Tak apalah saya posting curcolan geje yang masuk dalam kategori “Khusus
Dewasa” ini. Semoga tidak salah tafsir saja (bagi yang mau baca aja,hehe).
Harap maklum kalau over-melankolis isinya.
Ada suatu gejala tak terdefinisikan setiap kali saya melihat cincin
melingkar di tangan seorang lelaki. Ini bukan tentang akik atau cincin jimat
lho ya. Ini tentang cincin komitmen sehidup semati. You Know What.
Saya tak hendak membahas berapa harga cincin atau pun harganya, tapi si
pemiliknya. Mereka itu memiliki aura yang tak tampak namun bisa dirasakan orang
sekitarnya. Rata-rata, dari enam orang pemilik cincin yang setiap hari saya
temui itu, selalu memancarkan wajah sumringah sekali. Bahkan, dalam kondisi
penat sehabis lembur dari pagi sampai jam 12 pun, wajah mereka berbeda dengan
wajah para jomblowan #ngacadirisendiri
Sebagai Jomblowan, mereka sering sekali berkoar-koar kepada saya dengan
slogan “menikah membuat mereka jauh lebih baik dan bahagia”. Tak lupa mereka
memamerkan hal-hal so sweet yang membuat para jomblowan cuman bisa bilang
“seneng banget pamer”, hahaha.
Yang paling “sok pamer” adalah Bapak senior pembimbing saya yang hampir
setiap hari membahas tentang hal ini. Mulai dari iseng-iseng tanya hal-hal
menyerempet ke sini, atau terang-terangan pamer betapa indahnya pernikahannya,
atau yang paling sering lagi adalah macok-macokin saya dengan yang lain. Dan,
yang terakhir ini selalu berakhir geje dan garing karena saya tidak begitu
faham dengan logika orang Barat (Jakarta-Bandung). Ujungnya, saya cuman
ditertawakan bersama.
Pernah suatu hari, saya curcol soal berat badan yang sangat susah sekali
naik. Bahkan seumur hidup, saya hidup dengan berat badan kurang dari normal
alias kerempeng. Berikut komentar mereka.
Bapak 1 “Saya bisa gemuk seperti ini itu setelah menikah”
Bapak 2 “Setelah Bapak menikah nanti, pasti bisa gemuk”
Bapak 3 “Iya, pernikahan sangat mempengaruhi kondisi fisiologis. Dan hati
menjadi lebih tenang”
Saya “Jadi saya harus menikah dengan segera supaya gemuk?”
Dan mereka mulai memacok-macokan lagi dengan ujungnya garing krik krik
krik.
Positifnya, saya banyak belajar dari mereka yang sudah berpengalaman.
Terkadang saya ngiri juga sama mereka, hehe. Misalnya, Bapak 3 yang mengidap
sakit mag, setiap hari dibawakan bekal makanan oleh istrinya dengan ditulisi
“pagi, siang, malam” dan setiap jam makan selalu ditelpon! Dan tahukan apa
ringtone handphone Bapaknya? “Cinta Pertama dan Terakhir”-nya Sherina, romantis
gak?
Yang paling so sweet tentu Bapak
2 yang barusan kemarin memamerkan foto anak pertamanya. “Berapa usianya, Mas?”
tanya saya. “Baru satu bulan, namanya Fahri dari Bahasa Arab yang artinya
Membanggakan. Anak yang membanggakan orang tuanya,” jawabnya dengan wajah yang
bener-bener bahagiaaaaaaaaaaaa. #lebaykumat
Terakhir, dari curcol edisi dewasa ini, saya akhiri dengan pertanyaan yang
sering dilontarkan oleh mereka “Kapan Menikah?”. Dan saya cuman tersenyum
dengan jawaban diplomatis alias ngeles. Hehe
Sekian.