangankan untuk memikirkan torehan tinta emas, untuk mendiskripsikan apa potensinya saja mereka masih kesusahan. Pola pikirannya sudah dicetak oleh lingkungannya yang sedemikian miris. Karaoke, pakaian minim, rokok, bir, mabuk, human trafficking hingga kekerasan telah menjadi bagian hidup mereka. Begitu pekat pengaruh lingkungannya, mungkin mereka hanya bisa mengintip dunia yang sesungguhnya.
Pernah juga penulis menyaksikan sendiri komunitas orang buta tiga hari yang lalu. Apa mereka yang tidak pernah melihat cahaya itu bakal memiliki peluang yang sama dengan orang normal biasa? Lebih dari itu, bagaimana dengan anak-anak yang terlahir autis?
Penulis juga mempunyai teman yang sejak SMA telah menjadi tulang punggung keluarganya. Dia yang memenuhi kebutuhan keluarganya, pun dengan biaya sekolahnya. Hingga saat ini, biaya kuliahnya juga dia tanggung sendiri. Orangnya tegar sekali, kuat. Dengan beban yang sangat berat itu, temperamen psikologinya pun berbeda dengan orang biasa. Sungguh, guratan beban hidupnya pun ikut keluar dalam setiap kata yang terlontar. Seringkali akademiknya terbengkalai, hingga dijauhi oleh teman-temannya karena sifatnya yang aneh. Dia berjalan sendiri di jalan hidupnya untuk menerangi keluarganya, tidak ada yang menuntunnya.
Penulis mencoba mengkomparasikan dengan kehidupan junior penulis di Smala, Ya, minimal mereka telah memilki jalan hidup yang telah ditata orang tuanya. Hingga idealisme mereka tumbuh seiring dengan tempaan dari orang tuanya. Seperti keluarga dokter yang menginginkan anaknya menjadi dokter. Berbeda sekali.
Bagaimana mereka bisa menjadi orang hebat seperti yang telah disebutkan penulis di awal? Secara bekal mereka telah kalah banyak. Awalan start mereka juga kalah jauh sekali. Mereka berjalan diatas kakinya sendiri dengan membawa penerang seadanya. Sesekali mereka pasti akan menginjak duri ataupun terjatuh. Akselerasi mereka juga terhambat oleh sesaknya lingkungan mereka.
Sungguh paradoksal hidup yang menyesakkan hati. Seperti potongan mozaik yang tidak kunjung selesai. Realita hidup akan semakin menyesatkan kalau tidak ditemukan kombinasi yang tepat. Dan dia akan menjadi sangat indah jika kita memahami detail makna hidup yang telah di susun rapi oleh-Nya.
Hal ini juga yang membawa pemikiran penulis bahwa penulis belum menemukan orang hebat yang sesungguhnya. Bukan orang hebat yang di samping kananya, di kirinya, di bawahnya atau di atasnya ada sesuatu yang telah menjadikannya lebih dari orang lain. Orang hebat itu setidaknya adalah orang yang bisa survive di atas kakinya sendiri. Penerang jalan untuk sesamanya. Wallahu’alam bishawab.
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar Rahman)

No comments:

Post a Comment